Karena itulah disebutkan bahwa konsep nusantara yang sudah ada pada zaman Singhasari dengan nama Dipantara lantas diperkuat pada zaman Majapahit.
Berpijak pada penjelasan Hasan tersebut maka bisa disimpulkan bahwa Sumpah Palapa yang diikrarkan Gajah Mada (Serat Pararaton) di hadapan Raja Tribhuwana Wijayatunggadewi tidak pernah berhasil menguasai seluruh wilayah nusantara sebagaimana yang dinyatakan oleh Muhammad Yamin.
Serat Kandha
Serat Kandha merupakan karya fiksi sejarah yang digubah pada era pemerintahan Sunan Pakubuwana IV. Dikatakan karya fiksi sejarah, karena kisah dalam naskah tersebut memiliki latar belakang sejarah Majapahit, namun tidak selaras dengan fakta sejarahnya.
Berpijak pada analisa historis, Serat Kandha yang ditujukan agar rakyat Blambangan (Banyuwangi) tidak memiliki rasa dendam dengan Sultan Agung yang pernah melakukan ekspansi wilayah kekuasaan ke daerah tersebut tidak selaras fakta sejarah Majapahit pada era pemerintahan Sri Suhita.
Pada era kekuasaan Sri Suhita yang didampingi suaminya yakni Bhra Hyang Parameswara Ratnapangkaja, muncul peristiwa eksekusi penggal kepada kepada Bhra Narapati (Raden Gajah). Eksekusi terhadap Bhra Narapati itu dilakukan oleh Sri Suhita sendiri. Dikarenakan sewaktu terjadi Perang Paregreg, Bhra Narapati telah memenggal kepala Bhre Wirabhumi kakeknya.
Fakta sejarah di muka kemudian dijadikan inspirasi kisah Damarwulan dalam Serat Kandha. Di dalam naskah tersebut dikisahkan bahwa Prabu Putri Kencana Wungu (Sri Suhita) membuka sayembara bahwa barang siapa dapat memenggal kepala sang Adipati Blambangan yakni Menak Jingga (Bhra Narapati) akan menjadi pendamping hidupnya.Â
Mendengar pengumuman itu, Damarwulan berkenan untuk mengikuti sayembara. Karena bantuan Waeta dan Puyengan (istri simpanan Menak Jingga), Damarwulan berhasil memengal kepala Menak Jingga. Dari prestasinya itu, Damarwulan menjadi suami Kencanawungu. Hasil pernikahan mereka, kelak lahirlah Brawijaya I.
Uraian di muka memberikan penegasan bahwa kisah dalam Serat Kandha bukan fakta sejarah Majapahit. Tetapi naskah tersebut cenderung sebagai karya fiksi yang memiliki latar belakang sejarah Majapahit. Sebab itu, naskah tersebut tidak bisa dijadikan rujukan di dalam menguak fakta sejarah Majapahit.
Perang Sudarma Wisuta
Babad Tanah Jawa dan Serat Darma Gandhul mengisahkan tentang Perang Sudarma-Wisuta antara Prabu Brawijaya V (ayah) dan Raden Patah (putra). Menurut kedua naskah tersebut, Raden Patah memerangi Prabu Brawijaya karena dianggap sebagai raja kafir.