Mohon tunggu...
Abdurrahman
Abdurrahman Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti Madya di SegiPan (Serikat Garda Intelektual Pemuda Analisis Nasionalisme)

Tertarik dengan kajian kebijakan publik dan tata pemerintahan serta suka minum kopi sambil mengamati dengan mencoba membaca yang tidak terlihat dari kejadian-kejadian politik Indonesia. Sruput... Kopi ne...!?

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Pola Pemenangan Pemilu Kesatuan Komando Blocking Area Zonasi TPS

2 April 2023   01:50 Diperbarui: 2 April 2023   22:57 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisa disimpulkan di pileg dengan sistem proporsional lebih mementingkan suara, tidak heran ini dilapangan banyak konflik di penghitungan suara. Sedangkan pilpres dengan sistem plurality lebih mementingkan kawasan/basis, penguasaan lapangan/distrik untuk mendapatkan persentase suara tertinggi/mayoritas. 

Maka ground untuk pileg adalah di lebih di pengerahan dan pengamanan suara, sedangkan ground pilpres/eksekutif lebih menekankan penguasaan kawasan dan basis warga masyarakat. Jika dapat mensinkronisasikan perkiraan keadaan perilaku pemenangan itu akan sangat memaksimalkan pemenangan dan perolehan suara. Tapi jika jalan sendiri, maka peluang jadi partai pendominasi akan hilang dengan modal yang dimiliki saat ini.

Pada pemilu 2024 pemilu legislatif dan eksekutif bersamaan, walaupun eksekutif tersebut hanya memilih pasangan capres untuk eksekutif nya. Maka mau tidak mau partai harus menggabungkan metode target suara minimal dan penguasaan kawasan/basis. Untuk kemudahan kita singkat pendekatan target suara yakni comandante stelsel dan penguasaan kawasan/basis sistem zonasi. Artinya, dalam pemenangan legislatif kita tidak perlu menguasai seluruh kawasan/basis, misal dalam satu dapil ada sepuluh desa, kita hanya perlu kerja pemenangan di dua desa sudah cukup asal maksimal untuk memenuhi target suara. Tapi kalau pemenangan eksekutif/pilpres harus menguasai semua kawasan/basis, semisal ada sepuluh desa maka harus kerja pemenangan di semua desa itu, dengan prinsip persentase kemenangan di setiap desa secara rata-rata harus tertinggi dari kandidat lain. 

Apalagi khusus pilpres ada ketentuan 50%+ untuk dinyatakan pemenang, jika lebih dari dua pasang tidak boleh ada dibawah 20% perolehan suaranya dalam satu provinsi. Maka kombinasi target suara minimal dan penguasaan kawasan akan sangat penting untuk memenangkan pemilu 2024 (Pileg dan Pilpres), selain itu saling menguntungkan untuk memaksimalkan perolehan suara. 

Dengan pemahaman ini, pemenangan caleg harus dibagi proporsional alokasi zonasi TPS untuk mendapatkan target suara minimal setiap caleg, yang artinya untuk kepentingan pilpres tidak ada TPS yang kosong atau tidak dikuasai oleh caleg dan partai secara umum. 

Semisal dalam satu dapil ada 900 TPS dibagi 10 caleg yakni 90 alokasi setiap caleg, akan tetapi karena mempertimbangkan kekuatan caleg dan kebutuhan logistik maka secara realistis dibagi secara proporsional, yakni caleg incumbent dua kali sampai dengan tiga kali alokasi TPS yaitu 180 zonasi TPS atau 270 alokasi TPS. Caleg prioritas 90 zonasi TPS hingga 180 zonasi TPS, caleg pendamping 45 zonasi hingga 90 zonasi TPS. Dengan ketentuan caleg incumbent tidak boleh kurang dari 180 zonasi TPS dan di perioritaskan bertambah, caleg prioritas dan pendamping bisa bertambah atau berkurang bergantung evaluasi setiap tiga bulan.


Untuk pemilu 2024 secara simulasi akan sangat maksimal dengan pendekatan zonasi dulu baru mengikuti pendekatan target suara minimal. Artinya, partai yakni struktural harus menguasai atau kerja di semua kawasan/basis agar persentase kemenangan partai tertinggi dari partai lain, baru caleg dalam kawasan/basis tersebut dibagi-bagi daerah kerja untuk mengembangkan basis dan memaksimalkan suara. Dengan begitu suara capres usungan partai diharapkan tertinggi secara persentase atau mendapatkan suara mayoritas, sedangkan caleg memaksimalkan target minimal suara. Kawasan/basis yang dimaksud disini adalah TPS secara keseluruhan.

Maka perlu dipahami cara kerja taktis dilapangan bagaimana kerja-kerja zonasi dan target suara minimal, hal ini untuk membagi kerja setiap unsur mulai dari pengurus struktural, caleg, tim caleg, tim pilpres, dan partisan/relawan. Terutama yang paling penting menarik dukungan dari piramida partisan, lapisan/irisan pemilih, pola perilaku pemilih di setiap kawasan yang lebih kecil hingga secara umum, serta kelompok di saluran-saluran politik lainnya. 

Jika bicara beban kerja Pilpres yang kemungkinan akan ada dua putaran kedua ketika lebih dari dua pasang calon, kenapa tidak dimaksimalkan satu putaran saja dengan pemahaman ini. Mending kerja sekali dari pada kerja dua kali yang beban kerja pada putaran kedua akan lebih berat dan biaya yang lebih besar, sebab kekuatan di caleg secara tim kerja dan biaya tidak ada lagi di putaran kedua. Maka prinsipnya, dua pasang atau lebih di pilpres pada putaran pertama yang berbarengan dengan pileg harus maksimal menang satu putaran.

C. Kewajiban Partai dan Perkiraan Keadaan 

Comandante stelsel dan zonasi TPS bisa dilaksanakan dengan maksimal asalkan ada keputusan tentang prinsip, peraturan pembagian kerja, kewenangan, dan tanggung jawab kerja-kerja pemenangan setiap bagian unsur. Setidaknya, minimal jika ditingkat cabang diputuskan dalam rapat kerja DPC diperluas. Tentunya peraturan itu agar benar-benar dijalankan oleh semua unsur harus mengandung imbalan dan hukuman, atau kekuatan yang bersifat memaksa. Tapi sebelum itu partai harus memenuhi kewajibannya dan tanggungjawabnya, agar segala unsur partai juga memenuhi tugas, wewenang, dan tanggungjawabnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun