Mohon tunggu...
Achenk Koesnoisme
Achenk Koesnoisme Mohon Tunggu... Buruh - Seorang lelaki kurus

Ingin selalu menulis demi berbagi kebahagiaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Barisan Emak-emak Super

20 April 2021   21:28 Diperbarui: 20 April 2021   22:12 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Episode: Sayembara Menangkap Garangan 2


"Les go, Mbak."

"Terus ngapain lo bawak panah, Dek?"

"Lah, katanya ikut sayembara nangkep garangan?"

"Tapi kalok lo panah ntar yang ada ntu garangan mati," jelas sambil Yanie ngupil. "Soalnya kita harus nangkep ntu garangan idup-idup."

"Oh gitu, ya?" Wien menyeringai lalu beranjak masuk.


"Bu Yanie, masih nerima lowongan buat kita, gak?" tanya Ida Bayam yang datang bersama Ida Kusdiati.

"Plis, saya mohon terima kami jadi anggota Bu Yanie," pinta Ida Kusdiati penuh kebaperan. "Jujur, saya juga pingin ikut dalam kompetisi ini, Bu," lanjutnya dengan merapatkan kedua telapak tangan.

"Ya udah, ayuk."

Tanpa mengulur waktu, keempat emak super itu pun segera membicarakan rencana di teras rumah Wien.

"Mbak Bos, jangan memet-memet ke sana duduknya, ntar kena kembang janda bolongku," tegur Wien saat keluar. "Takutnya kalok kena sandarin ntar gak bolong lagi."

Yanie pun menggeser duduknya agak ke depan.

"Ibu-ibu, sebelumnya saya minta maaf kalau saya lancang, tapi demi kebaikan bersama saya harus menyampaikan ini," ucap Ida Bayam yang memegang sebuah buku.

"Emang apaan ntu, Bu?" tanya Yanie.

"Buku primbon," sahut Ida Bayam sambil mulai membuka halaman daftar isi. "Nah, ini ada aturan-aturan berburu."

"Coba bacain yang keras, Bu," pinta Wien yang duduk di hadapannya.

"Rebo Paing, jika berangkat sebelum jam 12 siang harus jalan dari arah timur lokasi ...."

"Ya udah, ayuk berangkat mumpung masih belum jam 12!" potong Yanie seraya bangkit.

Seketika yang lain ikut berdiri.

"Hindari memakai pakaian berwarna merah ...."

"Waduh, baju gue merah, nih." Yanie kembali memotong. "Ya udah, sekalian lewat depan rumah, gue ganti baju."

Mereka berempat pun mulai mengawali langkah penuh optimis, dengan tetap mematuhi arahan buku primbon yang dibacakan Ida Bayam.

"Jika sudah merasa tepat berada di sebelah timur lokasi ...."

"Stop ...! Sepertinya kita sudah di posisi yang pas ini," Potong Wien sesampai di pinggir persawahan.

"Memangnya Bu Wien tahu lokasi target kita?" tanya Ida Kusdiati dengan suara lembutnya.

"Biasanya sih garangan suka sembunyi di tengah sawah, Bu," jelas Wien.

"Ya udah lanjut, Bu Ida Bayam!" pinta Yanie yang sudah ganti baju warna hijau.

"Segera menghadap ke barat, lalu melompat ke depan sebanyak tiga kali."

"Satu ... dua ... ti ...."

Byur ....

Pada lompatan ketiga, keempat perempuan setengah tua itu tepat mendarat di saluran irigasi yang berair sedalam perut mereka.

"Untung bukunya gak basah." Ucap Ida Bayam.

"Yah, padahal ini baju bakal gue pakek lebaran." Yanie yang mendapati bajunya kotor.

"Mbak Bos, sandalku yang kiri ilang." Wien yang mencoba naik tapi sandalnya tertinggal di dasar saluran irigasi yang berlumpur.

"Udeh tinggalin aja, ntar kan ada gantinya dari hadiah sayembara ini," ucap Yanie.

Sementara Ida Kusdiati terlihat paling santai di antara yang lain. "Sabar dan tetap optimis, saya yakin ini adalah langkah awal menuju sebuah pencapaian," ucapnya.

Kemudian Ida Bayam kembali melanjutkan. "Setelah itu mulailah merayap ke depan."

"Mau berburu apa latihan militer sih, Bu?" protes Wien.

"Udah, lo kagak usah banyak protes!" sahut Yanie. "Mau duit, kagak?"

Mendengar kata duit, Wien pun terpaksa mengikuti.


***

Sementara di tempat lain ....

"Cak, apa yang sampean lakuin kok emak-emak jadi heboh?"

"Ini, Pak RT." Achenk menunjukkan selembar kertas putih sambil tersenyum.

"Ngawur sampean, Cak!" Sobach--ketua RT-- terkejut.

"Loh, katanya suruh bikin kegiatan biar ndak jenuh?"

"Masalahe dari mana aku bisa dapetin uang segitu buat ngasih peserta yang menang, Cak?"

"Tenang, jangan kuwatir kalok masalah itu." Achenk tersenyum semakin lebar.

"Tenang-tenang, engko lek aku didemo yo opo?" Sobach tampak semakin panik.

"Wes lah percaya sama saya." Achenk mendekatkan wajahnya.

"Loh ... loh, lapo sampean kate nyium aku?"

"Tak bisiki!"

"Opo?"

"Ndak kiro ono sing menang, lah wong sampean opo tau duwe garangan ucul, tah?"

Mendengar itu seketika Sobach tertawa.


Bersambung ....


Kaltim, 24032021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun