Think Health, Think Pharmacist: Saatnya Indonesia Berpikir Kesehatan = Apoteker
Setiap 25 September, dunia memperingati World Pharmacists Day. Tahun 2025 ini temanya sederhana tapi dalam: "Think Health, Think Pharmacist." Pesannya jelas---kalau bicara kesehatan, pikiran kita otomatis tertuju ke apoteker. Tapi di Indonesia, kenyataannya masih jauh panggang dari api. Sistem kesehatan kita memang makin canggih, tapi definisi, standar profesi, dan kewenangan apoteker masih seperti rumah tanpa fondasi.
Apoteker itu ujung tombak keamanan obat, akses layanan, dan terapi pasien. Namun seringnya di lapangan kita masih dianggap "penyerah obat"---seolah cuma bagian dari logistik. Padahal pendidikan apoteker di Indonesia panjang, standar kompetensinya ketat, dan fungsinya vital: menjaga penggunaan obat agar aman, efektif, dan tepat sasaran. Tanpa apoteker, sistem kesehatan yang "resilient" cuma jargon di atas kertas.
Tema global tahun ini jadi cermin buat kita. "Think Health, Think Pharmacist" bukan sekadar slogan, tapi tuntutan agar apoteker Indonesia punya definisi profesi yang jelas dan sah secara hukum. Kita butuh standar profesi yang kuat, bukan abu-abu. Kita butuh kewenangan yang pasti, bukan numpang lewat di regulasi orang lain. Karena standar dan kewenangan yang jelas bikin layanan lebih bermutu, pasien lebih terlindungi, dan sistem kesehatan lebih tahan banting.
Multi-Bar: Arah Baru Perjuangan
Indonesia sedang memasuki era baru organisasi profesi. Sejak lahirnya sistem multi-bar, apoteker punya peluang lebih luas untuk memilih rumah perjuangannya. Multi-bar bukan sekadar kompetisi antarorganisasi, tapi juga momentum untuk menguji gagasan, keberanian, dan fokus advokasi. Selama puluhan tahun kita hidup dalam bayangan organisasi tunggal. Kini, apoteker bisa lebih bebas menentukan visi profesinya: apakah mau jadi sekadar pengikut arus atau perintis arah baru.
Arah baru perjuangan ini harus jelas: dari sekadar reaktif jadi proaktif, dari sekadar simbolik jadi substansial. Multi-bar memungkinkan lahirnya variasi strategi---dari organisasi yang fokus pada praktik mandiri, riset dan kebijakan, edukasi publik, hingga pemberdayaan ekonomi apoteker. Tapi kebebasan ini juga membawa risiko: suara yang tercerai-berai. Karena itu, setiap organisasi harus berani mengerucutkan fokusnya.
Gerakan Advokasi yang Lebih Fokus dan Jelas
Perjuangan kita selama ini sering melebar tanpa arah: isu honor, isu regulasi, isu persepsi publik---semuanya campur jadi satu. Akibatnya, energi advokasi habis tanpa hasil signifikan. Kini saatnya advokasi yang lebih fokus. Ada tiga hal mendesak yang perlu jadi prioritas nasional bagi semua organisasi profesi apoteker:
- Definisi Profesi yang Tegas. Kita harus memperjuangkan definisi apoteker yang tegas, legal, dan operasional---bukan hanya nama jabatan di undang-undang. Definisi ini akan menjadi "identitas hukum" yang melindungi kewenangan kita.
- Standar Profesi yang Mengikat. Standar profesi bukan hanya pedoman etika, tapi harus jadi norma yang wajib dipatuhi oleh semua pihak. Standar yang jelas akan mencegah apoteker dijadikan alat atau dikesampingkan.
- Kewenangan yang Diakui. Tanpa kewenangan jelas, apoteker hanya jadi figuran. Kita butuh aturan yang menegaskan praktik keapotekeran mencakup pelayanan klinis, distribusi, edukasi pasien, dan riset---bukan sekadar menyerahkan obat.
Advokasi yang fokus akan membuat masyarakat lebih mudah memahami: apoteker ada untuk keselamatan mereka. Media pun akan lebih mudah mengangkat isu kita, karena kita punya narasi tunggal yang solid.
Apoteker di Mata Rakyat: Dari Logistik ke Penjaga Kesehatan
Bayangkan analogi sederhana: dokter menjaga diagnosis, apoteker menjaga terapi. Tanpa apoteker yang punya otoritas penuh, sistem kesehatan ibarat mobil tanpa rem---jalan sih, tapi rawan kecelakaan. Definisi dan kewenangan apoteker bukan isu elitis, tapi menyangkut keselamatan pasien, akses obat, dan biaya kesehatan yang adil.
Selama ini, banyak pasien tak sadar bahwa apoteker yang membantu mereka memahami cara minum obat, efek samping, dan interaksi obat. Dengan definisi dan kewenangan yang kuat, apoteker bisa lebih optimal melayani masyarakat: mulai dari skrining kesehatan, edukasi obat, hingga program deprescribing (menghentikan obat yang tak perlu).
Mengubah Tema Global Jadi Gerakan Nasional
Tahun ini momentum tepat buat berubah. Kita bisa ubah "Think Health, Think Pharmacist" jadi gerakan nyata. Dorong organisasi profesi, kolegium, kampus, pemerintah, dan masyarakat sipil buat bareng-bareng memperkuat posisi apoteker. Kita bisa bikin tagline ini bukan cuma tempelan di poster, tapi mentalitas baru bangsa.