Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tidak "Mengecewakan" Tuhan Setelah Beridul Fitri

5 Juni 2019   01:55 Diperbarui: 5 Juni 2019   02:08 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terasa ada yang menggelayut di hati. Detik-detik menjelang buka puasa di akhir bulan Ramadhan dirasakan kawan saya dengan hati teriris. Ia mengalami romantisme kecengengan ketika perasaannya tiba-tiba disergap oleh rasa bersalah.

Perasaan itu awalnya sepele: mengapa setiap mendengar takbir di malam Idul Fitri wajah orang yang dicintai hadir melayang-layang di depan matanya. Orang-orang itu bisa siapa saja: Bapaknya, Ibunya, guru-gurunya, sahabatnya, wajah sesama orang kecil yang mengisi hari kawan saya dengan tawa dan ajaran sikap hidup yang bijaksana.

Kepada mereka semua kawan saya menumpahkan cinta seutuhnya. Ia tidak bisa untuk tidak mencintai siapa saja lengkap dengan dinamika dan dialektika kasih sayang yang terus dijaga keseimbangannya.

Allahu Akbar...

Kawan saya terbata-bata mengeja kalimat Takbir. Yang Akbar adalah Allah, hanya Allah, selalu Allah dan selamanya milik Allah. Manusia---dan pasti diri kawan saya juga---adalah setitik debu di tengah maha luas semesta raya.

Kawan saya tidak ingin larut dalam situasi cengeng. Bukankah malam ini setiap orang berbahagia? Mereka berbondong-bondong memadati toko busana dan pusat perbelanjaan. Kendaraan berjubel-jubel di jalan raya. Tidak sedikit yang menumpahkan kelegaan karena terbebas dari "bulan penjara".

Allahu Akbar...

Silakan meneriakkan Takbir sekencang-kencangnya---boleh dengan tangan mengepal ke udara---tapi tidak untuk mengecilkan sesama. Tidak untuk meremehkan orang lain. Tidak untuk menakut-menakuti yang bukan satu barisan denganmu. Tidak supaya engkau dianggap besar, kuat, kuasa. Sementara saudaramu yang lain njepiping ketakutan dan merasa dirinya kecil, remeh dan tersisih.

Allahu Akbar...

Gelombang Takbir bergetar-getar di hatimu. Lalu temukan akar kesadaran bahwa engkau boleh bersikap takabur, gumede, merasa besar tapi tidak kepada siapapun kecuali untuk dirimu sendiri. Membesari persoalan yang mengepungmu. Mentakaburi nafsu egoismemu sendiri. Engkau lebih besar dari persoalan hidupmu. Engkau menjadi raja dan berkuasa atas mekanisme pengendalian dirimu sendiri.

Allahu Akbar...

Temukan juga kebesaran Tuhanmu dalam setiap detik detak jantungmu, kembang kempis paru-parumu, aliran darahmu, disiplin pertumbuhan rambut, kuku, gigi, alis, keserasian panjang tangan dan kakimu, kemesraan kedip matamu. 

Atas semua mekanisme itu tidak pernah satu detik pun oleh Tuhan engkau diperintah untuk mengatur gerak pertumbuhannya. Menata distribusi aliran darahnya. Membagi jatah suplai vitamin dan energi. Engkau hanya tahu jadi dan terima beres.

Allahu Akbar...

Atas semua anugerah kenikmatan yang tertanam secara laten dalam dirimu, atas bekerjanya mekanisme sunnatullah yang mengiringi nafas hidupmu, sudahkah engkau meminta maaf kepada jantung, paru-paru, darah, daging, kulit atas ketidakseimbangan yang engkau perlakukan kepada mereka?

Sudahkah engkau menyampaikan maaf kepada lidah, tenggorokan, perut, lambung, usus, ginjal atas kecerobohan menumpuk kolesterol demi menuruti nafsu makan enak yang mengakibatkan  kinerja jantung dan onderdil lainnya dalam badanmu terganggu?

Allahu Akbar...

Betapa rumit sekadar untuk meminta maaf. Betapa banyak pihak dan makhluk ciptaan Tuhan yang tersakiti hatinya akibat ketidakseimbanganmu menjalani dan mengelola hidup. Belum lagi disebut kesalahan kepada tanah, udara, air, api, sungai, hutan, laut, langit, batu. Kezaliman ini bertumpuk-tumpuk tak terhitung banyaknya.

Semua dosa kesalahan itu larut di samudera ampunan-Nya. Tanggal di kebesaran Kasih Sayang-Nya. Namun, Tuhan mungkin akan "kecewa" kalau usai Idul Fitri engkau masih melanjutkan penindasan, pembodohan, penghinaan kepada martabat dan harga diri manusia, dalam skala kecil ataupun besar, personal maupun sistemik.

Aku berlindung dan memohon ampun kepada Allah Swt. Jangan sampai aku merasa hebat, jumawa, takabur di hadapan makhluk-Mu demi mempertahankan sikap lalim seraya mengatasnamakan kebenaran yang Engkau pinjamkan kepadaku, bisik kawan saya dalam doa di tengah malam.

Allahu Akbar... []

Jagalan, 1 Syawal 1440 H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun