Telah disinggung di muka, bahwa tokoh-tokoh dalam pewayangan tidak hanya berkelamin pria, namun juga wanita. Dari sini, terdapat kesamaan antara pewayangan Jawa dengan teks asli (terutama, Mahabharata) yang berasal dari India tersebut. Akan tetapi, tokoh wanita dalam pewayangan Jawa lebih banyak ketimbang yang disebutkan dalam naskah Mahabharata. Munculnya tokoh-tokoh baru wanita dalam pewayangan Jawa dikarenakan hasil kreasi dari para pujangga yang menggubah lakon-lakon wayang carangan.
Penggambaran terhadap beberapa tokoh wanita dalam pewayangan Jawa pun tidak sepersis yang digambarkan dalam teks Mahabharata versi India. Sebagai misal: Drupadi, Arimbi, dan Srikandi. Dalam teks Mahabharata versi India, Drupadi merupakan istri dari Pandawa (Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa). Sementara dalam pewayangan Jawa, Drupadi tidak berpoliandri. Pengertian lain, Drupadi hanya memiliki suami Yudistira. Sementara Arimbi (istri Bima) yang dalam teks Mahabharata versi India diluskikan sebagai raksasa perempuan, sementara dalam pewayangan Jawa dilukiskan sebagai wanita berparas cantik bak bidadari.
Lain Drupadi dan Arimbi, lain pula dengan Srikandi. Menurut kisah dalam Mahabharata versi India, Srikandi adalah seorang pria yang memiliki sifat kewanitaan. Namun dalam pewayangan Jawa, Srikandi adalah perempuan tulen yang memiliki sifat pemberani. Hingga dalam perang Bharatayuda, Sirkandi dinobatkan sebagai senapati perang di kubu Pandawa.
Hal menarik lainnya yang perlu dipahami, bahwa pewayangan Jawa selalu memposisikan setiap tokoh wayang wanita (sebagaimana tokoh wayang pria) sebagai figur guna memberikan suatu ajaran bagi manusia (terutama, wanita). Tokoh-tokoh yang berkarakter baik layak diteladani. Sementara tokoh-tokoh yang berkarakter buruk, hendaklah jangan dicontoh perilakunya.
Beberapa tokoh wayang wanita yang sangat menonjol hingga sering dijadikan figur untuk memberikan ajaran mulia dari seorang dalang kepada para penonton wayang adalah sebagai berikut:
Bathari Supraba
Dewi Subrapa merupakan salah satu bidadari kahyangan Jong Giri Saloka yang menjadi istri Arjuna. Karena nama Supraba memiliki makna cahaya mulia, maka pewayangan Jawa menyebutkan bahwa ia adalah wanita yang dapat memberikan pencerahan kepada suaminya.
Bathari Ratih
Bathari Ratih merupakan salah satu bidadari yang tinggal di Kahyangan Cakrakembang. Ratih merupakan istri satu-satunya dari Sang Hyang Bathara Kamajaya. Dalam pewayangan Jawa, Ratih merupakan simbol kerukunan suami-istri dan simbol cinta yang penuh kasih sayang pada suaminya. Cinta Ratih pada Kamajaya tidak terduakan dan abadi hingga akhir zaman.
Bathari Sri Widowati
Bathari Sri Widowati merupakan putri pujan dari Sang Hyang Hanantaboga, penguasa Kahyangan Saptapratala. Sesudah dewasa, Sri Widowati menikah dengan Sang Hyang Batahara Wisnu. Dari perkawinannya dengan Wisnu, Sri Widowati memiliki putra, antara lain: Bathara Srigati, Bathara Sinada, dan Bathari Sinadi. Sri Widowati yang berwajah rupawan itu memiliki karisma luar biasa sebagai wanita utama.
Dalam dunia pakeliran Jawa yang semula bernapaskan hinduisme tersebut menyebutkan bahwa Sri Widowati telah mengalami 4 kali reinkarnasi. Reinkarnasi pertama, Sri Widowati lahir kembali di dunia sebagai Dewi Citrawati. Reinkarnasi kedua, lahir sebagai Dewi Kusalya. Reinkarnasi ketiga lahir sebagai Dewi Shinta. Reinkarnasi terakhir lahir sebagai Subadra.
Bathari Uma
Bathari Uma merupakan istri dari Sang Hyang Bathara Guru. Manakala tengah mengendarai Lembu Andini bersama Bathara Guru di langit lepas, Bathari Uma melakukan hubungan asmara dengan suaminya itu. Benih asmara keduanya menetes di lautan. Arkian benih asmara itu berubah wujud menjadi bayi raksasa yang dikenal dengan nama Bathara Kala.
Sejak peristiwa persetubuhan di alam terbuka itu, Bathari Uma berubah wujud menjadi raksasa perempuan, sementara Bathara Guru keluar taringnya. Karena berubah menjadi raksasa, Bathari Uma diusir dari Kahyangan Jong Giri Saloka. Tinggal di Pasetran Gandamayit sebagai penguasa bangsa lelembut. Bathari Uma kemudian dikenal dengan nama Bathari Durga. Kelak Bathari Durga berubah menjadi bidadari menjelang Bharatayuda sesudah diruwat Sadewa.
Bathari Wilutama
Bathari Wilutama merupakan salah satu bidadari Kahyangan Jong Giri Saloka. Karena dikutuk menjadi kuda sembrani, Bathari Wilutama melakukan tapa ngrame (menolong sesama tanpa pamrih) di bumi manusia. Sesudah turun di mayapada, Bathari Wilutama menolong Bambang Kumbayana (Begawan Durna) yang akan pergi ke tanah Jawa.
Di langit lepas, Bathari Wilutama melakukan hubungan intim dengan Kumbayana. Sesudah sampai di tanah Jawa, Bathari Wilutama yang kembali berubah menjadi bidadari itu melahirkan putra bernama Bambang Aswatama. Pasca Bharatayuda, Bathari Wilutama memberikan pertolongan pada Aswatama dalam upaya melakukan pembunuhan terhadap beberapa keluarga dan kerabat Pandawa yang selamat dari perang Bharatayuda.
Dewi Indradi (Dewi Windradi)
Dewi Indradi atau Dewi Windradi merupakan putri dari Bathara Asmara. Indradi menikah dengan Resi Gotama dari pertapan Eraya (Grastina). Sebagai istri, Indradi tidak setia pada suaminya. Indradi berselingkuh dengan Bathara Surya. Hasil perselingkuhannya itu, Indradi mendapatkan Cupu Manik Astagina dan anak perempuan bernama Dewi Anjani.
Perlahan namun pasti. Cupu Manik Astagina yang kemudian diberikan Dewi Indradi kepada Anjani membuat Guwarsa dan Guwarsi iri hati. Kedua putra Indradi dari benih Resi Guwarsa itu ingin memiliki Cupu Manik Astagina. Akibatnya terjadilah perselisihan di antara putra Dewi Indradi.
Seagai orang tua yang bijak, Resi Guwarsa membuat sayembara. Barang siapa mendapatkan Cupu Manik Astagina yang akan dibuangnya adalah pemiliknya. Sesudah cupu itu dibuang Gotama, Anjani, Guwarsa, dan Guwarsi memburunya. Sepeninggal mereka dari pertapan Eraya, Gotama menanyakan tentang asal-mula Cupu Manik Astagina pada Indradi. Karena Indradi tidak bisa memberikan jawaban, marahlah Gotama. Arkian, Gotama mengutuk Indradi menjadi tugu. Tugu itu dibuang Gotama. Jatuh di wilayah Alengka.
Dewi Anjani
Dewi Anjani merupakan putri biologis Bathara Surya dan Dewi Indradi. Karena persoalan Cupu Manik Astagina, Anjani yang membasuh wajahnya di telaga Sumala itu berubah wujud menjadi putri berwajah kera. Agar dapat berubah wujud menjadi putri yang cantik, Anjani bertapa nyanthoka di sendang Madirda. Selama bertapa, Anjani hanya menyantap daunan dan meminum air yang terpercik di pangkuannya.
Dari angkasa, Bathara Guru terbangkitkan berahirnya saat menyaksikan Anjani yang tengah bertapa telanjang di telaga Madirda. Air kama yang memancar dari alat kelamin Bathara Guru terjatuh ke selembar daun pepohonan. Daun yang basah karena air kama itu terlepas dari ranting saat tertiup angin. Melayang jatuh  di pangkuan Anjani. Sesudah menyantap daun itu, Anjani mengandung. Sesudah melahirkan bayi bernama Hanoman, Anjani berubah menjadi putri cantik. Singkat cerita, Anjani diangkat sebagai bidadari di Kahyangan Jong Giri Saloka.
Dewi Sukesi
Dewi Sukesi merupakan putri dari Prabu Sumali (Raja Alengka). Selepas masa remaja, Sukesi menjadi pujaan para ksatria dan para raja dari berbagai negara. Akan tetapi lamaran dari para ksatria dan para raja itu ditolaknya, lantaran mereka tidak bisa memenuhi persyaratan utama yakni membeberkan ilmu yang tersurat dalam Sastra Jendra.
Selepas dari para ksatria dan para raja, datanglah Resi Wisrawa yang merupakan ayah dari Prabu Danaraja (raja Lokapala) ke negeri Alengka. Maksud kedatangan Resi Wisrawa adalah melamar Sukesi. Tentu saja, Resi Wisrawa yang telah menguasai ilmu Sastra Jendra itu dapat memenuhi persyaratan yang diajukan Sukesi. Membeberkan ilmu Sastra di ruangan khusus yang tidak terdengar oleh telinga manusia.
Selama wejangan ilmu Sastra Jendra, Dewi Sukesi terpesona dengan Resi Wisrawa. Demikian pula, Resi Wisrawa. Karena akal sehat telah terbakar oleh nafsu berahi, Resi Wisrawa lupa akan kewajibannya sebagai duta Prabu Danaraja. Singkat cerita, kedua insan yang berada dalam ruang senyap itu memadu kasih hingga melakukan hubungan asmara layaknya suami-istri. Kelak, hubungan asmara Sukesi-Wisrawa itu melahirkan empat putra, yakni: Rahwana, Rahwana, Sarpakenaka, dan Gunawan Wibisana.
Dewi Shinta
Dewi Shinta merupakan putri Rahwana (Dasamuka) yang lahir dari Dewi Tari. Dikarenakan Shinta merupakan titisan Sri Widowati yang merupakan pujaan Rahwana, maka bayi Shinta dibuang oleh Wibisana ke sungai. Sebagai gantinya, Wibisana memuja awan menjadi bayi berkelamin laki-laki yang diberi nama Megananda atau Indrajid.
Prabu Janaka dari kerajaan Mantili yang tengah bertapa di tepian sungai untuk mendapatkan anugerah seorang putra dari Tuhan itu menemukan bayi Shinta. Oleh Prabu Janaka, Shinta diangkat sebagai putranya. Selepas masa remaja, Shinta menikah dengan Ramawijaya.
Selang beberapa hari sesudah pernikahannya dengan Ramawijaya, Rahwana menculik Shinta yang diyakini sebagai titisan Sri Widowati. Dari penculikan itu, timbullah perang antara pasukan Ramawijaya (Ayodia) dan pasukan Rahwana (Alengka). Dari perang tersebut, pasukan Ramawijaya mengalami kejayaan. Arkian Shinta kembali ke tangan Ramawijaya.
Dewi Trijata
Dewi Trijata merupakan putri dari Gunawan Wibisana. Pada waktu Shinta tinggal di Taman Argasoka sesudah diculik Rahwana, Trijata menjadi pelayannya. Sesudah perang Ayodia versus Alengka, Trijata mengikuti Shinta ke perkemahan Ramawijaya. Di sana, Trijata jatuh cinta pada Laksmana. Namun cinta Trijata ditolak Laksama yang telah berjanji tidak akan menikah sepanjang hidupnya.Â
Mengetahui Trijata sangat mencintai Laksmana, Jembawan si kera tua yang jatuh cinta padanya menyamar sebagai Laksmana. Trijata menerima cinta Laksmana gadungan. Tak lama kemudian, Laksmana gadungan berubah menjadi Jembawan, sesudah Laksamana asli mampu menaklukkannya. Singkat cerita, Trijata dan Jembawan dinikahkan oleh Ramawijaya. Hasil dari perkawinan itu, Trijata memiliki seorang putri bernama Jembawati (istri Prabu Kresna).
Dewi Durgandini
Dewi Durgandini merupakan putri dari Prabu Basupati (raja Wirata) dan Dewi Yukti. Karena Durgandini memiliki tubuh yang berbau amis, Prabu Basupati menitipkan anaknya itu pada Dasabala. Seorang tukang satang yang selalu bekerja di Sungai Yamuna. Sebagai putra angkat Dasabala, Durgandini yang dikenal dengan nama Lara Amis itu turut bekerja sebagai tukang satang.
Suatu hari, Durgandini bertemu dengan Parasara yang ingin menyeberangi Sungai Yamuna. Keduanya saling jatuh cinta. Dari hubungan cinta keduanya kelak lahirlah Kresna Dwipayana. Sesudah tubuh Durgandini tidak lagi menebarkan bau amis, ia kembali ke Wirata.
Sesampai di Wirata, Durgandini menjadi lamaran dari para raja. Kepada Prabu Basupati, Durgandini mengatakan bahwa hanya seorang pelamar dengan membawa anak kecil yang bakal diterima sebagai suami. Tak lama kemudian, datanglah pelamar yang membawa anak kecil. Namun bukan Parasara, melainkan Prabu Sentanu beserta putranya Dewabrata. Sekalipun kecewa dengan harapannya, namun Durgandini menerima lamaran raja Hastinapura itu. Dengan catatan, tanah Hastinapura kelak menjadi milik keturunan Durgandini dari benih Parasara yakni Kresna Dwipayana.
Dewi Gangga
Dewi Gangga merupakan istri pertama Prabu Sentanu. Karena kutukan Resi Wasistha, Dewi Gangga membunuh ke tujuh putranya. Namun pada Dewabrata (putra ke delapannya), Dewi Gangga tidak membunuhnya. kompensasinya, Dewi Gangga harus berpisah dengan Sentanu. Kelak Dewi Gangga dikenal sebagai penguasa gaib sungai Gangga.
Dewi Kunti
Kunti alias Pritha yang merupakan anak biologis dari Prabu Surasena itu diadobsi oleh Prabu Kuntiboja dari kerajaan Mandura. Oleh Resi Druwasa, Kunti diberi mantra sakti pengundang dewa. Sewaktu mandi di sendang, Kunti mengucapkan mantra sakti itu. Akibatnya, Dewa Surya turun. Keduanya kemudian saling memadu asmara. Hingga, mengandunglah Kunti.
Prabu Kuntiboja marah besar sesudah mengetahui Kunti mengandung tanpa diketahui siapa lelakinya. Agar tidak terjadi pembicaraan rakyat Mandura, Kunti yang melahirkan bayi Karna (Suryatmaja) melalui lubang telinganya, terpaksa membuang bayi itu ke sungai Aswa.
Tak lama sesudah peristiwa itu, Kunti menikah dengan Pandu Dewanata. Namun dengan Pandu yang kemudian menjabat sebagai raja Hastinapura pasca pemerintahan Kresna Dwipayana, Kunti tidak memiliki seorang putra. Ketiga putranya yang bernama Yudistira, Bima, dan Arjuna lahir dari benih para dewa. Yudistira lahir berkat anugerah Sang Hyang Bathara Darma. Bima lahir berkat anugerah Sang Hyang Bathara Bayu. Arjuna lahir berkat anugerah Sang Hyang Bathara Indra.
Dewi Gendari
Dewi Gendari merupakan putri dari Prabu Keswara dari kerajaan Gandara. Semula Gendari diserahkan oleh Harya Suman (Trigantalpati/Sengkuni) kepada Pandu agar dinikahinya. Namun oleh Pandu, Gendari diserahkan pada kakaknya Drestarastra. Hasil perkawinannya dengan Drestarastra, Gendari memiliki 100 putra yang dikenal dengan Korawa.
Dewi Setyawati
Dewi Setyawati merupaka putri pujan dari Begawan Bragaspati. Setyawati menikah dengan Narasoma atau Prabu Salya dari Mandaraka. Di dalam pewayangan Jawa, Setyawati dikenal sebagai wanita setia. Karena kesetiaan cintanya pada sang suami, Setyawati melakukan bela pati dengan bunuh diri di Kurusetra sewaktu Prabu Salya gugur di medan laga.
Anggraini
Anggraini merupakan istri dari Prabu Ekalaya (Palgunadi). Manakala Prabu Ekalaya tewas di tangan gurunya sendiri yakni Begawan Durna, Anggraini yang tersohor berkat kesetiaannya pada sang suami itu melakukan bela pati. Mati dengan cara membunuh diri.
Surtikanti
Surtikanti merupakan putra ke dua Prabu Salya dan Setyawati. Surtikanti menikah dengan Karna (Suryatmaja). Manakala Patih Tuhayata (Patih Awangga) akan menyampaikan pesan Karna di medan laga Kurusetra yang disalahpahami akan mewartakan kematian suaminya, Surtikanti melakukan bela pati dengan menikamkan patrem ke ulu hatinya.
Wara Drupadi
Wara Drupadi merupakan putri dari Prabu Drupada dari Kerajaan Cempalareja. Menurut pewayangan Jawa, Drupadi hanya menikah dengan Yudistira (Raja Indraprasta). Hasil perkawinannya dengan Yudistira, Wara Drupadi memiliki putra semata wayang yakni Pancawala.
Kisah hidup Drupadi diwarnai dengan kepiluan. Baru saja menjadi istri Yudistira, Drupadi dipertaruhkan di arena judi oleh suaminya. Akibat kekalahan Yudistira dalam perjudian, Drupadi dipermalukan oleh Dorsasana di hadapan para Korawa dan Pandawa dengandilepas sanggulnya. Sejak saat itu, Drupadi bersumpah untuk tidak mengeramas rambutnya bila tidak dengan darah Dorsasana. Sumpah Drupadi terealisasi, sewaktu Dorsasana gugur di tepian Sungai Cingcing Goling dibunuh oleh Bima.
Wara Subadra
Wara Subadra atau Lara Ireng merupakan putra bungsu Prabu Basudewa (raja Mandura) yang lahir dari rahim Dewi Rohini. Subadra menikah dengan Arjuna. Dari perkawinannya dengan Arjuna, Subadra yang dianggap sebagai baboning ratu itu memiliki putra bernama Abimanyu (Angka Wijaya). Dalam pewayangan Jawa, Subadra tewas terjepit pintu yang dijejak Bima saat mencari Aswatama yang telah membunuh Banowati, Srikandi, Trusta Jumena, Setyaki, dan Udawa di istana Hastinapura pasca perang Bharatayuda.
Banowati
Banowati merupakan putri dari Prabu Salya dan Setyawati. Banowati menikah dengan Doryudana (raja Hastinapura). Sekalipun secara formal sebagai istri Doryudana, namun cinta Banowati hanya pada Arjuna. Hubungan gelapnya dengan Arjuna, Banowati memiliki putri bernama Pergiwati. Sementara Sarjakusuma yang merupakan pangeran pati Hastinapura bukan putra Banowati, melainkan bayi raksasa yang dipuja oleh Kresna. Banowati tewas di tangan Aswatama pada pasca perang Bharatayuda.
Wara Srikandi
Wara Srikandi merupakan putra pujan Prabu Drupada dari negeri Cempalareja. Srikandi menikah dengan Arjuna. Sewaktu terjadi perang Bharatayuda, Srikandi yang dijelmai roh Dewi Amba itu berhasil membunuh senapati tangguh dari Hastinapura yakni Resi Bisma (Dewabrata). Srikandi tewas di tangan Aswatama pasca perang Bharatayuda.
Dewi Utari
Dewi Utari merupakan putri dari Prabu Matsyapati (raja Wirata) yang lahir dari rahim Dewi Rekatawati. Dewi Utari yang dijelmai wahyu hidayat dan wahyu maningkem tersebut menikah dengan Abimanyu. Dari pernikahannya dengan Abimanyu, Utari memiliki putra bernama Parikesit yang kelak menjadi raja Hastinapura pasca pemerintahan Yudistira.
Siti Sendari
Siti Sendari merupakan putri angkat Prabu Kresna. Siti Sendari merupakan putri kandung Sang Hyang Bathara Wisnu dengan Dewi Pertiwi. Siti Sendari menikah dengan Abimanyu. Dari pernikahannya dengan Abimanyu, Siti Sendari tidak dikaruniai seorang anak. Siti Sendari melakukan bela pati dengan membakar diri di kobaran api suci pancaka sesudah Abimanyu gugur di Kurusetra saat terjadi perang Bharatayuda.
Hagnyanawati
Hagnyanawati merupakan putri dari Prabu Boma Narakasura dari kerajaan Surateleng. Pada waktu Bambang Sitija (putra angkat Prabu Kresna/putra kandung Sang Hyang Bathara Wisnu dan Dewi Pertiwi) mampu menaklukkan Prabu Boma Narakasura dan merebut Surateleng, Hagnyanawati dinikahinya sebagai istri.
Karena titisan Bathari Dermi, cinta Hagnyanawati tetap kepada Samba (titisan Bathara Derma). Akibat dari perselingkuhan antara Hagnyawati dan Samba, Bambang Sitija marah besar. Sesudah Samba tewas di tangan Sitija, Hagnyanawati melakukan bela pati dengan cara mebakar diri dengan api pancaka. [Sri Wintala Achmad]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI