Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Politik

Para Pemangsa

11 Juli 2021   20:14 Diperbarui: 11 Juli 2021   20:30 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Foto Penulis

Mereka bukan hanya mengakibatkan rakyat miskin semakin menderita dalam kemiskinannya, tetapi juga meruntuhkan derajat negara ini ke titik   terendah. Mereka ciptakan suasana yang memosisikan Indonesia sedang menderita penyakit kelumpuhan.

Kebijakan impor bahan pangan atas nama liberalisasi perdagangan atau pasar global memang resiko yang harus ditempuh oleh bangsa atau Negara manapun di dunia ini, akan tetapi impor ini bukan untuk "memakan" peluang petani  atau elemen sosiaal darI "klister" lainnya dalam berkreasi atau mewujudkan kedaulatannya di negeri ini.

Komunitas petani menjadi demikian menderita atau kehilangan keberdayaannya akibat mafia, termasuk mafia beras yang selama ini memperdayai Indonesia.  Mereka melakukan rekayasa pasar yang seolah-olah negeri ini sedang "darurat", sehingga membutuhkan pertolongan, diantaranya melalui impor atau penggunaan sindikasinya.

Pemberantasan mafia beras tidak semata memberangus para sindikat yang demikian sering melemahkan Indonesia, tetapi juga mengalahkan paradigma sekelompok pemodal berplat hitam yang sukanya menebar prinsip "siapa lagi yang bisa dimakan atau dimangsa " sebanyak-banyaknya.

Itu menjadi tanggungjawab pemerintah (negara) untuk membuktikan bahwa dirinya lebih kuat dibandingkan para mafia, kecuali jika sebagian oknum di ranah penyelenggara negara memang lebih menyukai membela dan membesarkan para mafia yang menguntungkannya.

Prinsip para mafia "siapa lagi yang bisa dimakan" merupakan prinsip anti Pancasila dan agama, sehingga Negara berkewajiban berdiri di garis depan jihad memberantas mafia sampai ke akar-akarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun