Lalu, di tengah perjalanan, metromini yang saya tumpangi dihadang oleh anak SMA lainnya. Rupanya anak SMA tersebut mempunyai masalah dengan anak SMA di dalam metromini, dan mereka saling membenci.
Sopir metromini membunyikan klakson untuk membubarkan anak-anak tersebut. Namun, yang terjadi justru mengerikan. Anak-anak itu kemudian melempari metromini dengan batu. Saya mendengar suara kaca pecah dan beling-belingnya beramburan di lantai.
Sopir melambatkan kendaraan, tetapi anak SMA di dalam metromini terus berteriak supaya jalan terus. Ibu-ibu menunduk di dekat kursi, dan berteriak dalam kepanikan. Saya pun menunduk mengamankan diri. Saya berusaha tetap tenang. Saya mengendalikan diri saya sebaik mungkin supaya pikiran saya tetap jernih dalam situasi seburuk itu.
Dengan kaca jendela yang hancur, serpihan beling di lantai, dan sisa-sisa batu, metromini terus melaju menjauh dari kerusuhan tersebut. Akhirnya, begitu sampai lampu merah, metromini berhenti dan saya turun menyelamatkan diri.
Saya membayangkan bahwa saya mungkin saja akan mendapat cidera parah kalau saya terbawa emosi dan melawan anak-anak SMA yang menyerang metromini tadi. Mungkin saja sebuah batu menghantam kepala saya sehingga menyebabkan pendarahan yang hebat. Namun, saya mampu mengendalikan emosi saya dan berpikir tenang sehingga bisa lolos dari peristiwa buruk tersebut.
Jadi, kalau anda melihat aksi hooliganisme, seperti kerusuhan atau kekerasan, jangan mencoba meredakannya sendirian. Anda tak akan sanggup menghentikannya. Kerusuhan yang disulut kemarahan akan membuat situasi tidak terkendali, dan Anda bisa saja menjadi korban. Oleh sebab itu, tetaplah tenang dan selamatkan diri anda terlebih dahulu dan meminta bantuan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI