Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bijak Gunakan Gawai, Keluarga Berketahanan Bikin Hidup Nyaman dan Menyenangkan

23 Juli 2017   12:33 Diperbarui: 23 Juli 2017   17:17 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya bersama Ambar Rahayu, Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Pusat. | Dokumentasi Pribadi

Seberapa sering kita menggunakan gawai atau gadget ketimbang bercengkerama dengan anggota keluarga di rumah? Mana lebih besar persentase bersenda gurau dengan istri dan anak-anak kala di rumah dengan kebiasaan memegang gawai dan memainkan fitur-fitur di dalamnya?

Pertanyaan ini, jika ditujukan kepada saya, mesti jujur diakui, lebih banyak memegang gawai ketimbang secara riil bersama keluarga meski berada di rumah? Alasannya, buat saya, cukup "kuat". Pekerjaan sebagai jurnalis dan mesti mengecek grup WhatsApp, artikel berita di portal berita yang saya pimpin yakni jejamo.com, serta mengecek surat elektronik. Semua tersedia di gawai Samsung J5 yang sampai dengan sekarang belum lunas itu, hehehe.

Mungkin itu sebuah pembenaran. Jika dipojokkan dengan pertanyaan itu, saya hanya menjawab dengan pelan: ya itu benar. Di rumah, mestinya waktu lebih banyak dimanfaatkan dengan bercanda dengan anggota keluarga.

Kehangatan dalam keluarga akan tercipta saat setiap anggota keluarga mematikan gawai dan berkumpul bersama, bercerita pengalaman hari itu, tertawa bersama, sampai dengan aktivitas fisik layaknya ayah dan ibu kepada anak-anak mereka.

"Gawai, dan media sosial yang tertanam di dalamnya, kadang menjauhkan yang dekat, mendekatkan yang jauh," demikian kata Any Nurhayaty, seorang dosen psikologi Universitas Muhammadiyah Lampung, saat didapuk menjadi pembicara pada Nangkring Kompasiana bertema Hari Keluarga Nasional (Harganas) di Hotel Horison, hari Kamis lalu, 13 Juli 2017.

Any seorang doktor psikologi lulusan UGM. Saat memberikan paparan di depan seratusan peserta kopi darat itu, ia mengutarakan gagasannya secara teratur dan enak didengar. Any juga melengkapi paparannya dengan salindia atau slide yang bagus.


Any bilang, anak muda sekarang kadang berlebihan dalam memanfaatkan gawai dan media sosial. Secara berseloroh ia mengatakan, naik ke anak tangga yang satu kemudian berswafoto atau selfie. Nanti naik anak tangga berikutnya, swafoto lagi. Hadirin pun merepons dengan tertawa renyah, sama renyah dengan kudapan yang sedang mereka nikmati saat mendengar paparan ibu dengan dua anak itu.

Any menuturkan, media sosial sekarang memang merenggut kehangatan di dalam keluarga. Kadang menanyakan anak saja di dalam kamar, seorang ibu mengirim pesan di fitur WhatsApp. Padahal, apa susahnya mengetuk pintu kamar anak dan bertanya, "Nak, sudah makan belum? Kalau belum makan, makanlah dahulu."

Saya jadi teringat kalau temu alumni. Sudahlah susah-susah mencari waktu yang pas untuk bertemu, saat ketemu, setiap orang malah sibuk dengan gawainya masing-masing. Esensi sebuah silaturahmi atau pertemuan menjadi hilang. Maka saat saya dan kawan-kawan sepakat bertemu, yang pertama kami lakukan adalah meletakkan gawai di tengah meja atau setidaknya menahan diri untuk tidak gatal mengoperasikan ponsel pintar itu.

Any menjadi pembicara bersama dua pembicara lainnya. Mereka adalah Ambar Rahayu, Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Pusat, dan Blontank Poer, seorang narablog asal Klaten, yang sering menjadi pembicara perihal teknologi informasi dan komunikasi di banyak acara kopi darat narablog.

Dua pembicara, dosen Universitas Muhammadiyah Lampung Any Nurhayaty dan Ambar Rahayu. | Dokumentasi Pribadi
Dua pembicara, dosen Universitas Muhammadiyah Lampung Any Nurhayaty dan Ambar Rahayu. | Dokumentasi Pribadi
Ambar Rahayu masuk ke lokasi acara. Ia datang usai acara dimulai dan pembicara pertama dan kedua, selesai memberikan pemaparan.

Ambar tergolong supersibuk selama perhelatan Harganas. Ia adalah ketua harian panitia Harganas tingkat nasional. Harganas sendiri tahun ini diadakan di Lampung. Ini adalah momentum istimewa buat Lampung. Pasalnya, acara Harganas pertama kali juga diadakan di provinsi ini pada 29 Juni 1993. Lokasinya pun sama, Way Halim, sebuah daerah di mana dalamnya ada sebuah Pusat Kegiatan Olahraga (PKOR) dan sebuah lapangan sepak bola yang diberi nama Stadion Sumpah Pemuda.

Ambar hadir usai menghadiri pembukaan Kemah Keluarga Indonesia (KKI) yang dibuka secara resmi oleh Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo.

"Maaf, saya terlambat, barusan ikut pembukaan KKI di Way Halim bersama Gubernur Lampung," katanya mengawali pembicaraan.

Ambar menjelaskan dengan gurih dan informatif. Caranya bicara enak didengar. Konten yang ia sampaikan mudah disimak tanpa perlu mengerutkan dahi. Ia sangat piawai memberikan pemaparan. Dari mulai urgensi Harganas, tema Harganas tahun ini, sampai dengan mengulik sedikit soal media sosial yang dikaitkan dengan ikhtiar mewujudkan keluarga berketahanan.

Ambar juga senang acara ini banyak dihadiri duta GenRe atau Generasi Berencana. Ini adalah sebuah entitas yang dibentuk BKKN dari muda-mudi yang diseleksi dan bertugas memberikan informasi soal urgensi keluarga berencana dan keluarga berketahanan.

Saya baru mengetahui kalau Duta GenRe ini punya semboyan "Sekali menjabat, seumur hidup menginspirasi". Keren ya. Saya sangat suka mendengarnya.

Ambar mengatakan, usia perkawinan yang direkomendasikan itu 21 sampai 35 tahun. Itulah usia seorang perempuan matang melahirkan. Usia melahirkan di bawah atau di atas itu berisiko sekali. Ambar bilang, tingkat kematian ibu saat melahirkan cukup tinggi. Dan itu bisa dihindari dengan hamil dan melahirkan pada usia yang dirasa cukup optimal, 21 hingga 35 tahun.

Ambar juga mewanti-wanti remaja agar tidak menikah pada usia dini. Menikah pada usia dini, dan berpeluang melahirkan pada usia itu, juga berisiko.

"Jangan menikah dini, hindarilah menikah dini," ujarnya.

Perihal  perilaku seks pranikah, Ambar juga berpesan sungguh-sungguh. Ia betul-betul serius tatkala bicara soal itu. Kata Ambar, hubungan seks wajib dilakukan usai menikah. Tak ada seks pranikah. Begitu kata Ambar.

Saat menyapa para Duta GenRe, ia senang sekali, seraya meminta mereka mengacungkan jari membentuk angka nol pada ibu jari dan telunjuk serta membebaskan jari tengah, jari manis, dan kelingking tegak lurus.

"Itu salam Duta GenRe," ujarnya.

Peserta Nangkring Kompasiana di Hotel Horison Bandar Lampung. | Dokumentasi Pribadi
Peserta Nangkring Kompasiana di Hotel Horison Bandar Lampung. | Dokumentasi Pribadi
Pada kesempatan lain, para Duta Genre yang hadir membentuk angka dua dari telunjuk dan jari tengah. Jika bagian perut tangan ke arah muka, itu tanda victory atau kemenangan. Namun, angka dua ini arahnya ke si empunya jari. Itu tanda keluarga berencana atau KB. KB adalah kristalisasi program yang dimulai pada masa Presiden Suharto untuk mengatur pertumbuhan penduduk dan mencanangkan "dua anak cukup". Dan BKKBN menjadi institusi pemerintah yang punya tanggung jawab besar perihal KB ini.

Soal Duta Genre, Ambar mengatakan, pilihannya memang kepada mereka yang punya pengetahuan memadai soal keluarga berencana. Ia tak menampik pada awal-awal program ini diluncurkan, masih ada beberapa kandidat yang dilihat sisi enak dilihat. Ya dalam arti, dicari yang ganteng dan cantik.

Walaupun begitu, semakin ke sini, pemilihan Duta GenRe benar-benar ditujukan kepada anak muda yang punya pengetahuan memadai soal keluarga berencana dan bisa menjadi duta sebenarnya. Syukur-syukur dapat yang pintar dan ganteng atau cantik.

"Kami ingin Duta GenRe ini serius. Makanya dibuat semboyan sekali menjabat seumur hidup menginspirasi. Yang paling kami butuhkan adalah mereka yang punya kompetensi tentang keluarga berencana dan punya kemampuan menjadi duta secara riil," kata Ambar.

Ambar melanjutkan paparannya. Harganas kali ini memang fokus perihal keluarga berketahanan. Maka itu, sekian acara dibesut agar misi utama Harganas tahun ini bisa gol. Salah satu acara yang menjadi perhelatan utama Harganas tahun ini di Lampung adalah Kemah Keluarga Indonesia. Kemah ini diikuti 200-an keluarga dari seluruh Indonesia. Mereka kemah dan menjalani beberapa acara yang menyenangkan. Tujuan utamanya adalah setiap anggota keluarga berinteraksi secara hangat. Dan istimewanya, gawai tak boleh dipegang.

"Kita ingin keluarga di Indonesia juga demikian. Kehangatan antaranggota keluarga bisa tercipta. Kemah Keluarga Indonesia ini adalah satu ikhtiar kami mewujudkan keluarga berketahanan," ujarnya.

Kebetulan salah seorang peserta kemah itu adalah kakak tingkat saya sewaktu di SMAN 2 Bandar Lampung. Arief Budiman namanya. Usai kemah, ia mengirim narasi padat mengenai acara itu disertai beberapa foto via WhatsApp.

Arief bilang, banyak manfaat yang diperoleh dari kemah itu. Ia bisa punya waktu banyak bercengkerama bersama keluarga, bermain bersama, dan meningkatkan pemahaman kepada istri dan anak-anaknya. Ia juga mengirim beberapa foto bersama peserta dari provinsi lain.

Perihal media sosial, Ambar juga punya keinginan agar medium itu dimanfaatkan untuk penguatan keluarga, bukan malah menjadi hal yang membuat hubungan dalam keluarga menjadi kaku.

Kadis Kominfo dan Statistik Lampung Achmad Crishna Putra. | Dokumentasi Pribadi
Kadis Kominfo dan Statistik Lampung Achmad Crishna Putra. | Dokumentasi Pribadi
Ia sepakat dengan Any bahwa jangan mau diperbudak dengan gawai dan media sosial. Jangan mau disibukkan oleh gawai dan media sosial dengan melonggarkan hubungan hangat di dalam keluarga.

Ihwal yang ini, Any bahkan punya tips jitu. Kata Any, upayakan selama satu jam di rumah semua anggota keluarga menaruh gawainya, bahkan bila perlu dimatikan. Cukup akses telepon saja yang aktif.

Dengan begitu, komunikasi verbal antaranggota keluarga tercipta dan menjadi hangat. Anak bisa bercerita pengalamannya seharian kepada ayah dan ibunya. Seorang bapak bisa bercerita kesibukannya seharian mencari nafkah. Demikian juga sang ibu.

Kata Any, kita mesti pilih-pilih waktu untuk mengaktifkan gawai. Lanjut Any, jika setiap keluarga memprogramkan satu jam tanpa gawai dan media sosial, keluarga berketahanan insya Allah mengejawantah dalam setiap keluarga Indonesia.

Pembicara lain dalam Nangkring Kompasiana di Bandar Lampung adalah Blontank Poer. Mas Poer, demikian saya menyapanya. Kami sempat mengobrol lama sebelum acara.

Mas Poer banyak mengulas perihal media sosial sebagai ikhtiar merintis jalan menjadi penulis atau narablog. Kata Poer, media sosial mesti dimanfaatkan oleh setiap warga internet untuk memaksimalkan kemampuan menulisnya.

Untuk itu, ia meminta setiap warga internet untuk banyak membaca buku-buku dan artikel yang berkualitas. Dengan demikian, asupan informasi yang didapat akan banyak dan itu menjadi bekal untuk menulis.

Poer juga sempat menyoroti fenomena Afi, seorang bocah perempuan yang sempat diundang ke Istana oleh Presiden Joko Widodo lantaran tulisannya yang ciamik. Ujung-ujung cerita Afi, yang bersangkutan diduga kuat melakukan plagiasi atau menjiplak.

Kata Poer, pada dasarnya Afi memiliki kemauan membaca yang kuat. Diksinya, kata Poer, cukup banyak dan bagus untuk anak seumuran Ani. Sayangnya, ihwal plagiasi menjadikan Afi menjadi bahan obrolan warga internet.

Sama dan sebangun dengan pembicara Any Nurhayaty dan Ambar Rahayu, Poer juga sepakat bahwa media sosial tidak boleh meruntuhkan ikatan batin di antara anggota keluarga. Sebaliknya, gawai dan media sosial mesti merekatkan hubungan antaranggota keluarga sehingga menjadi famili yang kokoh dan berketahanan.

Kesimpulannya, keluarga berketahanan bisa diciptakan dengan menjaga komunikasi yang intensif di antara anggota keluarga. Jika gawai dan media sosial menjadi gulma dalam hubungan antaranggota keluarga, ada baiknya mematikan gawai itu beberapa jam saat semua anggota keluarga berkumpul di rumah. Yakinlah, dengan demikian, keluarga berketahanan akan mengejawantah dalam entitas keluarga Indonesia. Keluarga yang nyaman dan menyenangkan.

Para pemenang live tweet Twitter dan Instagram. | Dokumentasi Pribadi
Para pemenang live tweet Twitter dan Instagram. | Dokumentasi Pribadi
Acara Nangkring Kompasiana ini juga dimeriahkan dengan beberapa acara. Selama acara berlangsung, Kompasiana menggelar live tweet baik lewat video di Instagram dan posting foto di Twitter. Usai acara, diumumkan 6 orang yang beruntung menjadi pemenang. Tiga untuk live picture di Twitter dan 6 orang untuk live video via Instagram. Selamat buat yang menang.

Pada awalnya, Gubernur Lampung dan istri direncanakan hadir. Namun, lantaran mesti membuka Kemah Keluarga Indonesia, Gubernur M Ridho Ficardo urung datang. Alhamdulillah, Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Lampung Achmad Crishna Putra hadir dan membacakan sambutan. Ia juga merepons acara itu dengan baik.

Kata Crishna, media sosial mesti digunakan untuk memperkuat relasi di antara anggota keluarga. Media sosial, ujar dia, mesti dimanfaatkan untuk kebaikan, dan bukannya menyebarluaskan berita bohong. 

Selama acara, panitia juga menghadirkan grup band akustik. Lagu-lagunya enak didengar. Kebanyakan lagu era 90-an dan 2000-an awal. Beberapa peserta juga ikut bernyanyi saat acara rehat. Menyenangkan sekali pokoknya Nangkring Kompasiana di Hotel Horison Bandar Lampung itu. Semoga tahun depan ada lagi acara Kompasiana di Bandar Lampung. Tabik puun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun