Beberapa bulan terakhir ini, hampir fase-fase hidup yang saya lewati senada dengan apa yang saya pikirkan. Sementara ini saya sebutkan “Keajaiban” dulu ya — “Keajaiban” tersebut pasalnya hadir berulang-ulang kala saya mulai menyadari esensi bercakap dengan Tuhan. Syak wasangka mengatakan bahwa ini adalah kebetulan. Namun, apakah kebetulan dapat terjadi berulang-ulang? apakah kebetulan datang sesuai kemauan saya?. Jika ini kebetulan, seharusnya skenario deJavu hanya terjadi satu kali persis seperti keinginan saya. Sebab, bilamana semuanya dapat dikabulkan bak lampu ajaib sang tuan putri Jasmin. Sudah barang tentu tiada nyawa yang berikhtiar.
Sejenak merenungi seolah menjawab konflik batin yang tiada habisnya. Satu sudut meyakinkan “ya”, satu sudut meragukan, dan yang lain lantang meneriaki “tidak”. Ada sebab pasti ada akibat, ada pertanyaan pasti ada jawaban. Intuisi diri perlahan merengkuh setiap pertanyaan dilematis. Mengingat beberapa minggu terakhir ini, waktu yang ada saya maksimalkan untuk memenuhi me-time dan menyelesaikan daftar tunggu.
Hasrat ingin tahu mulai mengudara, kala salah satu video motivasi muncul di kanal media sosial. Entah disebut petunjuk, hidayah, atau inayah. Sekali lagi Sang Pencipta seperti mengepakan sayap “keajaibanNya”. Kabut kegamangan perlahan berurai. Semesta seolah menggerakkan jawaban atas tanya-tanya dalam benak.
Sedikit keliru nampaknya bila dinyatakan sebagai kebetulan. Pena-Nya telah mengoreskan setiap takdir hidup yang manusia lampaui. Jelas pula dinyatakan dalam ayatNya
Tidak ada sehelai daun pun yang gugur tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauful Mahfuzh) (Al-An’am:59).
Paparan-paparan di luar nalar sedikit menggiring saya dalam masa pencerahan. Namun, tidak berpuas diri tanpa dukungan dogma ilmiah. Saya pun rehat dalam fase penjelajahan ini. Sedikit berkeras hati melakukan sebuah pembenaran dengan data yang dianggap rasional. Hari bergulir silih berganti, tak lama kemudian di siang itu, mampir sebuah video pada laman salah satu kanal media sosial. Video tersebut memaparkan korelasi antara pikiran dan perasaan yang menghasilkan hukum proyeksi dan hukum tarik menarik.
Pembicara dalam kajian video neuro parenting kali ini adalah dr.Aisha Dahlan, CHt. Kajian tersebut dikemas dengan penjelasan-penjelasan rasional serta ilmiah. Sehingga cukup menggugah rasa ingin tahu dan melunturkan sangsi saya dalam nalar. Sekilas biografi, beliau merupakan seorang psikolog khususnya dalam penanganan pecandu narkoba. Wanita kelahiran Jakarta ini juga merupakan ahli neurosains. Neuro sains yaitu ilmu yang mempelajari sistem saraf atau sistem neuron. Salah satu fungsi dari ilmu ini adalah menjelaskan perilaku manusia dari sudut pandang aktivitas yang terjadi dalam otak. Banyak sedikitnya narasi ini disadur oleh video beliau. Kajian akan memaparkan korelasi antara pikiran dan perasaan dengan alam semesta. Semoga simpulan ini dapat membantu sedikit pencerahan, wawasan, dan juga sebagai pengingat diri.
Pada hakikatnya tubuh manusia terdiri dari badan seluler dan badan bioplasmik. Badan seluler merupakan badan inti manusia. Sedangkan badan bioplasmik merupakan badan yang terbentuk dari kekuatan vibrasi yang keluar dari gelombang elektromagnetik jantung. Kecepatan gelombang dalam jantung sendiri, yaitu 5.000 kali dari gelombang otak. Lapisan tubuh meliputi molekul, atom, partikel sub atom, dan vibrasi quanta. Gelombang energi dalam badan bioplasmik terdapat pada lapisan manusia yang paling halus atau muncul dari pembuluh meridian (subkutis di bawah kulit). Adapun fungsinya adalah untuk menyampaikan pesan-pesan yang manusia ucapkan, pikirkan, dan rasakan ke alam semesta. Seluruh tubuh akan mengirimkan vibrasi mengenai pesan-pesan tersebut.
Dapat dinyatakan bahwa nasib baik merupakan hasil pikiran dan perasaan yang juga baik. Sukses dan baiknya masing-masing tergantung pada hasil dari konsep hidup yang mereka ciptakan. Manusia senantiasa dianjurkan untuk bersikap optimis dan berharap sesuatu yang baik. Harapan akan menjadi daya tarik kuat yang memengaruhi akal dan qalbu. Sebab, hidup dan nasib merupakan realita sekunder dari realita primer (akal dan qalbu).
Urgensi untuk memaksimalkan pikiran dan perasaan positif dari asupan yang diterima. Sebab, bahwasanya penelitian mengatakan dalam satu hari sebanyak dua juta informasi per detik masuk dalam akal dan qalbu. Baik itu secara visual, auditori, atau melalui badan kinestetik secara sengaja maupun tidak sengaja. Daya saring segala informasi yang masuk diharapkan aktif-positif. Sehingga akan bersandar pada prasangka baik dan nasib baik.
Lalu jika ada musibah atau nasib buruk menimpa seseorang, hal utama yang segera dilakukan adalah memperbaiki pikiran dan perasaannya. Sebab, apa yang diucapkan, dirasakan, dan dipikirkan akan dihantarkan ke otak melalui sistem syarat dan disampaikan ke qalbu. Qalbu akan mendorong dan membawa pesan tersebut ke alam semesta.
Memohon kepada Sang Pencipta agar, dapat selalu berikhtiar untuk berprasangka baik. Adapun dampak prasangka baik untuk diri sendiri adalah dapat dengan mudah bersyukur, selalu memandang positif, mengenal hakikat, dan mengundang keberuntungan untuk diri sendiri. Sedangkan dampak terhadap lingkungan sosial, yaitu saling percaya, saling mendukung, saling kerja sama, terbuka, dan menghasilkan penampilan baik.
Sering sekali manusia masih merasa kesal, meski sudah berikhtiar untuk sangka baik. Hal ini tentu wajar mengingat dalam otak manusia mengenal emosi. Gelombang emosi memiliki skala dari yang paling rendah, yaitu emosi-emosi negatif hingga gelombang emosi dengan skala yang paling tinggi adalah emosi-emosi positif. Sang Pencipta telah merancang sedemikian rupa supaya tidak memberikan kerugian kepada manusia. Tujuan dari itu adalah agar, pesan tidak langsung masuk ke qalbu dan mencegah terjadinya dampak buruk. Bayangkan jika emosi negatif memiliki kadar gelombang paling tinggi lalu pesan-pesan langsung sampai pada qalbu. Mau tidak mau akan terdorong ke badan bioplasmik menuju alam semesta.
Sabar agar, diri mampu menahan dan menawarkan emosi. Cara ini disebut sebagai release. Tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Tahapan release antara lain dapat dilakukan dengan allowing (melalui tarik nafas atau sebagai muslim melafalkan kalimat thayyibah), direct question (bertanya langsung pada diri sendiri. Bisakah saya mengakhiri emosi ini?Maukah saya mengakhiri segera?Kapankah waktunya?), diving in (merenungi dan menyelami emosi setiap peristiwa). Emosi sendiri juga akan memengaruhi pikiran (thinking) dan perasaan (feeling). Positive feeling dan positive thinking merupakan perasaan dan pikiran tentang gejala sesuatu yang diinginkan dan disukai.
Mulai dari sekarang kendalikan pikiran anda, ikhtiarkan untuk menghilangkan su’udzon. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah memaksakan diri untuk berbaik sangka dan tinggalkan persepsi negatif, gibah, ataupun gosip. Senantiasa mengganti kata yang bernada negatif menjadi positif, misalkan; lemah menjadi belum/kurang mampu. Kata-kata adalah doa serta mampu memengaruhi pikiran dan perasaan.
Meski terkadang pikiran/perasaan positif dan negatif datang bersamaan. Manusia diharapkan sadar dan senantiasa berikhtiar mengenali pikiran positif, pikiran negatif, perasaan positif, dan perasaan negatif. Sehingga akan menarik hal-hal serupa yang berada di alam semesta (Law of Attraction). Law of Attraction adalah suatu keadaan saat anda berperasaan dan berpikiran tentang sesuatu, maka energi perasaan dan pikiran akan mencari dan mencocokkan.
Manusia adalah magnet, dan setiap detail peristiwa yang dialaminya datang atas daya tarik (undangan)nya sendiri (Elizabeth Towne, 1906).
Mulai dari sekarang, ikrar dan ikhtiarkan untuk selalu berucap, berpikir, dan berperasaan hanya yang baik-baik saja. Perbaiki dan mohonkan pada Sang Pencipta agar, semesta mendukung memberikan nasib baik kepada anda. Jadi, masih tertarik berprasangka buruk?
Semoga Nasib Baik selalu mengelilingi rekan-rekan sekalian.
Salam,
@adelyanovi
Referensi: