Mohon tunggu...
Achmad Zakky Raharjo
Achmad Zakky Raharjo Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seorang mahasiswa Manajemen Keuangan Negara yang tertarik pada bidang perpajakan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Satu Nomor untuk Semua: Efektifkah Integrasi NPWP ke NIK

12 Februari 2025   23:15 Diperbarui: 12 Februari 2025   23:15 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Ditjen Pajak RI / Infografis

Pendahuluan

Pemerintah Indonesia terus berusaha meningkatkan efektivitas dalam administrasi perpajakan. Seiring dengan perkembangan digitalisasi sistem administrasi di Indonesia, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah memberlakukan kebijakan pemadanan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ke Nomor Induk Kependudukan (NIK). Kebijakan ini dilakukan untuk mempermudah sistem administrasi perpajakan dan harapannya akan meningkatkan kepatuhan pajak di masyarakat. 

Dengan kebijakan ini, masyarakat tidak perlu lagi memiliki dua nomor identifikasi  yang berbeda untuk keperluan perpajakan dan kependudukan. Namun, sejauh mana efektivitas integrasi ini dalam meningkatkan kepatuhan pajak dan memudahkan administrasi perpajakan? Apakah kebijakan ini benar-benar akan meringankan masyarakat, atau justru malah menambah tantangan baru?

Efisiensi Administrasi dan Kemudahan Wajib Pajak

Tujuan dari penggabungan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ke dalam Nomor Induk Kependudukan (NIK) adalah untuk memperbaiki pelayanan kepatuhan Wajib Pajak serta mempermudah mereka dalam urusan administrasi pajak melalui Sistem Single Identity Number (SIN). Dengan satu nomor yang digunakan untuk berbagai keperluan, masyarakat tidak perlu lagi mengurus NPWP secara terpisah. Ini tentu menjadi langkah yang memudahkan, terutama bagi Wajib Pajak perorangan yang sebelumnya harus melalui prosedur pendaftaran NPWP secara manual.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022, terdapat tiga format baru Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang berlaku. Pertama Wajib Pajak individu yang merupakan penduduk akan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Kedua, untuk Wajib Pajak Badan Luar Negeri, Badan, dan Badan Pemerintah, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan berbentuk 16 digit. Ketiga, Wajib Pajak cabang akan diberikan Nomor Induk Lokasi Usaha.

Integrasi ini memungkinkan otoritas pajak agar lebih mudah dalam mengidentifikasi Wajib Pajak. Dengan data kependudukan yang sudah terintegrasi, pemerintah dapat lebih efektif dalam menjangkau individu yang sebelumnya belum terdaftar sebagai Wajib Pajak. Hal ini berpotensi meningkatkan kepatuhan pajak dan memperluas basis perpajakan nasional. Di sisi lain, kebijakan ini juga berpotensi meningkatkan transparansi dalam sistem perpajakan, informasi yang diperoleh menjadi lebih terverifikasi dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga meminimalkan risiko manipulasi atau penyalahgunaan data perpajakan.

Tantangan dalam Implementasi

Meskipun tampak menjanjikan, kebijakan ini tidak lepas dari tantangan. Salah satu yang menjadi perhatian utama kesiapan infrastruktur teknologi dalam mengelola data perpajakan yang semakin kompleks. Dengan jumlah wajib pajak yang besar, sistem perpajakan harus mampu mengakomodasi integrasi data tanpa mengalami gangguan atau kebocoran informasi. Keamanan siber juga menjadi perhatian penting, mengingat data perpajakan merupakan informasi sensitif yang akan sangat berbahaya jika jatuh ke tangan yang salah.

Ketua Komisi Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Siddhi Widyaprathama mengungkapkan tantangan implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di tahun 2024. Dia mengatakan, permasalahannya terletak pada perbedaan penulisan, salah satunya adalah perbedaan penulisan alamat. Menurutnya, masyarakat Indonesia sangat kreatif. Pasalnya, terdapat tiga versi penulisan "jalan". Perbedaan tersebut dapat menjadi tantangan pemadanan NPWP dan NIK untuk diintegrasikan pada kedua data tersebut, yang dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah tersendiri.

Edukasi kepada masyarakat mengenai kebijakan ini menjadi poin yang sangat penting. Banyak Wajib Pajak yang mungkin belum memahami sepenuhnya bagaimana integrasi ini akan mempengaruhi kewajiban mereka. Pemerintah perlu memastikan bahwa sosialisasi dilaksanakan dengan baik agar masyarakat tidak merasa kebingungan atau mengalami kesulitan dalam proses perpajakan mereka. Program edukasi ini harus mencakup semua lapisan masyarakat, termasuk para pelaku UMKM, pekerja lepas, dan pekerja sektor informal yang mungkin belum terbiasa dengan sistem perpajakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun