Aku, begitulah aku menegarkan diriku. Layu, telingaku muak dengan kosakata itu, di sisi lain butuh, setidaknya tuk redamkan angkuh.
Hal-hal menarik selalu mengusik, berisik. Asyik, kadang, lebih banyak membuat hidup sendiri tak menarik. Mereka enak disembah, kita payah menyembah-nyembah. Memuji-muja. Melebihi puji tuhan.
Dia lemparkan senyum, mataku tekun, memaknai, menafsiri, membredeli, mendalami. Pergi gundah hati, terbit senang, gembira, bahagia, atau apalah orang-orang menjulukinya.
Distempel, sungguh menjadi manusia bagiku sangatlah tak nyaman ketika jagongan masalah ini. Misal begini, aku menulis tulisan ini, dianggap dan distempel sebagai penulis, tambahkan produktif, maka bagiku itu hal yang menyebalkan, beban berat moral.
Tak enak hati kiranya aku tak menjadi penulis produktif seperti yang orang lain stempel. Sungkan. Segan.
Padahal ya, kau tau sendirilah, bahkan tulisan ini ngaco sekali, tak layak sekali dianggap penulis, apalagi ditambahi produktif. Banyak 'kata' yang tidak baku, nulisnya nggak aturan, seenak jidat sendiri.
Ygy? (Tuh kan, ngaco bahasanya. Apaan coba artinya?)
Aku, begitulah aku.
Aku, begitulah versiku.
Bukan made in-mu.
Jadi, bukan soal baik atau benar, salah atau sesat, terbaik atau terburuk. Melainkan tentang bagaimana soal-soal itu tidak perlu dipersoalkan dengan soal-soal.
Maksudnya?
Begitulah aku.