Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Centhini Gugat (Bag. 4): "Prahara di Kasunanan Giri"

22 Maret 2018   19:28 Diperbarui: 22 Maret 2018   19:37 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://zagadki-istorii.ru/tainy-19.html

"Gusti Ayu...." Tumenggung Alap Alap menyaksikan wajah Ratu Pandansari yang tampak berawan. "Tampaknya Gusti Ayu Pandansari tengah kecewa?"

"Benar, Paman. Ketiga putera Giri telah lolos dari istana."

"Kita harus mengejarnya, Gusti Ayu."

"Harus, Paman. Tapi sebaiknya, Paman Alap-Alap dan Kangmas Pekik pulang saja ke Mataram untuk menyerahkan Sunan Giri Parapen di hadapan Kanjeng Rama Sultan. Biarlah aku sendiri yang mengejar ketiga putera Sunan Giri Parapen itu."

"Jangan Diajeng!" Pangeran Pekik mencegah kemauan Ratu Pandansari. "Sebaiknya kita pulang dulu ke Mataram."

Tanpa sepatah kata yang meluncur dari setangkup bibirnya yang mawar, Ratu Pandansari menyeblakkan kendali kuda. Secepat kilat, kuda itu melaju meninggalkan alun-alun Kasunanan Giri. Menyaksikan sikap adiknya yang keras kepala itu, Pangeran Pekik hanya menggeleng-gelengkan kepala. Demikian pula, Tumenggung Alap Alap dan seluruh prajurit Mataram.

***

MATAHARI telah jauh bergeser dari titik puncak kubah langit. Pasukan Mataram yang telah berhasil menangkap Sunan Giri Parapen itu telah meninggalkan alun-alun. Melajukan kuda-kuda mereka menuju Mataram. Setiba di Mataram; Pangeran Pekik Tumenggung Alap Alap, dan beberapa prajurit menghadapkan Sunan Giri Parapen pada Sultan Agung di sitihinggil.

"Kakang Alap-Alap."

"Ya, Paduka."

"Bukankah seorang yang bersimpuh di sampingmu itu Giri Parapen?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun