Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sepasang Pendekar Rajawali dan Pedang Cinta (Bag 1)

13 Maret 2018   18:22 Diperbarui: 13 Maret 2018   18:48 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Mungkin ya, mungkin tidak!"

"Hei, Maruta! Kamu jangan membuatku bingung. Kalau kamu masih ragu apakah kedua orang itu mata-mata Mataram atau bukan, sebaiknya kamu tak perlu datang ke padepokan! Lebih baik, pergilah ke rumah Nyi Wisanti sekarang! Buktikan! Apakah mereka mata-mata Mataram atau bukan!"

"Kalau Paman tahu, bagaimana caranya aku dapat membuktikannya?"

"Culik mereka dari rumah Nyi Wisanti! Bawa mereka ke luar Desa Karanglo! Uji kesaktian mereka! Bila sanggup mengatasi kesaktianmu dan kesaktian Mahisa Geni, Mahisa Bumi, dan Mahisa Tirta; mereka pasti mata-mata Mataram."

"Gagasan cemerlang!" Mahisa Maruta mengangguk-anggukkan kepala. "Baiklah, Paman. Aku mohon pamit. Tak akan aku kembali ke padepokan, sebelum dapat membuktikan siapakah sejatinya kedua lelaki itu."

"Bagus! Sekarang pergilah! Mumpung malam belum mendekati fajar." Mahisa Maruta beranjak dari kursi. Meninggalkan rumah Ki Ageng Karanglo. Meninggalkan Jarana yang kemudian menutup dan mengunci pintu pendapa dari dalam. Menuju ruangan ndalem jero. Dimana Jureni masih duduk di kursi dengan pandangan mengarah lurus pada Bagus Badranaya dan Rinten yang pulas tertidur di amben kayu berlapis tikar mendong. "Kalau mendengar suara dan cara bicaranya, apakah Mahisa Maruta yang datang, Ramane?"

Tanpa sepatah kata, Jarana meletakkan pantatnya di kursi semula untuk sejenak meredam kegelisahan yang dirasakan. Kegelisahan yang diakibatkan kabar dari Mahisa Maruta tentang keberadaan dua lelaki berlogat wetanan di rumah Nyi Wisanti. Seorang janda berusia tigapuluhan yang baru setahun tinggal di Desa Karanglo. Seorang janda kaya yang seminggu sekali selalu pergi ke kotapraja Mataram untuk berdagang aneka perhiasan dari perak.

"Hei, Ramane!" Jureni mengharu-biru kegelisahan Jarana. "Apakah kamu tak mendengar kata-kataku? Apakah yang baru saja datang, Mahisa Maruta?"

"Ya, benar."

"Lantas kenapa sesudah kedatangan Mahisa Maruta, kamu tampak gelisah?"

"Kamu tak perlu tahu tentang masalah ini. Satu hal yang perlu kamu tahu, Gus Badra tengah dalam bahaya. Karenanya kamu harus menjaganya. Jangan lupa pula, kamu harus melarangnya agar tidak keluar dari rumah! Apakah kamu dapat menangkap pesanku ini?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun