Prestasi yang sering diumumkan pun kadang hanya bersumber dari lomba internal atau kegiatan antar siswa satu sekolah, yang kemudian diklaim sebagai pencapaian luar biasa. Padahal, indikator keberhasilan sekolah seharusnya terukur secara objektif, misalnya:
Berapa persen lulusan yang masuk PTN tanpa bantuan bimbel?
Berapa siswa yang benar-benar siap secara mental dan intelektual untuk melanjutkan studi?
Kalau sekolah hanya sibuk menghitung piagam dan mendandani panggung wisuda, apa bedanya dengan EO (event organizer) prestisius?
Mari Merenung
Sekolah elit dengan biaya selangit tidak seharusnya menjual kemasan, tetapi memperjuangkan substansi.
Wisuda seharusnya menjadi simbol perjalanan pendidikan yang utuh, bukan seremoni glamor yang meninabobokan kita dalam ilusi keberhasilan.
Sekolah harus menjadi ruang tumbuh, bukan hanya tempat tampil.
Karena jika tidak, maka kita sedang menciptakan generasi yang lebih sibuk tampil dibanding berpikir, lebih suka tepuk tangan dibanding membaca, dan lebih percaya panggung daripada proses.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI