Mr. Elmo datang menghampiri. Ia tak membawa kamera. Hanya secarik puisi.
"Kau pikir mereka ingin tawa? Tidak, Nak.
Mereka ingin makna.
Dan sayangnya, makna tak dijual di etalase."
Sejak saat itu, negeri Selfilandia mulai berubah.
Guru-guru mulai menurunkan kamera dan kembali membuka buku.
Murid-murid mulai berbicara, bukan hanya menonton.
Dan kebahagiaan? Ia tak lagi dikemas dalam paket liburan, tapi ditemukan dalam percakapan yang jujur, di kelas yang sederhana.
Di sana, Mr. Elmo masih mengajar. Tak pernah viral.
Tapi setiap kali ia bicara, jiwa-jiwa muda pulang ke dirinya sendiri.
"Kita terlalu sering diajari untuk tertawa... dan lupa caranya merasa."
Mendidik bukan soal siapa dan bagaimana kita bekerja, tapi untuk siapa dan mengapa kita ada.!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI