CANDU
Apa yang paling candu?
Ganja, bukan
Rindu, persetan!
Semakin ia kau gugu
maka semakin candu
Mari mencoba nafsu
PERJAKA
Hujan telah turun
Lekas keluar,
sambut derai air langit
Menangislah bersamanya
Tenggelamlah dalam rintiknya
Hanya dengan hujan
air mata akan saru,
mengubur malu dalam ratapan pilu
SEDUHAN KOPI TERAKHIR
Tiap bertamu ke rumahnya selalu
Seduhan kopi hasil racik jari-jemari lentik
kucicip dengan tawa menggelitik.
Hingga suatu masa berjeda. Dan aku kembali menyaba rumahnya sebagaimana sejarah berulang.
Namun kala itu semua buyar. Ambyar. Dari bibirnya sekelumit kabar menampar amat kasar, "Aku udah dilamar..."
Seketika hadirku bukan lagi tempat bersandar, mungkin hanya teman mampir sekedar.
Padahal sudah terlampau liar imajinasi. Seduhan kopi sentuhan tanganmu kiranya kekal abadi. Namun urung, ia sebatas pengisi masa pencarian jati diri.
Dua gelas kopi ini seolah sedang bersaksi tentang segudang cerita yang kau tangisi.
Begitulah takdir. Dan hari itu, tawa semu dan senyum menipu menghabiskan seduhan kopimu untuk yang terakhir.
Selamat berbahagia. Semoga dengan yang baru engkau menuai cerita ceria
PERAMAL MENGENDUS
Penasaran ditebus tegur sapa
Keraguan pupus oleh tatap muka
Anggah-ungguh menghunus
Sebelah mata hangus
Aku ingin memberangus kejauhan
Peramal mengendus
Kita bersanding di batu nisan
SOEKARNO DAN DJUANDA
Kita saling berjuang
Aku Soekarno
Engkau Juanda
Kita saling berlabuh
Aku Priouk
Engkau Perak
Kita saling memuaskan
Aku Kalijodo
Engkau Dolly
Tapi Kita tak menunggal
Antara Kita ada Dia
Ssstt...
Aku hanya berkhayal
Jangan dulu berpraduga
SANG IHYA
Napasku terbangun
Di antara fajar dan terbit
Dunia menuntut raga menurut
Sepertiga hari pikiran dimanja
Di tiga waktu yang hampa
Hati mendapat sisa
Begitu senja berganti senja
Sang Ihya menepi
Di salah satu gudang uji
Cinta, hati, warisan dari suci Membagi tiga membelah hari
Kepala di sepertiga
Masa depan setelahnya
Merenung diri bersamanya
Adalah sisa hari dari sang Ihya