"Ibu tiri hanya cinta kepada ayahku saja, selagi ayah di sampingku ku dipuja, ku dimanja. Tapi bila ayah pergi, ku dinista dan dicaci."--- Cuplikan lirik Ratapan Anak Tiri, dinyanyikan Iis Dahlia (sumber: KapanLagi.com)
Lagu sendu ini dulu begitu populer. Menggambarkan betapa seorang anak merasa terbuang karena ibu tiri hanya peduli pada ayah, bukan pada dirinya. Lirik ini seolah mengabadikan stigma lama: ibu tiri adalah dingin, kejam, dan penuh pilih kasih.
Lagu Lama, Luka Lama
Di Indonesia, kata ibu tiri hampir otomatis diasosiasikan dengan sosok jahat. Dari cerita rakyat Bawang Merah & Bawang Putih sampai sinetron berjilid-jilid era 90-an, ibu tiri hadir sebagai antagonis utama. Jika bukan menyiksa, paling tidak membuat anak tiri merasa terbuang.
Dan narasi itu bukan hanya dongeng. Ia pernah hadir dalam tragedi nyata.
Tragedi Arie Hanggara
Tahun 1984, publik dikejutkan oleh kasus Arie Hanggara, bocah 8 tahun di Jakarta yang meninggal karena disiksa ayah kandung dan ibu tirinya.
Kisah ini kemudian difilmkan pada 1985 dengan judul Arie Hanggara, disutradarai Frank Rorimpandey dan ditulis Arswendo Atmowiloto. Pemeran utamanya adalah Yan Cherry Budiono sebagai Arie, dengan deretan aktor dan aktris terkenal seperti Deddy Mizwar, Joice Erna, Anissa Sitawati, Cok Simbara, Zaenal Abidin, Nani Wijaya, Sofia WD, hingga Mien Brodjo. Musiknya digarap maestro Idris Sardi.
Film berdurasi 108 menit itu menyayat hati. Anak kecil yang tak berdaya, disiksa hingga mati. Tragedi ini menancapkan lebih dalam stigma bahwa ibu tiri identik dengan penderitaan.
Dari Nusantara ke Florida
Namun, apa jadinya bila narasi "ibu tiri" ini kita tarik ke benua lain? Ternyata, kasus serupa bukan hanya milik dongeng atau film Indonesia, melainkan nyata di Amerika.