Mohon tunggu...
AbieLabieba
AbieLabieba Mohon Tunggu... Guru - Belajar sebagai cara hidup

Sekolah Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menghamba pada Murid, Memperkuat Ketidakmerdekaan dan Keterpaksaan?

11 Mei 2023   18:31 Diperbarui: 11 Mei 2023   18:35 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AbieLabiebA design.

MENGHAMBA PADA MURID
"Memperkuat ketidakbebasan dan keterpaksaan?"
Oleh : Habiburrahman Beberapa orang mungkin merasa bahwa istilah "Menghamba" memiliki konotasi yang negatif atau menakutkan, karena kata "hamba" bisa diartikan sebagai orang yang dipaksa atau tidak bebas. Selain itu, beberapa orang mungkin juga merasa bahwa konsep menghamba bertentangan dengan konsep kebebasan dan kemandirian individu. Hal ini pulalah yang menjadi kegelisahan saya ketika dikaitkan dengan sesama apalagi dengan objek sebuah konsep ataupun hal-hal yang bersifat materil. Sekarang, istilah ini kemudian muncul dalam jargon "Kurikulum Merdeka". Apakah istilah ini hadir menjadi bagian dari  "Ketidakmerdekaan"? Bukankah hal tersebut menjadi berkontradiktif?.

Mungkin alternatif yang bisa dipertimbangkan adalah mengganti istilah "Menghamba" dengan kata-kata yang lebih netral dan positif, seperti "Mengabdi" atau "Berbakti". Hal ini bisa membantu memperjelas konsep yang ingin diajarkan tanpa menimbulkan konotasi negatif atau kontroversial.

Istilah "menghamba pada murid" dalam Kurikulum Merdeka sebenarnya memiliki konteks yang berbeda dengan istilah "menghamba pada guru". Pada Kurikulum Merdeka, "menghamba pada murid" sebenarnya merujuk pada pendekatan pendidikan yang berorientasi pada siswa, yang menekankan pada pengembangan kemandirian dan kreativitas siswa, serta kemampuan untuk mengambil inisiatif dalam proses belajar-mengajar.

Dalam konteks ini, "menghamba pada murid" sebenarnya mengandung makna bahwa guru harus berperan sebagai fasilitator dan mentor dalam proses belajar-mengajar, sementara siswa berperan aktif dalam mengambil inisiatif dalam pembelajaran mereka sendiri. Dalam hal ini, istilah "menghamba pada murid" dapat dipahami sebagai upaya untuk membangun kepercayaan diri dan kemandirian siswa, dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan masa depan.
Namun, penting untuk diingat bahwa penggunaan istilah "menghamba" pada apapun dapat memiliki konotasi negatif, sehingga perlu dipertimbangkan penggunaannya secara hati-hati dalam konteks pendidikan.

Bagi saya, Istilah "menghamba pada murid" tidaklah tepat karena murid seharusnya bukanlah tujuan untuk dihamba. Sebaliknya, tugas seorang guru adalah membantu murid untuk mencapai potensi penuh mereka, dan mempersiapkan mereka untuk masa depan yang sukses. Dalam konteks pendidikan modern, pendekatan yang lebih seimbang dan berorientasi pada siswa dapat lebih efektif dalam mempromosikan pembelajaran yang aktif dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.

Pendekatan yang lebih seimbang dan berorientasi pada siswa dapat mencakup beberapa hal diantaranya :
Memberikan ruang untuk siswa untuk memimpin diskusi dan menentukan arah pembelajaran mereka sendiri.
Menyediakan lingkungan belajar yang inklusif dan aman bagi semua siswa.
Memberikan umpan balik positif dan konstruktif yang menghargai upaya dan keberhasilan siswa, dan memberikan dorongan untuk memperbaiki kelemahan mereka.
Mendorong kemandirian dan tanggung jawab siswa dalam pembelajaran mereka, dengan memberikan tugas yang dapat diselesaikan secara mandiri dan meminta mereka untuk merancang dan memperkirakan hasil dari tugas mereka sendiri.
Dalam praktiknya, guru harus memperhatikan kemampuan dan kebutuhan individual setiap siswa dan menyesuaikan pendekatan mereka untuk memfasilitasi pembelajaran yang efektif dan bermanfaat bagi semua siswa.

Terkait dengan penggunaan istilah "menghamba pada murid" dalam Kurikulum Merdeka, perlu dilakukan penjelasan yang lebih tepat agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atau interpretasi yang salah. Penjelasan yang lebih tepat dapat mencakup:

1. Menekankan pada makna yang sesungguhnya dari istilah "menghamba pada murid" dalam konteks Kurikulum Merdeka, yaitu pendekatan pendidikan yang berorientasi pada siswa, yang menekankan pada pengembangan kemandirian dan kreativitas siswa serta kemampuan untuk mengambil inisiatif dalam proses belajar-mengajar.

2. Memberikan contoh konkret mengenai bagaimana guru dapat menerapkan pendekatan "menghamba pada murid" dalam praktiknya, seperti memberikan ruang bagi siswa untuk menentukan arah pembelajaran mereka, mendorong kreativitas dan inovasi siswa, dan memberikan umpan balik yang memotivasi dan mendukung perkembangan siswa.

3. Menjelaskan bahwa "menghamba pada murid" sebenarnya merupakan bagian dari upaya Kurikulum Merdeka untuk mengembangkan lulusan yang lebih mandiri, kreatif, dan inovatif, yang mampu menghadapi tantangan masa depan dan berkontribusi positif bagi masyarakat.

4. Dengan penjelasan yang lebih tepat, penggunaan istilah "menghamba pada murid" dalam Kurikulum Merdeka dapat lebih dipahami dengan benar dan efektif dalam mencapai tujuan kurikulum tersebut.

Jika merujuk pada KBBI, istilah "menghamba pada murid" memang tidak relevan karena kata "menghamba" sendiri memiliki makna yang negatif dan tidak sesuai dengan konteks pendidikan yang seharusnya mencerminkan keterlibatan aktif dan seimbang antara guru dan siswa.

Menurut KBBI, "menghamba" adalah sebuah kata kerja yang berarti "menjadi hamba; mengabdikan diri (kepada Tuhan, raja, atau yang dianggap lebih tinggi kedudukannya), tunduk; memperbudak diri". Penggunaan istilah "menghamba pada murid" dapat menimbulkan kesan bahwa siswa berada dalam posisi yang lebih tinggi kedudukannya dibandingkan guru, yang justru seharusnya tidak terjadi dalam proses pendidikan.

Salah seorang sahabat saya (Ramadhan) pernah memberikan kritik juga akan hal ini. Berikut kutipan tulisan yang pernah diajukan ketika istilah ini muncul dalam kurikulum merdeka yang kita adopsi entah dari mana sumber utamanya. Menurutnya, "kalimat itu muncul karena suatu sejarah, yaitu ketika Ki Hajar Dewantara didesak menyelesaikan sebuah tulisan, lalu diganggu oleh putrinya, Asti Wandasari, yang ingin mengajak bermain. Karena Ki Hajar Dewantara dikejar oleh dedline, yang pada dasarnya adalah untuk keluarga, terpaksa mengeluarkan Asti dari ruangannya. Di luar ruangan, Asti kedinginan karena musim dingin, lalu pingsan dan mengalami cidera otak, yang membuatnya mengalami lumpuh otak.

Di samping ranjang rawat si Asti, Ki Hajar Dewantara menyesali keegoisannya yang mengabaikan Asti. Seraya Ki Hajar Dewantara mengatakan pada Asti, "Aku akan memuliakanmu anakku".

Kalimat "Aku akan memuliakanmu" diterjemahkan oleh para ahli pendidikan, sebagai "menghamba pada anak, menghamba pada murid". Itulah cikal bakal muncul kalimat itu. Ramadhan juga memberikan argumen yang merujuk pada KBBI bahwa, menghamba, dari kata dasar hamba. Hamba artinya :

1. n abdi; budak belian: misal memerdekakan hamba adalah perbuatan yang terpuji
2. n kl saya (untuk merendahkan diri): misal hamba tidak berani mengatakannya, Tuanku
3. n kl ya, Tuan (sangat takzim): "Betulkah ini anakmu?" "hamba!"

Pada arti pertama, hamba berarti abdi. Dengan begitu, menghamba artinya "mengabdi (kepada)". Misal bapaknya adalah pejuang yang selalu "mengabdi" kepada nusa dan bangsa. Dengan begitu lahirnya istilah "menghamba pada murid" yang berarti "mengabdi kepada murid".

Pada ranah yang lain, terdapat juga istilah hamba hukum, yang diartikan petugas hukum. Hamba nafsu yaitu orang yang suka menurutkan hawa nafsunya. 

Hamba uang yaitu orang yang memiliki keinginan berlebihan terhadap kekayaan dunia ini. Dengan alasan ini, mereka menyebutkan hamba bukan hanya ditujukan untuk menyatakan bentuk pengabdian kepada Tuhan semata, melainkan kepada selain Tuhan juga. Termasuk kepada murid" (Ramadhan, 2022).

Ramadhan juga mengeritik istilah ini dengan mengatakan bahwa :

1. Ki Hajar Dewantara yang dikatakan sebagai sumber munculnya istilah "menghamba pada murid" TIDAK pernah mengatakan itu. Beliau memunculkan istilah "Aku akan memuliakanmu", bukan "Aku akan menghamba padamu".

2. Secara KBBI, secara sintaksis strukturnya benar dan tepat. Tetapi ingat ada konteks sosial yang melingkupi penggunaan bahasa itu. Perhatikan contoh berikut : Ari adalah murid dari Pak Irfan. Ari ingin bertanya tentang tugasnya, apakah sudah dinilai atau belum. Ari mengatakan begini kepada pak Irfan "Pak, apakah kamu sudah memeriksa tugas saya?". Diksi "kamu" menurut KBBI, benar. Struktur kalimat yang diucapkan oleh Ari, secara sintaksis juga tepat. Tetapi secara psikologi sosial apakah pertanyaan Ari itu benar? Salah Pak, Salah Buk. Itu namanya tidak sopan. Itu melanggar maksim kesopanan. Itu mengapa di dalam kaidah penggunaan bahasa Indonesia, ada syarat kedua selain benar yaitu baik. Kalimat Ari di atas, benar tetapi tidak baik. Mestinya, yang benar dan baik adalah "Apakah Bapak sudah memeriksa tugas saya?". Menurutnya, "menghamba pada murid", merupakan kalimat yang benar tetapi tidak baik. Kalimat itu menciderai arti penghambaan kepada sang Kholik. Dengan begitu, kalimat ini "menghamba pada murid", menurutnya cacat.  Selain itu, dia juga memberikan contoh yang ekstrem sebagaimana kalimat berikut "Kuda makan batu". Secara KBBI kuda (baku), makan (baku), batu (baku). Secara sintaksis, benar yaitu "kuda (subjek), makan (predikat), batu (objek)". Tetapi secara "akal" kalimat ini salah.

Dari beberapa argumentasi di atas, saya akan memberikan beberapa alasan dan kritik yang sama dalam rangka memperkuat argumentasi di atas terhadap istilah ini sebagai berikut :

1. Konotasi negatif: Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, istilah "menghamba" pada apapun dapat memiliki konotasi negatif, yang dapat menimbulkan kesalahpahaman atau interpretasi yang salah. Penggunaan istilah yang tepat dan tidak ambigu akan membantu mencegah interpretasi yang salah dan kesalahpahaman.

2. Keterbatasan dalam menerapkan pendekatan yang lebih seimbang dan berorientasi pada siswa: Meskipun kurikulum merdeka menekankan pada pendekatan pendidikan yang berorientasi pada siswa, istilah "menghamba pada murid" dapat menimbulkan kesan bahwa siswa berada dalam posisi yang lebih dominan, sementara guru berada dalam posisi yang lebih pasif. Sebagai gantinya, pendekatan yang lebih seimbang dan berorientasi pada siswa memerlukan kolaborasi yang efektif antara guru dan siswa, sehingga pendidikan dapat berlangsung secara efektif.

3. Tidak tepat dalam menggambarkan peran guru: Peran guru dalam pendidikan tidak hanya sebagai fasilitator atau mentor, tetapi juga sebagai pemimpin dalam mengarahkan dan memfasilitasi pembelajaran siswa. Guru juga bertanggung jawab untuk memberikan pemahaman yang tepat dan mendalam mengenai materi pelajaran, memberikan umpan balik yang konstruktif dan membantu siswa dalam mengatasi kesulitan dalam pembelajaran.

Berikut masukan saya terhadap istilah ini setidaknya dapat menjadi rekomendasi dalam memilih istilah yang lebih tepat untuk menggantikan diksi "menghamba pada murid" dalam dunia pendidikan. Istilah ini adalah diksi yang secara pribadi, saya sependapat dengan apa yang telah diungkapkan sahabat saya di atas. Sehingga istilah ini bisa kembali sebagaimana filosofi aslinya yaitu "Memuliakan Murid" dengan beberapa alasan yang sesuai dengan konteks dan maknanya dalam dunia pendidikan.

Dalam hal ini, perlu untuk memperjelas makna dan konteks penggunaan istilah "menghamba pada murid" dalam Kurikulum Merdeka, dan menekankan pada pentingnya kolaborasi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Sebagai gantinya, istilah yang lebih tepat dan relevan untuk menjelaskan pendekatan pendidikan yang berorientasi pada siswa adalah "memberdayakan siswa" atau "mendorong kemandirian siswa" atau istilah lain yang lebih positif dan mencerminkan kolaborasi antara guru dan siswa dalam proses belajar-mengajar. Berikut penjelasan saya terhadap beberapa rekomendasi istilah di atas :

1. Memberdayakan siswa: Istilah ini mencerminkan pendekatan pendidikan yang berorientasi pada siswa dan memperkuat kemandirian siswa dalam proses belajar-mengajar. Dalam konteks ini, guru berperan sebagai fasilitator atau mentor, membantu siswa dalam menemukan potensi mereka dan mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan.

2. Mendukung kemandirian siswa: Istilah ini mencerminkan pentingnya memberikan siswa kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran dan mengambil tanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri. Dalam konteks ini, guru membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan dan kemampuan untuk belajar secara mandiri dan mengambil keputusan yang tepat dalam proses pembelajaran.

3. Mendorong kolaborasi antara guru dan siswa: Istilah ini mencerminkan pentingnya kolaborasi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran, di mana guru dan siswa saling berinteraksi, saling mendukung, dan saling belajar satu sama lain. Dalam konteks ini, guru dan siswa saling bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran dan mengembangkan keterampilan sosial dan emosional.

Dalam hal ini, penting untuk memilih istilah yang tepat dan mencerminkan pendekatan pendidikan yang seimbang dan berorientasi pada siswa, di mana guru dan siswa saling bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran dan mengembangkan potensi siswa secara maksimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun