Dan Majelis Tarjih mempunyai 16 poin pokok-pokok manhaj Majelis Tarjih, pada poin yang ke-6 tertulis :
“ Tidak menolak ijma’ sahabat sebagai dasar suatu keputusan. ”
Selanjutnya kita kaji tentang penetapan awal Romadhon dan 2 hari raya dalam sejarah Islam:
Mulai diutusnya Rosululloh sampai beberapa abad setelahnya kaum Muslimin sebagiannya telah mengenal ilmu hisab tetapi ilmu hisab belum dikembangkan pada saat itu. Sebagai buktinya adalah riwayat yang disampaikan oleh Imam Abu Dawud dari Muhammad bin Sirrin, bahwa para sahabat telah mampu membuat kalender Hijriyyah, yang dimulai dengan bulan Muharrom dan dihitung dari tahun Hijrahnya Nabi Muhammad. Juga Ibnu Katsir dalam Bidayah dan Nihayah 3/206, berkata : “ Ditahun ke 16 dan ada yang mengatakan tahun ke 17 H, dizaman daulah(kholifah) Umar para sahabat telah bersepakat memulai penanggalan(Islam), dari tahun hijrah(Nabi) ”. lihat ‘Majmu’ Rosail Fi at-Tauhid, Syaikh Sholih Fauzan.
Bahkan al-Imam as-Syuyuti menyatakan bahwa Abdulloh bin Abbas telah menguasai 20 manzilah (posisi) yang berkaitan dengan ilmu hisab bulan. ‘BERSAMA PENGANUT MADZHAB HISAB’ Muhammad Said Aidi SH.I, Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan IPNU DKI Jakarta. saidnursi19.blogspot.com )
Pada masa kholifah ke 2 dari dinasti Bani Abbasiyyah, yaitu kholifah Ja’far al-Mansyur(wafat 156 H/ 775 M), Ilmu hisab mulai dikembangkan, dengan diterjemahkannya kitab “ Sindihind “ yang dikarang oleh Manka seorang ahli falak/hisab dari India.
Seorang panglima syi’ah, jauhar as-Siqlii abad ke 3 H/ 9 M dari bani Fatimiyyah di Tunisia, setelah menaklukan Mesir maka ibukota Bani Fatimiyyah dipindah ke Qohiroh di Mesir, diantara kebijakan dinasti Syi’ah ini adalah :
Menetapkan romadhon dan Ied dengan metode hisab murni, dan ini satu-satunya penggunaan metode hisab dalam sejarah kekholifahan Islam, sampai runtuhnya Turki Utsmanii. Dan kebijaksanaan tersebut ditentang oleh para ulama disaat itu dan dinyatakan sebagai perkara yang bid’ah.
Membangun Masjid dan al-Jami’ al-Qohiroh (yang sekarang berganti nama menjadi Universitas al-Azhar), yang digunakan sebagai pusat ibadah dan pendidikan Syi’ah.
Tetapi alhamdulillah setelah seorang yang berilmu sekaligus panglima besar, Salahuddin al-Ayyubi(wafat 589 H/ 1192 M) bisa menyelamatkan Mesir dari tangan orang-orang syiah ditahun 567 H/ 1171 M, maka syiar-syiar syi’ah berhasil di hilangkan dari universitas al-Azhar, sampai sekarang.
Puncak kejayaan ilmu falak dalam kaum Muslimin diabad ke 3 H/ 9 M, yang dimasa itu seorang ahli falak Al-Khawarizmi(wafat antara 220-230 H) telah mengarang Kitab “al-Mukhtashar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah”. kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Robert Chester pada tahun 535 H/ 1140 M, dan pada tahun 1247 H/ 1831 M diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Frederic Rosen.