Mohon tunggu...
Achmad Humaidy
Achmad Humaidy Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger -- Challenger -- Entertainer

#BloggerEksis My Instagram: @me_eksis My Twitter: @me_idy My Blog: https://www.blogger-eksis.my.id

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Posesif" Mengenal Cinta dari Garis Keras Impresif

30 November 2017   10:56 Diperbarui: 30 November 2017   10:59 2392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yudhis akan selalu menjadi kekasih yang selalu ada di dekat Lala. Ayah Lala akan selalu berusaha mewujudkan impian masa depan Lala yang bisa menjadi atlet seperti sosok ibunya yang sudah tiada. Sementara sahabat Lala akan menjadi pengingat kejadian-kejadian penuh tekanan yang akan atau sudah dialami Lala karena semua terasa menyesakkan bagi semua pihak yang begitu posesif.

Gelora keras perasaan Yudhis menjadi konstelasi antara rasa sayang dan rasa takut yang berlebihan. Ketidakseimbangan emosi Yudhis memberi impresi terhadap Lala akan ketakutannya menghadapi gejolak-gejolak yang timbul saat masa berpacaran. Yudhis bisa dengan mudah menunjukkan kemarahannya secara kasar, di sisi lain ia bisa berkontemplasi dengan minta maaf secara manis.

Ginatri S. Noer (pernah menulis naskah Ayat-Ayat Cinta, Hari Untuk Amanda, Habibie & Ainun, dan Perempuang Berkalung Sorban) cukup telaten dalam mengkolaborasikan cerita dengan asupan latar psikologis dan sosiologis ke dalam bentuk skenario. Yudhis dan Lala yang menjalani hubungan tidak sehat mampu direkam dengan baik secara dua arah dari sisi pelaku dan korban. Ancaman, kebohongan, dan kepercayaan hadir melalui motif latar belakang keluarga mereka masing-masing dalam nuansa adegan yang mencekam penuh tekanan.

Twitter @ginaSnoer
Twitter @ginaSnoer
Pelengkap kisah pun terjadi, saat teman-teman Lala masuk ke dalam kisah asmara yang tidak disuka oleh Yudhis. Sahabat Lala yang bernama Rino dan Ega tampil memberi kisah saat pertengahan film, namun tiba-tiba hilang begitu saja hingga akhir film usai. Padahal, Rino dan Ega berperan menghilangkan kejenuhan hati Lala. Mereka juga mendukung hubungan Lala dan Yudhis.

Mungkin saja penulis naskah memang tidak ingin membuat konflik yang terlalu berat di luar kisah cinta Lala dan Yudhis agar penonton tetap fokus. Tapi, pondasi hubungan yang mereka jalani sejak awal adegan memberi kesan tergesa-gesa. Jatuh cinta secara instan dan tak membutuhkan waktu lama untuk merasa nyaman dalam mengutarakan perasaan.

Sampai menjelang babak tengah dan akhir, durasi dihabiskan dengan adegan demi adegan tarik ulur emosional karakter antara Lala dan Yudhis. Sisi kelam hubungan remaja yang terjebak asmara. Penonton pun dibiarkan berpikir, mengapa Lala sampai sejauh itu mempertahankan hubungannya dengan Yudhis, meski kerap dikecewakan.

Pengulangan adegan terjadi saat Yudhis mulai melakukan kekerasan fisik terhadap Lala. Setelah itu Yudhis datang mengharap iba untuk meminta maaf dari Lala. Padahal masih banyak sisi yang bisa dieksplorasi karena banyak hal yang menghalangi hubungan mereka, termasuk orang tua dan juga diri mereka masing-masing.

Sosok ayah yang berada di kehidupan Lala dan ibu yang memiliki cara lain untuk mengungkapkan sayang dengan Yudhis sengaja diperlihatkan sebagai orang tua tunggal. Ayah Lala merupakan seorang pelatih loncat indah yang disiplin dan ibu Yudhis digambarkan mendominasi pembentukan karakter Yudhis sejak dikecewakan oleh suaminya. Secara detail, hanya kisah keluarga Lala yang dicermati oleh naskah dan berhasil melangkah untuk mempengaruhi aksi dan reaksi adegan tokoh Lala. Sementara latar keluarga Yudhis hanya tampak sebagai tempelan karena penonton tidak dijelaskan secara lebih lanjut kisah masa lalu ibu Yudhis.

Pergerakan senyap Posesif yang telah lulus sensor untuk kategori 13+ tetap menjadi 'kuda hitam' saat bersaing sebagai film terbaik tahun ini. Namun, nuansa-nuansa konstruksi adegan tidak begitu kental dibuat sehingga kurang melekat. Padahal, kekuatan adegan terjadi saat karakter-karakter mampu memainkan emosi dan berhasil membangun suasana agar penonton terperangkap di dalam sana. Ada adegan saat Yudhis menggampar Lala di sekolah, bahkan Ibu Yudhis yang juga menggampar anaknya sendiri. Sayang sekali hanya adegan ini saja yang tampak kuat.

Hingga di akhir film yang diproduseri oleh Muhammad Zaidy dan Meiske Taurisia, Posesif menjadi semakin gantung. Naik turun cerita tidak begitu terasa. Sentuhan drama yang sudah bagus dibangun dalam bentuk emosional tidak menjadi sesuatu yang vital sebagai penyelesaian. Hanya menyisakan karakter-karakter posesif yang memang dibangun untuk sekedar meramaikan.

Penulis begitu terkejut saat lagu "Dan" dari Sheila on 7 mengisi musik dari film ini. Durasi lagu ini diputar cukup lama dan cukup mewakili isi hati Lala dan Yudhis. Mereka berdua pun seolah  berusaha mengajak penonton untuk ikut bernyanyi bersama di dalam gedung bioskop. Hanya saja lagu "Posesif" dari Naif lebih pas jika ditampilkan juga dalam salah satu adegan agar kisah dengan unsur psikologis ini mampu diresapi secara dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun