Mohon tunggu...
Abror Y Prabowo
Abror Y Prabowo Mohon Tunggu... Wirausaha

Enterpreneur | Digital Marketer | Networker | Writer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Binatang-Binatang di Rumah Ayah

25 Maret 2025   20:21 Diperbarui: 25 Maret 2025   20:21 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sementara di luar, di bawah bayangan pohon kluwih aku melihat ibu menggosok tubuhnya yang berkilat di bawah sinar matahari yang menerobos dedaunan. Ah, tubuh itu tentu telah habis dilumat ayah semalam.

Aku menatapnya. Apakah tubuh itu pula yang tak henti dimangsa binatang-binatang menjijikkan setiap kali ayah pergi? Aku membayangkan ibu menari dalam keremangan. Sementara di sekelilingnya binatang-binatang mendesis bersama rintihan dan erangan-erangan mendebarkan yang tak pernah bisa kulihat. Selanjutnya mereka mengendap keluar dari kamar ibu. Mereka membersihkan sisa liur di mulut masing-masing dan menyelipkan beberapa lembaran uang di sela dada ibu yang mengkal.

"Malam ini kau akan pergi lagi, sayang?" Ibu mengantar secangkir kopi dan sedikit makanan kepada ayah yang telah terbangun dari tidur. Ayah mengangguk. Ibu tersenyum kecil. Dalam keadaan begini aku selalu tak pernah berani mengganggu. Ibuku sering menjewer tatkala aku mencoba lebih dekat dengan ayah.

Sebagai seorang bocah tentu aku ingin bergelayut manja di pangkuan atau bergelantungan di bahu. Tapi sejak lahir, aku tak pernah merasakannya. Jangankan bermanja-manja, melihatku saja ayah sudah melotot seraya menghardik. Persis menghardik seekor anjing agar tak mencuri makanannya.

Dan siang ini kembali aku mendengar gesekan bilah besi. Aku bisa menebak malam nanti ayah akan pergi. Apa sebenarnya yang dikerjakan ayah? Aku tak pernah tahu, mungkin juga ibuku. Ia hanya menerima kedatangannya dan akan kembali pergi dalam jangka waktu cukup lama sebelum akhirnya mendengkur lagi seperti biasa.

"Malam nanti kau tidur di kamarmu sendiri," bisik ibu pada suatu malam setelah ayah pergi. "Tapi kau boleh tidur dulu di sini, nanti ibu akan pindahkan. Ibu ada tamu."

Kuterka, tamu yang dimaksud ibu adalah binatang-binatang menjijikkan itu. Entahlah, mereka selalu tahu kapan waktu ayah pergi dan kapan ayah akan kembali. Seorang bocah lelaki sepertiku memang belum cukup tahu apa yang dikerjakan orang tua. Ibu membelai keningku seraya meniup-niupkan angin dari bibirnya yang rekah. Aku mencium aroma wangi bunga di tubuhnya. Membuatku ingin sekali mencecap puting dan tenggelam di dadanya, tapi ibu melarang. Terpaksa aku menyeret rasa kecewa dalam tidur.

Dan benar saja, saat aku berada di ujung lelap, terdengar suara pintu dipukul keras. Aku terjaga. Kulihat ibu tak ada. Tapi di luar kamar aku mendengar suara-suara rintihan, lenguhan dan erangan menjijikkan. Aku mengumpulkan keberanian untuk merayap keluar. Di ruang tempat biasa ayah menghirup kopi, binatang-binatang itu tengah memangsa ibu yang menggelinjang seakan menari.

"Cepat selesaikan sebelum Barjo pulang."

"Mabukku terlalu banyak. Sialan!"

"Lekaslah, sebelum suamiku pulang dan anakku juga terbangun gara-gara suara berisik kalian."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun