“Pasalnya, hal itu akan membuka lebih banyak lapangan kerja,” lanjut Haris lagi. Hal itulah yang kemudian yang akan menjadi penggerak perekonomian di tanah air. “Jadi, banggalah terhadap produk indonesia sebab hal itu akan menyumbangkan dampak bagi roda ekonomi masyarakat,” katanya.
Biarpun telah dikenal oleh masyarakat dunia, anehnya, hanya sedikit orang Indonesia yang mengetahui produk unggulan karya anak bangsa. Makanya, sewaktu pembicara berikutnya, Akhyari Hananto, selaku Founder & Editor in Chief Good News From Indonesia, melakukan sebuah survei sederhana, masyarakat Indonesia hanya tahu Indomie sebagai produk nomor satu yang sangat terkenal di mancanegara.
Apalagi, pada tahun 2030, benua Asia akan menjadi “kutub” perekonomian dunia, dan Indonesia akan mendapat “berkahnya”. Semua itu tentunya bisa terjadi, di antaranya, karena digitalisasi yang terus bertumbuh dan berkembang di wilayah tersebut. Makanya, sangat sayang kalau kita melewatkan begitu saja “kesempatan emas” tersebut.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, pembicara selanjutnya, Iwet Ramadhan, selaku Founder TIK by Iwet Ramadhan, Jakarta Creative Hub, Penyiar Radio, juga hadir menyampaikan presentasi tentang proyek JCreative, yang berkontribusi mengayomi dan memberdayakan ibu-ibu yang tinggal di rusun untuk menciptakan lebih banyak karya.
Sebagai generasi Milenials, saya merasa bahwa kecintaan terhadap produk dalam negeri perlu dipupuk. Apalagi, pemerintah, lewat Kementerian Perindustrian, hadir menyokong ukm-ukm agar menyuburkan ekosistem industri yang menghasilkan produk dalam negeri, seperti batik yang sempat saya singgung pada awal tulisan.
Kementeterian Perindustrian juga siap menyediakan permodalan bagi setiap pelaku usaha produk dalam negeri. Dengan demikian, kecintaan terhadap pruduk dalam negeri terus bertumbuh, perekonomian tetap berkembang, dan persoalan sosial dapat teratasi. Oleh sebab itu, seperti ucapan penutup dari Haris, cintailah produk Indonesia dengan memilikinya.
Salam.