Pemerintah Indonesia kembali mengajukan langkah reformasi pajak dengan merancang skema pemungutan otomatis pajak terhadap pelaku usaha di platform e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, dan Lazada. Rencana ini menargetkan penarikan pajak final sebesar 0,5% dari penghasilan bruto para pedagang daring---sebuah langkah yang diklaim bertujuan untuk menertibkan "ekonomi bayangan" (shadow economy) yang tidak tercatat dalam sistem perpajakan nasional atau justru menjadi kebijakan yang akan melemahkan sektor usaha kecil.Mengapa Pemerintah Mengambil Langkah Ini?
Menurut data Kementerian Keuangan, lebih dari 40% aktivitas ekonomi digital di Indonesia belum tersentuh pajak, terutama karena dilakukan oleh individu atau usaha kecil yang belum terdaftar sebagai wajib pajak resmi. Padahal, transaksi di e-commerce pada tahun 2024 mencapai lebih dari Rp 800 triliun, menjadikannya salah satu sektor paling pesat pertumbuhannya.
Langkah ini dimaksudkan untuk:
- Meningkatkan rasio pajak nasional (tax ratio), yang saat ini masih berada di bawah 12%.
- Mendorong pendataan dan legalisasi UMKM digital.
- Mencegah praktik penghindaran pajak (tax evasion) yang merugikan negara.
Skema Pemotongan Pajak Langsung dari Marketplace
Pemerintah mengusulkan agar platform e-commerce secara otomatis memotong 0,5% dari setiap transaksi penjual, lalu menyetorkannya ke negara. Ini mirip seperti skema PPh final UMKM, namun pemungutnya kini bukan lagi si pelaku usaha secara mandiri, melainkan sistem digital dari platform itu sendiri.
Contoh:
Jika seorang penjual menjual barang senilai Rp 1.000.000, maka Rp 5.000 akan langsung dipotong sebagai pajak dan disetorkan ke negara.
Beban tambahan bagi pelaku UMKM kecil, terutama mereka yang masih dalam tahap bertumbuh. Sebab Kurangnya edukasi dan sosialisasi, yang bisa memicu kepanikan atau penurunan transaksi.
Kebijakan ini ber Potensi ketimpangan antara pelaku lokal dan pemain besar lintas negara yang belum dikenai pajak serupa.
Banyak pelaku UMKM mengaku khawatir terhadap implementasi kebijakan ini.
"Margin keuntungan kami kecil. Kalau masih harus dipotong lagi, bisa-bisa gulung tikar," ujar Rini, penjual aksesoris di Tokopedia.
Sementara itu, sebagian pelaku usaha yang sudah terbiasa dengan perpajakan menyambut baik kebijakan ini, asalkan jelas, sederhana, dan tidak memberatkan.
Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?
Agar kebijakan ini tidak menjadi bumerang, pemerintah perlu:
1.Sosialisasi dan edukasi intensif bagi UMKM, terutama pelaku informal.
2.Pengecualian atau batas minimal omset untuk wajib pajak UMKM kecil.
3.Skema insentif pajak atau pengembalian bagi UMKM yang taat pajak.
4.Transparansi penggunaan dana pajak untuk pembangunan sektor UMKM.
Kebijakan pemotongan pajak otomatis dari platform e-commerce dapat menjadi terobosan positif dalam memperluas basis perpajakan dan menertibkan ekonomi digital. Namun, tanpa pendekatan yang adil, bertahap, dan komunikatif, kebijakan ini berisiko mematikan semangat wirausaha digital kecil yang justru menjadi tulang punggung ekonomi rakyat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI