Mohon tunggu...
Abib Ihwan
Abib Ihwan Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi Main Volly

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mengenal Keunikan Kampung Adat Cireundeu

7 Maret 2024   20:41 Diperbarui: 7 Maret 2024   20:44 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kampung adat Cireundeu merupakan kampung adat yang terletak di kelurahan Leuwigajah, kecamatan Cimahi Selatan dan sudah berusia ratusan tahun. Kampung adat Cireundeu mulai muncul pada abad ke-17 M. 

Kata "Cireundeu" sendiri berasal dari dua kata, yaitu kata "Ci" yang artinya air dan kata "Reundeu" yang merujuk pada tumbuhan Reundeu. Penamaan kata Cireundeu merujuk pada tumbuhan Reundeu tersebut, dikarenakan dahulu di kampung tersebut menjadi habitat khusus tanaman Reundeu yang menjadi tanaman atau obat herbal masyarakat kampung sekitar.

Kampung adat Cireundeu diperkirakan terdapat 1000 jiwa. Sebagian besar mereka bertani singkong yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat setempat. Secara keseluruhan luas lahan kampung adat Cireundeu ini adalah 90 hektar yang dibagi ke dalam 2 fungsi lahan, yaitu lahan pemukiman 7 hektar dan hutan sekitar 70 -- 80 hektar. Kemudian hutan tersebut dibagi lagi ke dalam 3 fungsi hutan. 

Pertama hutan larangan merupakan hutan terlarang kampung tersebut dimana masyarakat dilarang untuk menebang pohon yang bertujuan untuk sebagai penyedia air bagi masyaratak kampung adat Cireundeu khususnya. 

Kedua hutan tutupan (hutan konservatif) merupakan hutan yang bias ditebang pohonnya untuk keperluan masyarakat sekitar, akan tetapi harus dilakukan reboisasi kembali.

Ketiga Hutan Baladahan (hutan pertanian) merupakan hutan yang digunakan sebagai lahan pertanian oleh masyarakat setempat yang biasanya ditanami jagung, singkong, dan umbi-umbian.

Masyarakat kampung adat Cireundeu sangat menjunjung tinggi kepercayaan serta kebudayaan leluhur mereka. Mereka masih menganut kepercayaan kuno para leluhur mereka, yaitu kepercayaan Sunda Wiwitan. 

Mereka sangat menghargai aturan atau norma kampung setempat. Selain itu kebudayaan kuno mereka masih sangat lestarikan. Mulai cara berpakaian, cara ibadah, kesenian dan musik, sampai dengan pantangan-pantangan (pamali) yang telah diyakini sejak dahulu.

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Masyarakat kampung adat Cireundeu mengonsumsi nasi singkong yang berasal dari rasi atau beras singkong. Nasi singkong menjadi makanan pokok masyarakat setempat sejak tahun 1918 M, dimana pada saat itu masyarakat setempat mengalami kelaparan dan krisis padi akibat dari penjajahan Belanda. 

Berangkat dari hal tersebut mendeklarasikan diri untuk merdeka dari penjajahan belanda dengan tidak menanam padi dan tidak membayar upeti (pajak) kepada belanda. Sejak saat itu, nasi singkong menjadi makanan pokok masyarakat kampung adat Cireundeu.

Pengolahan singkong menjadi rasi atau beras singkong melalui beberapa tahap pengolahan yang dilalui selama 2 -- 3 hari. Peralatan dalam mengolah rasi baru ditemukan pada tahun 1924 oleh masyarakat setempat. 

Dalam mengolah rasi menggunakan 2 alat utama, yaitu jubleg wadah untuk menumbuk atau menghaluskan singkong yang terbuat dari batu dan halu merupakan penumbuk singkong yang terbuat dari kayu. 

Jenis singkong yang akan diolah menjadi rasi menggunakan singkong local bernama karihil dan garnawis. Jenis singkong tersebut memiliki kandungan sianida yang tinggi da nagak pahit sehingga kandungan gula rendah pada beras singkong.

Proses pengolahan singkong menjadi rasi melalui 7 tahap, yaitu mengupas, mencuci, memarut, memeras, menjemur, menumbuk, dan menyaring.

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Gambar dari kiri ke kanan menunjukan proses pengolahan singkong menjadi rasi atau beras singkong. Gambar pertama proses mengupas dan mencuci singkong. Gambar kedua proses memarut singkong menggunakan alat tradisional bernama "kuda-kuda". Gambar ketiga proses memeras saripati dari singkong yang telah diparut. 

Dalam proses peras memiliki perbandingan 1:6, artinya 6 gayung air dalam sekali peras. Dalam proses peras hanya 20% saripati yang akan diambil untuk diolah menjadi rasi. 

Gambar keempat merupakan hasil dari penjemuran saripati singkong. Proses penjemuran dilakukan selama 2 -- 3 hari untuk menghasilkan beras singkong yang baik. Gambar kelima proses penumbukan pati singkong yang telah kering. Gambar keenam hasil dari penyaringan singkong yang telah ditumbuk halus.

Beras singkong dapat bertahan paling lama 6 bulan. Dan untuk memasak rasi atau beras singkong ini harus menggunakan seeng (dandang) agar menghasilkan nasi yang baik dan tidak tercampur seperti adonan. Nasi singkong ini memiliki kandungan gula yang rendah, sehingga sangat sehat dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

Kampung adat Cireundeu merupakan kampung yang aman dan tentram serta kampung yang asri. Sekarang ini, kampung adat Cireundeu menjadi tempat untuk mempelajari budaya dan adat istiadat dari suku Sunda.

Mari mengenal adat istiadat beserta keunikan serta keindahan kampung adat Cireundeu

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun