Mohon tunggu...
nur sahid
nur sahid Mohon Tunggu... -

MDI permata bunda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengambil Pelajaran dari Sejarah Tentang Hisab

8 Juni 2013   08:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:22 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak diutusnya Rosululloh sampai keruntuhan Turki Utsmani, Penguasa kaum Muslimin dari zaman ke zaman, dari dinasti ke dinasti, senantiasa menggunakan metode rukyah atau istikmal, kecuali Mesir ketika dikuasai oleh orang-orang syi’ah.

Setelah Mesir merdeka dari penjajahan Inggris pada tahun 1922, muncul wacana menggunakan hisab murni dari pemikir Islam, Muhammad Rosyid Ridho(membolehkan), Mushthofa Ahmad Az Zarqo dan Yusuf al-Qoradhowi(keduanya menekankan untuk memakai hisab mutlak tanpa rukyah dizaman ini), tetapi wacana tersebut tidak mendapatkan respon dari para ulama maupun pemerintah Mesir, bahkan sampai sekarangpun Mesir tetap menggunakan metode rukyah atau hisab( pendapat Ibnu Suraij ) dalam menetapkan awal Romadhon dan 2 hari raya. wawancara bersama ketua dewan fatwa Mesir, Dr. Muhammad Syalabi, Tentang penentuan awal Hijriah, sufimedan.blogspot.com

Sejak seabad yang lalu Indonesia mempunyai cendikiawan Islam yang menguasai ilmu falak, diantaranya Syekh Taher Jalaluddin, Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Ahmad Rifa’i, dan K.H. Sholeh Darat. Selanjutnya murid Syaikh Ahmad Khotib yaitu K.H. Ahmad Dahlan dan Jamil Djambek. Kemudian diteruskan oleh anaknya Siraj Dahlan dan Saadoe’ddin Djambek, ahli falak yang lain yaitu KH. Ahmad Badawi beliau adalah ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyyah tahun 1962 Sampai 1968 M. Tetapi tidak ada satupun nukilan yang tegas dari para ahli falak diatas yang menfatwakan untuk menggunakan metode hisab secara mutlak, dalam menetapkan awal Romadhon dan 2 hari raya, padahal mereka ahlinya, sebagai buktinya adalah, apa yang ada pada HPTM(Hipunan Putusan Tarjih Muhammadiyyah), tertulis :

عن ابى هريرة رضي الله عنه قال النبي صلعم : صوموا لرؤيته فافطروا لرؤيته فان غم عليكم فاكملواالعدة شعبان ثلاثين

وقوله تعالى : هو الذى جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عددالسنين والحساب

اذا اثبت الحاسب عدم وجود الهلال او وجوده مع عدم الامكان الرؤية  و راى المراياه فى اليلة نفسها


فايهما المعتبر ؟  قر ر مجلس الترجيح ان المعتبر هو الرؤية مما روى عن ابى هريرة تقدم

“ Diriwayatkan oleh Bukhari bahwa Rasulullah saw bersabda: ”Berpuasalah karena melihat tanggal dan berbukalah karena melihatnya. Maka bilamana tidak terlihat olehmu, maka sempurnakan bilangan bulan sya’ban  30 hari “ , dan Alloh telah berfirman : “ Dialah yang membuat matahari bersinar dan bulan bercahaya serta menentukan gugus manazil-manazilnya agar kamu sekalian mengerti bilangan tahun dan hisab.” (Al-Quran surat Yunus ayat 5).

Apabila ahli hisab menetapkan bahwa bulan belum tampak (tanggal) atau sudah wujud tetapi tidak kelihatan, padahal kenyataan ada orang yang melihat pada malam itu juga; manakah yang mu’tabar. Majlis Tarjih memutuskan bahwa ru’yahlah yang mu’tabar. Menilik hadits dari Abu Hurairah r.a. yang berkata bahwa Rasulullah bersabda:”Berpuasalah karena kamu melihat tanggal dan berbukalah (berlebaranlah) karena kamu melihat tanggal. Bila kamu tertutup oleh mendung, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban 30 hari.” “ (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim). (terjemahan dari HPTM)

Dan keputusan tersebut tetap diamalkan sampai tahun 2000 oleh Muhammadiyyah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun