Mohon tunggu...
Aksara Adeera
Aksara Adeera Mohon Tunggu... Administrasi - Admin

Author newbie

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah untuk Aksara

20 September 2023   10:56 Diperbarui: 20 September 2023   10:57 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Bunda, anterin Aksa ke pasar, ya?" pinta  Aksara saat aku menjemputnya sekolah. 

"Mau ngapain, Sayang?" 

"Aksa ingin membeli Ayah, Bun. Semua  temanku memiliki ayah, hanya aku yang tidak  memilikinya," ucapnya polos. Mata bocah empat  tahun itu tampak berbinar. 

Kuraih jemari mungil bocah itu. Air mata  mulai luruh dari sudut matanya. Hati ini tersayat mendengar ucapannya. Ketika usianya menginjak empat tahun, Aksara harus menerima kehampaan  dalam lingkup keluarga. Sosok ayah yang selama ini  dia rindu, mustahil untuk kembali. 

"Aksa punya Ayah, kok. Ayahmu bekerja di  tempat jauh, Nak." Aku berusaha memberi tahu, kuharap ia mengerti. 

Bocah itu mengangguk pelan. Seulas  lengkung bulan sabit tersungging di poros bibirnya.  Setitik harap terpancar dari matanya. Lekas kupeluk  bocah itu, lalu mengecup puncak kepalanya pelan. 

Setelah memasang helm, aku memberi  isyarat agar Aksara duduk di jok belakang. Setelah  itu, men-starter motor yang kupinjam dari Pak  Samad---pemilik kos---pagi ini. Sepanjang perjalanan, aku teringat tentang Mas Tegar, suami yang tega meninggalkanku. 

Sepeninggal lelaki itu, aku menjadi orang tua  tunggal. Tidak mudah memang sebab diriku harus  merangkap jadi figur ayah. Bocah itu harus  membiasakan diri tanpa ayah.

Sepenggal kenangan masa lalu tetiba  berputar jelas. Kala itu, usia Aksara menginjak 15  bulan. Mas Tegar sedikit jengkel lantaran Aksara berbeda dari bayi seusianya. 

"Anak seusianya sudah bisa berjalan,  seharusnya Aksa juga begitu. Paling tidak, dia harus  bisa bicara!" Lelaki itu berucap sambil berkacak  pinggang. Matanya menatap nyalang ke arah bayi  dalam gendonganku. 

"Sabar, Mas. Pertumbuhan anak sudah ada  porsinya, kok." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun