Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pendidikan Semakin Terdistorsi, Muatan Lokal Keagamaan di Kota Santri Patut Dicermati

16 September 2019   23:52 Diperbarui: 18 September 2019   18:44 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: KOMPAS.com/YOHANES KURNIA IRAWAN

Siapa tidak kenal kota Jombang? Kabupaten yang dijuluki sebagai Kota Santri, kini terus berbenah. Visi Bupati Mundjidah Wahab yang baru dilantik cukup mantab: Jombang Berkarakter dan Berdaya Saing.

Untuk merealisasikan visi tersebut, baru-baru ini dikeluarkan Peraturan Bupati Jombang Nomor 41 Tahun 2019. Peraturan Bupati Jombang tentang Kurikutum Muatan Lokal Keagamaan dan Pendidikan Diniyah pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama.

Ada optimisme, meski juga menyisakan sejumlah catatan yang patut diperhatikan.

Persoalan laten khas pendidikan Indonesia adalah beban pelajaran yang padat dan beragam. Saya pernah mengungkapkan hal ini dalam Sekolah Bukan "Pegadaian" yang Serba Bisa Menyelesaikan Masalah.

Pemerintah dan stakeholder pendidikan begitu mencemaskan nasib masa depan para pelajar. Mereka ingin memberikan bekal yang paripurna. Namun, bekal dasar mengarungi masa depan luput tidak diajarkan.

Kedaluarsa
Mari berpikir ulang. Produk gagasan muatan lokal dan pendidikan diniyah untuk sekolah formal di Jombang sesungguhnya "kedaluarsa". Akan berbeda bila produk tersebut diterapkan di awal tahun 2000-an.

Saat itu, masyarakat benar-benar kesengsem oleh label sekolah full day, sekolah terpadu, sekolah unggulan, bahkan oleh sekolah yang baru lahir berlabel Islam.

Di tengah miskinnya inovasi pendidikan di tingkat sekolah dasar negeri, serta seiring dengan tumbuhnya keluarga muda yang mapan secara ekonomi, sekolah berlabel "hebat" pun laris manis.

Berapapun biaya yang harus dibayar, tidak jadi soal. Belajar di sekolah hingga sore hari menjadi pilihan yang menarik bagi ayah dan ibu yang bekerja di luar rumah.

Sekolah menjadi super hero yang mengatasi semua kebutuhan siswa. Mulai kebutuhan akademik, pembentukan perilaku, hingga urusan keimanan, ibadah dan kemampuan membaca Al-Quran.

Orangtua tinggal tahu beres. Sekolah menjadi tumpuan dan harapan yang utama bagi masa depan anak.

Seiring waktu berjalan, produk jualan sekolah hebat mengalami titik jenuh. Tidak mau kehilangan pasar, upaya mem-branding sekolah terus digencarkan. Salah satunya adalah tahfidz atau menghafal Al-Qur'an menjadi program unggulan.

Hingga kini, yang tersisa dari sekolah hebat adalah sekolah dengan biaya mahal. Sekolah mahal identik dengan sekolah berkualitas. Sedangkan sekolah murah atau gratis adalah sekolah tidak berkualitas. Pendidikan mengalami distorsi yang hebat.

Cukup disayangkan apabila latar belakang  mengikuti jejak sekolah berbiaya mahal, dengan seabrek muatan lokal, berada di balik pemikiran disahkannya Peraturan Bupati Jombang.

Pertanyaan pun bermunculan. Visi Jombang berdaya saing, mengapa tidak diwujudkan melalui peningkatan kompetensi guru? Apalagi di era otonomi daerah, kualitas guru tidak lagi terbatas tanggung jawab pemerintah pusat.

Pemerintah kabupaten dan kota berwenang mengelola sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP).

Mengapa wewenang ini tidak dioptimalkan untuk menyediakan pendidikan berkualitas bagi masyarakat, termasuk dengan mendorong ketersediaan tenaga guru yang berkualitas?

Mengapa pembuat kebijakan pendidikan selalu mencemaskan akhlak dan perilaku peserta didik, tapi sembrono bahkan abai terhadap kemampuan berpikir logis yang menjadi fondasi bagi manusia berkarakter dan berdaya saing?

Urusan Perut
Kita harus kembali menelan ludah. Persoalan pendidikan belum beranjak dari "urusan perut" dan kesejahteraan guru.

Temua tim peneliti Research in Improving System of Education (RISE) Indonesia memperlihatkan masih rendahnya terobosan dan inisiatif yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten dan kota dalam meningkatkan kualitas guru.

Kebijakan atau program reformasi guru yang tersebar di 43 kabupaten dan kota, 63% berbentuk tunjangan daerah untuk guru. Sekitar 27 % disalurkan berdasarkan kinerja guru atau kriteria tertentu. Sedangkan 35% diberikan tanpa kriteria sama sekali.

Adapun kebijakan pemerintah daerah yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas guru melalui perbaikan kemampuan mengajar dan pengetahuan mereka hanya sekitar 9%.

Peningkatan kesejahteraan tidak otomatis meningkatkan kualitas kompetensi guru. Bisa dipastikan, kualitas belajar siswa setali tiga uang dengan kompetensi guru mereka.

Kurikulum Muatan Lokal Keagamaan dan Pendidikan Diniyah pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Jombang, semoga tidak menjadi formalisme pendidikan. Dan  hasilnya gak ngalor gak ngidul. 

Saya tetap optimis. Jombang adalah Kota Beriman. Tidak percaya? Beriman itu Bersih, Indah dan Nyaman.

Soal "beriman" dalam pengertian makna yang sebenarnya, wallaahu'alam saja.[]
Jagalan 160919

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun