Mohon tunggu...
ADE SETIAWAN
ADE SETIAWAN Mohon Tunggu... Kepala Puskeswan Pandeglang

All is Well

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Quality Time di Curug Tomo: Menyatu dengan Alam, Menguatkan Kebersamaan Keluarga

14 September 2025   09:14 Diperbarui: 14 September 2025   09:30 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahagia itu bisa ditemukan di mana saja (Foto: Dokumentasi Pribadi)***

Oh, ya, perjalanan menuju curug bisa ditempuh dengan mobil hingga Desa Ramea, lalu dilanjutkan berjalan kaki sejauh 1,5 kilometer. Bagi sebagian orang, jalur ini menantang, namun bagi kami justru di situlah letak keindahannya, dimulai dari berjalan bersama, melewati perkampungan, hingga berkesempatan menyapa warga yang ramah sepanjang perjalanan.

Sepanjang jalan, pemandangan khas pedesaan dan pegunungan terbentang luas, hamparan sawah yang menghijau, pohon-pohon besar menaungi jalan, parit kecil dengan air jernih, dan aroma tanah basah yang masih tercium lantaran selepas hujan semalam.

Sesekali kami berpapasan dengan warga setempat, ada yang memanggul kayu bakar, membawa hasil kebun, memandu kerbau, atau sekadar berjalan santai sambil menyapa. Sederhana saja, "Bade ka mana, Pak?" diiringi senyum tulus, membuat langkah kami terasa ringan.

Di sepanjang perjalanan menuju lokasi air terjun nampaknya sekarang jalan kampung sebagian sudah beraspal, sebagian lagi dipasang paving blok, cukup nyaman dilalui meski naik turun.

Si bungsu dan ibunya, sepanjang jalan nampak terlihat begitu riang. Sesekali sang anak berlari di depan sambil menunjuk bukit atau kebun yang menarik perhatian. Ditambah lagi, suara ayam berkokok dari pekarangan rumah, tawa anak-anak desa yang berlari tanpa alas kaki, dan pemandangan petani membajak sawah menambah rasa syukur dalam hati.

Akhirnya kami tiba di Curug Tomo tepatnya di Kampung Cikupa, yang oleh warga setempat lebih akrab disebut "Curug Tomo Leuwi Bumi". Dari jarak yang tak terlalu jauh, suara gemericik air terdengar samar, bertanda bahwa air terjun sebentar lagi menyapa.

Menikmati Air Terjun, Panggung Bahagia Keluarga


Begitu sampai, pemandangan yang terbentang seolah menuntaskan rasa penasaran. Air terjun menjatuhkan diri dari tebing berundak yang tidak terlalu tinggi, menabrak bebatuan, lalu mengalir membentuk kolam alami yang jernih. Udara terasa dingin, lembap, dan segar. Pepohonan rimbun di sekitarnya membuat suasana seolah terputus dari dunia luar.

Si bungsu langsung berlari ke tepian air, menceburkan diri dengan tawa riang. Saya dan istri duduk sejenak di batu besar, mengamati sang anak sambil menarik napas panjang. Ada rasa lega melihat si bungsu begitu bahagia, seakan seluruh perjalanan panjang lunas terbayar hanya dengan melihat tawa itu.

Tak lama kemudian, kami ikut bergabung. Airnya begitu dingin, tapi menyegarkan. Kami bermain ciprat-cipratan, mencoba berdiri di bawah derasnya guyuran air terjun, bahkan sekadar berbaring di bebatuan menikmati langit biru di sela dedaunan. Kamera ponsel beberapa kali kami gunakan, namun lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk benar-benar menikmati suasana.

Dari pantauan di lokasi, rupanya ada yang berbeda dari curug ini. Kali ini suasananya jauh lebih tenang dibandingkan kunjungan empat tahun lalu. Dulu, curug ramai pengunjung, penuh pedagang, dan riuh suara manusia. Kini, hanya ada beberapa keluarga lain. Justru sepinya membuat kami lebih leluasa menikmati alam. Seolah-olah Curug Tomo hanya milik kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun