Kedua, menjaga kedekatan dengan konstituen
Model proprosional terbuka memungkinkan caleg dekat dengan konstituen. Sebab, warga tidak memilih kucing dalam karung. Yang dipilih adalan kucing dalam sangkar yang bagus.Â
Warga akan tahu siapa yang akan dipilih, bagaimana ia punya ide untuk membangun wilayahnya, apa gagasannya untuk kemajuan kota atau kabupatennya, dan lainnya.
Dengan sistem ini, meski rumah caleg mungkin ada di dapil lain, tapi karena masih satu kota atau kabupaten, kedekatan ini akan terjaga. Setakat ini, itulah yang saya jumpai.Â
Banyak caleg yang kemudian jadi, rajin menyambangi konsituennya. Rajin menghadiri kondangan dan hajatan. Juga rajin dalam setiap acara di desa yang menjadi basis atau daerah pemilihannya.
Yang kayak begini, sulit kita temui jika pakai proporsional tertutup. Ya namanya juga sudah zaman kemajuan dan keterbukaan, masak iya mau balik ke tertutup. Badan sih boleh tertutup, tapi ide dan gagasan serta mekanisme pemilu yang mesti transparan alias terbuka.
Ketiga, mengerek suara partai
Karena setiap caleg gigih cari suara, suara partai juga serta merta naik. Mungkin yang pilih partai lebih sedikit ketimbang yang pilih caleg. Kalau itu yang kejadian, ya bagus.Â
Artinya, sistem proporsional terbukanya sukses. Kalau sudah pakai proporsional terbuka masih banyak yang pilih partai ketimbang caleg, entahlah. Sudah dikasih peluang untuk berkompetisi, malahan tidak serius mencari basis massa konstituen.
Keempat, iklim kompetisi politik sehat