Dalam rangka pelaksanaan Sensus Pertanian 2023, masyarakat wajib tahu data yang dikumpulkan petugas sensus sebagai bentuk transparansi kegiatan. Sesuai dengan tujuan dilaksanakan kegiatan, masyarakat harus menjawab pertanyaan petugas sensus guna melengkapi kebutuhan data. Dari siklus kegiatan tersebut, masyarakat perlu menyediakan data yang akurat sebagai tolok ukur statistik pertanian saat ini.Â
Kampanye dan sosialisasi mengenai variabel-variabel pokok yang akan ditanyakan petugas sensus sebagai bentuk memudahkan pengumpulan data menjadi sangat penting.Â
Terlebih variabel-variabel pokok ini merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat produksi pertanian di suatu daerah atau wilayah. Variabel-variabel pokok inilah yang akan menentukan berhasil atau tidaknya sensus pertanian mencatat data secara akurat.
Sensus Pertanian 2023 melalui Badan Pusat Statistik (BPS) menyusun sepuluh variabel pokok yang akan ditanyakan petugas sensus di lapangan. Kesepuluh variabel pokok itu adalah; tujuan utama usaha, kegiatan ekonomi lainnya dari rumah tangga, luas lahan menurut tipe kepemilikan, lahan yang benar-benar diirigasi, penggunaan pupuk menurut jenis, penggunaan pestisida, jumlah ART berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur, usaha pertanian sebagai kegiatan utama, lamanya bekerja, dan lama bekerja berdasarkan jenis kelamin.
Terkait variabel pokok ini, sejak 1963 sebenarnya BPS tiap menyelenggarakan sensus pertanian sepuluh tahun sekali. Informasi yang digali hampir sama mencakup variabel profil rumah tangga petani, kegiatan usaha tani, serta penggunaan dan penguasaan lahan pertanian.Â
Sementara dalam praktik sensus pertanian selama ini, petugas sensus sering bingung mencatat tanah-tanah yang dikuasai secara efektif berdasarkan relasi-relasi penyakapan seperti sewa-menyewa, bagi hasil, pinjam pakai, gadai, dan lain sebagainya.
Sedangkan pemilikan lahan secara legal atau formal lebih sering menjadi sasaran sensus pertanian dibanding penguasaan lahan secara efektif. Padahal, banyak relasi penyakapan yang perlu digali informasinya untuk menelusuri distribusi rumah tangga petani serta penggunaan dan penguasaan lahan pertaniannya hingga tingkat desa.Â
Dengan cara menambahkan variabel antara (Z) tentang relasi penyakapan, menurut saya peran dan tantangan Sensus Pertanian 2023 akan semakin menjawab kebutuhan data pertanian yang lebih akurat.
Perjanjian Bagi HasilÂ
Salah satu variabel yang sering diabaikan dalam sensus pertanian adalah perjanjian bagi hasil. Perjanjian bagi hasil ini merupakan sebuah kesepakatan antara petani penggarap dan pemilik tanah yang memberikan lahannya untuk diolah dalam pembangunan usaha pertanian. Dalam perjanjian bagi hasil, pihak yang memberikan lahan memperoleh bagian dari hasil produksi pertanian sebagai imbalan dari lahan pertanian yang diberikan.
Namun, seringkali perjanjian bagi hasil ini diabaikan dalam sensus pertanian karena sulitnya mengumpulkan data mengenai perjanjian bagi hasil. Petani mungkin tidak terlalu memperhatikan perjanjian yang telah dibuat, sementara pihak yang memberikan lahan pertanian mungkin tidak terlibat langsung dalam kegiatan pertanian.
Sampai sekarang data perjanjian bagi hasil belum tersedia secara memadai. Salah satu penyebabnya adalah pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia belum tuntas, meskipun pemerintah dalam beberapa tahun terakhir telah mengakselerasi proses ini secara masif. Tetapi data perjanjian bagi hasil masih diragukan aksesibiltas datanya sesuai ketentuan UU No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
Terkait kebutuhan data ini, tantangan Sensus Pertanian 2023 juga harus menyasar bentuk-bentuk relasi penyakapan yang tidak adil, seperti diamanatkan UU No. 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil. Dengan cara ini, maka data penguasaan efektif dan penguasaan formal atas lahan pertanian dapat dihimpun dan dipadukan secara lengkap dan baik.
Penting untuk memperhatikan variabel perjanjian bagi hasil dalam sensus pertanian karena hal ini dapat memberikan gambaran yang lengkap mengenai potensi produksi pertanian suatu daerah. Jika perjanjian bagi hasil diabaikan, maka data produksi pertanian yang diperoleh akan kurang akurat.
Selain itu, perjanjian bagi hasil juga dapat menjadi indikator mengenai kesejahteraan petani. Jika terdapat banyak perjanjian bagi hasil di suatu daerah, maka hal ini menunjukkan bahwa petani di daerah tersebut telah mendapatkan lahan pertanian yang cukup untuk meningkatkan produksi pertaniannya.
Pengumpulan data mengenai perjanjian bagi hasil juga dapat membantu pemerintah dalam menentukan kebijakan pertanian yang lebih efektif. Data ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan jenis bantuan dan dukungan finansial yang dibutuhkan oleh para petani penggarap.
Data perjanjian bagi hasil juga dapat membantu dalam meningkatkan transparansi kegiatan pertanian. Dengan memperhatikan perjanjian bagi hasil, pemerintah dan masyarakat dapat memastikan bahwa produksi pertanian dilakukan secara adil dan berkelanjutan. Oleh karena itu, pengumpulan data perjanjian bagi hasil menjadi bagian yang penting dalam sensus pertanian.
Para petani penggarap dan pihak yang memberikan lahan harus dapat bekerja sama untuk memastikan data yang akurat mengenai produksi pertanian dapat dikumpulkan.Â
Dengan memperhatikan variabel perjanjian bagi hasil, maka sensus pertanian dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai kondisi pertanian suatu daerah. Hal ini dapat meningkatkan produksi pertanian, kesejahteraan petani, serta transparansi kegiatan pertanian.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI