Mohon tunggu...
abraham raubun
abraham raubun Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli gizi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Olah raga, kuliner

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berkah Tangan di Atas

30 Maret 2023   10:04 Diperbarui: 30 Maret 2023   10:13 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ayu duduk termenung di bawah pohon rindang tepi jalan itu. Tatapannya kosong seakan tidak ada harapan. Kue dagangannya dari pagi baru laku beberapa saja. Tidak seperti biasanya, menjelang siang sudah hampir habis. 

Sudah sejak pukul 06.00 pagi ia keluar dari rumah. Seperti biasa pagi-pagi ia menenteng keranjang berisi kue-kue yang dibuat ibunya sejak subuh dan berjalan berkeliling kampung dan perumahan disekitarnya. Itulah mata pencaharian satu-satunya untuk menyambung hidup keluarganya. Belum lagi biaya sekolah dua adiknya. 

Ayu sudah bertekad untuk berjuang dan berusaha keras agar kedua adiknya dapat tetap bersekolah. Ia tidak mau kedua adiknya mengalami nasib serupa dengannya yang putus sekolah. Sejak ayahnya meninggal beberpa bulan lalu Ayu harus mengambil alih tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga menggantikan almarhum ayahnya untuk membiayai hidup keluarganya. Ayu masih duduk termenung, ia bingung bagaimana untuk modal besok tak ada lagi uang tersisa. Tadi pagi kedua adiknya sudah minta dibelikan tambahan pulsa untuk daring. Apa boleh buat sisa uang dalam dompetnya terpaksa di kuras habis.

Tengah ia termenung seorang ibu pengemis menggendong anak mendekatinya. "Mbak boleh minta kuenya, kasihan anak saya belum makan" ibu itu berkata lirih. Ayu terkejut sadar dari lamunannya. Dilihatnya anak yang sedang digendong, tubuh anak itu kurus, membuat iba hati Ayu. Mata Ayu berkaca-kaca, hampir saja air matanya menetes ke pipi. Sambil menahan air mata tangannya membungkus beberapa kue. "Ini buat ibu dan anak ibu ya", ibu itu mengucapkan terima kasih kemudian pergi. 

Ayu kembali merenung, kali ini bukan dirinya yang dipikirkan. Ia merasa dirinya sudah susah, tetapi masih ada orang lain yang hidupnya lebih susa dari dirinya. "Mbak kalau jualan jangan melamun" seorang lelaki berseragam polisi berdiri di depannya. "Bungkus tuh semua kue yang ada" katanya sambil menyodorkan uang seratus ribu. Ayu membungkus semua kue yang ada, ketika memberikan uang kembalian pak polisi itu tidak mau menerimanya."ambil saja kembaliannya mbak untuk nambah-nambah modal" lanjut pak polisi dengan senyum ramah terselip di sudut bibirnya. Sungguh tangan di atas lebih indah daripada tangan di bawah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun