Aku merasa telah menjadi semacam “pelarian” atas masalahnya. Maka, aku pun menumpahkan semua kekecewaan itu lewat tulisan di blog.
Ia membaca tulisan itu dan menjadi sangat marah padaku. Kami bertengkar dan akhirnya hubungan kami pun kandas.
Namun, sayangnya, semua reputasinya telah telanjur hancur akibat skandal itu. Ia membenciku dan ingin menghabisiku.
***
“Bisakah kita kembali ke masa lalu, dan memperbaiki semuanya?” Ia bertanya dengan suara yang tertekan, tetapi pertanyaan itu seolah bukan ditujukan kepadaku, melainkan kepada dirinya sendiri.
Kemudian, ia mencabut pistolnya, dan segera saja, aku mengetahui bahwa ajalku sudah dekat. Namun, sebelum ia menembak kepalaku, tiba-tiba saja, ia memegangi kepalanya dan meringis kesakitan.
Ia bangkit dari kursi, lalu tubuhnya langsung ambruk ke lantai. Pistol yang dipegangnya pun ikut terbanting jatuh.
Aku segera memeluk tubuhnya yang mulai kejang-kejang.
“Maafkan aku,” kataku, diiringi suara isak tangis.
Racun yang kububuhkan pada gelas minumannya tampaknya sudah bekerja menjalari pembuluh darahnya.
“Aku mencintaimu, dan akan selalu mencintaimu,” kataku.