Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggagas Perda Kesehatan Reproduksi Remaja

23 Juli 2016   16:48 Diperbarui: 23 Juli 2016   16:54 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun 2008, saya bersama seorang teman pernah diminta menulis naskah akademik yang akan diajukan sebagai bahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kesehatan Reproduksi (Kespro) Remaja untuk tingkat Lampung. Pengurus Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Lampung meminta saya menyusun naskah akademik itu.

Sejujurnya, saya belum ada pengalaman menulis naskah akademik. Apalagi yang sangat khas berkenaan dengan kesehatan reproduksi remaja. Bisa dibilang, apa yang saya tulis berbilang tahun yang lampau itu masih meraba-raba. Contoh memang ada, namun saya masih kesulitan untuk mendedahkannya dalam bentuk narasi yang sesuai dengan keinginan si empunya hajat.

Singkat cerita, saya meminta izin untuk melakukan hal terbaik yang bisa saya lakukan untuk naskah akademik itu. Kebetulan tema-tema soal keluarga berencana, kesehatan reproduksi sedikit banyak saya ketahui lantaran sering diajak dalam kegiatan yang berkenaan dengan itu.

Saya pun berkomunikasi dengan banyak adik-adik di tingkat SMA untuk bisa mendapat gambaran perihal kesehatan reproduksi itu. Mewawancarai mereka, mencatat apa saja yang penting, dan harapan mereka terhadap sebuah produk hukum yang menjadi payung soal kesehatan reproduksi.

Sayangnya memang di Lampung, belum ada daerah yang memiliki perda soal ini. Hasil penelusuran penulis di internet, ada beberapa daerah yang sudah mempunya regulasi ini, salah satunya Banyuwangi.

Saya baru saja menelepon seorang aktivis PKBI Lampung Dwi Hafsah untuk mendapat gambaran soal perda itu. Dan memang sesuai dengan penuturan Dwi Hafsah, di Lampung memang belum ada. Namun, gagasan untuk itu sedang dipersiapkan. Kata Hafsah, setidaknya pada tahun 2020, minimal ada satu daerah di Lampung yang mempunyai regulasi itu. Sasaran terbesar ada di Ibu Kota Provinsi Lampung, Bandar Lampung.

Perihal kesehatan reproduksi bukannya sama sekali tak diatur dalam produk hukum di tingkat lokal. Jika merujuk pada beberapa perda soal penanganan HIV/AIDS, kata Hafsah, soal ini termasuk item yang diatur. Namun, memang tidak secara spesifik membicarakan kesehatan reproduksi remaja.

Mengapa remaja itu menjadi objek utama dalam pembuatan peraturan hukum? Sebab, kesadaran para remaja terhadap kesehatan reproduksi, kesadaran mereka akan usia matang pernikahan, adalah saham terbesar pembangunan manusia di masa depan. Edukasi yang matang kepada remaja akan membawa dampak mereka memahami dengan baik perihal ini.

Kesehatan reproduksi tentu tidak sebatas pada pengenalan organ-organ yang berfungsi untuk meneruskan keturunan. Namun, lebih dari itu, ada banyak item yang berkelindan di dalamnya, termasuk soal hubungan antara dua insan dalam konteks persahabatan, berpacaran, usia pernikahan, jumlah anak yang dilahirkan, gizi agar proses reproduksi berjalan dengan baik, memelihara organ-organ reproduksi dengan baik, dan sebagainya.

Kenapa Perda Kesehatan Reproduksi ini dianggap penting diwujudkan? Sebab, jika sudah mengejawantah dalam bentuk produk hukum, ihwal kesehatan reproduksi ini akan bisa diukur sejauhmana keberhasilan dalam mengedukasi remaja satu kota atau kabupaten tentang kesehatan reproduksi. Dengan perda juga, kita bisa memasukkan kesehatan reproduksi sebagai salah satu muatan lokal atau mata pelajaran di sekolah. Jika ia sudah masuk ke dalam kurikulum SMP atau SMA, model pengajarannya akan lebih terstruktur, rapi, dan terkoordinasi. Karena masuk kurikulum, ada alat ukur yang jelas untuk menentukan apakah studi kesehatan reproduksi ini berhasil atau belum.

Selama ini, pengenalan soal kesehatan reproduksi, khususnya yang saya ketahui banyak dikerjakan PKBI, terletak pada penerimaan kepala sekolah. Jika kepala sekolah merasa itu penting, ia akan memberikan dukungan penuh agar kesehatan reproduksi masuk dalam bagian pembelajaran. Guru yang secara spesifik akan mengajar juga akan dibekali modul-modul yang pas agar pelajaran ini tidak membosankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun