Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Hooliganisme dalam Sepak Bola

15 Juni 2016   07:37 Diperbarui: 15 Juni 2016   16:54 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertandingan antara kesebelasan Inggris dan Rusia menyisakan cerita pahit. Pertandingan yang berakhir dengan skor 1-1 tersebut diwarnai oleh bentrokan antara suporter Inggris dan suporter Rusia. Keributan tersebut tak hanya terjadi di dalam Stadion Marseille, tetapi juga sampai berlangsung di luar stadion. Untuk mengatasi kerusuhan tersebut, polisi setempat terpaksa menembakkan gas air mata. Sampai tulisan ini diturunkan, kesebelasan Inggris dan Rusia pun terancam terkena sanksi berupa diskualifikasi dari ajang Piala Eropa 2016.

Dalam dunia sepak bola, keributan semacam itu sering disebut hooliganisme. Secara sederhana, hooliganisme adalah serangkaian aksi anarki yang dipicu oleh kemarahan sekelompok suporter yang tidak terima atas hasil sebuah pertandingan.

Istilah hooliganisme awalnya bermula dari Inggris. Istilah tersebut mempunyai akar kata hooligans. Berdasarkan sejarahnya, konon kata hooligans sendiri berasal dari sebuah novel karangan Clarence Rook, yaitu The Hooligans Night, yang diterbitkan pada tahun 1899. Novel tersebut menceritakan seorang remaja bernama Alf, yang hidup di lingkungan yang penuh kekerasan, perampokan, dan aksi kriminal lainnya.

Oleh sebab itulah kebrutalan lingkungan yang dideskripsikan dalam novel tersebut kemudian diidentikkan pada kata hooligans. Kemudian, kata tersebut disematkan untuk suporter Inggris yang doyan bikin kegaduhan, dan kini kata tersebut berkembang maknanya menjadi hooliganisme yang bermakna ‘kekisruhan yang terjadi di lapangan sepak bola.’

Ikatan Emosi
Hooliganisme sebetulnya bersumber dari ikatan emosional yang terlalu erat. Ikatan tersebut mewujud dalam bentuk sikap fanatik, diskriminatif, dan kebanggaan yang berlebihan terhadap sesuatu. Jadi, kalau terjadi sesuatu yang buruk pada objek yang disayanginya, seseorang cenderung mengungkapkan kemarahan, kedongkolan, kebencian, dan emosi negatif lainnya.

Sebagai contoh, sewaktu kecil, saya pernah melihat dua orang ibu berkelahi di sekolah lantaran membela anaknya. Pada mulanya si anak berkelahi dengan anak lain karena suatu alasan. Alih-alih melerai dan mendamaikan, ibu dari kedua anak tersebut malah saling menyalahkan dan membela anaknya sendiri.

Kemudian, terjadilah perang mulut yang segera menarik perhatian. Begitu pihak sekolah datang, pertengkaran tersebut dapat diselesaikan dan salah satu ibu yang bertengkar tersebut mengucapkan dengan suara penuh kemarahan bahwa ia akan memindahkan anaknya dari sekolah tersebut, dan demikianlah yang terjadi.

Kedua ibu tersebut jelas mempunyai ikatan emosi yang kuat terhadap anaknya. Walaupun anaknya jelas-jelas sudah membuat kesalahan, ibu tersebut tetap membelanya, dan bahkan menyerang pihak lain yang sudah menyalahkan anaknya.

Hal yang sama juga berlaku dalam sepak bola. Saat wasit membuat putusan yang kurang adil, suporter lawan menyampaikan ejekan yang rasis, para pemain saling berkelahi di lapangan, semua itu dapat memicu hooliganisme. Suporter menjadi defensif dan cenderung melakukan perbuatan anarki apabila suasana betul-betul memanas.

Kesadaran Diri
Hooliganisme sebetulnya dapat diatasi dengan pengendalian diri yang kuat. Jadi, kalau Anda berada dalam situasi yang menegangkan dalam stadion, atau tempat-tempat lainnya, kesadaran diri adalah kunci untuk mengatasi persoalan tersebut. Kita harus tetap berpikiran dingin dalam situasi yang memanas. Kita harus berpikir jernih supaya tidak terseret dalam kerusuhan.

Saya belum pernah mengalami kerusuhan sewaktu menonton sepak bola di stadion, tetapi saya pernah mengalami peristiwa serupa. Pada sore hari, saya pulang kuliah naik metromini. Dalam metromini tersebut terdapat sejumlah penumpang yang kebanyakan ibu-ibu kantoran. Kemudian naiklah sekelompok anak SMA ke dalam metromini sehingga metromini tersebut menjadi lebih padat. Saya berada di kursi belakang, di tengah-tengah anak SMA yang sedang berdiri.

Lalu, di tengah perjalanan, metromini yang saya tumpangi dihadang oleh anak SMA lainnya. Rupanya anak SMA tersebut mempunyai masalah dengan anak SMA di dalam metromini, dan mereka saling membenci.

Sopir metromini membunyikan klakson untuk membubarkan anak-anak tersebut. Namun, yang terjadi justru mengerikan. Anak-anak itu kemudian melempari metromini dengan batu. Saya mendengar suara kaca pecah dan beling-belingnya beramburan di lantai.

Sopir melambatkan kendaraan, tetapi anak SMA di dalam metromini terus berteriak supaya jalan terus. Ibu-ibu menunduk di dekat kursi, dan berteriak dalam kepanikan. Saya pun menunduk mengamankan diri. Saya berusaha tetap tenang. Saya mengendalikan diri saya sebaik mungkin supaya pikiran saya tetap jernih dalam situasi seburuk itu.

Dengan kaca jendela yang hancur, serpihan beling di lantai, dan sisa-sisa batu, metromini terus melaju menjauh dari kerusuhan tersebut. Akhirnya, begitu sampai lampu merah, metromini berhenti dan saya turun menyelamatkan diri.

Saya membayangkan bahwa saya mungkin saja akan mendapat cidera parah kalau saya terbawa emosi dan melawan anak-anak SMA yang menyerang metromini tadi. Mungkin saja sebuah batu menghantam kepala saya sehingga menyebabkan pendarahan yang hebat. Namun, saya mampu mengendalikan emosi saya dan berpikir tenang sehingga bisa lolos dari peristiwa buruk tersebut.

Jadi, kalau anda melihat aksi hooliganisme, seperti kerusuhan atau kekerasan, jangan mencoba meredakannya sendirian. Anda tak akan sanggup menghentikannya. Kerusuhan yang disulut kemarahan akan membuat situasi tidak terkendali, dan Anda bisa saja menjadi korban. Oleh sebab itu, tetaplah tenang dan selamatkan diri anda terlebih dahulu dan meminta bantuan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun