Mohon tunggu...
Aziz Baskoro Abas
Aziz Baskoro Abas Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang Nulis

Doyan Nulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cerita Kata

26 Februari 2020   19:10 Diperbarui: 26 Februari 2020   19:10 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

CANDU

Apa yang paling candu?

Ganja, bukan
Rindu, persetan!

Semakin ia kau gugu
maka semakin candu
Mari mencoba nafsu

PERJAKA

Hujan telah turun
Lekas keluar,
sambut derai air langit


Menangislah bersamanya
Tenggelamlah dalam rintiknya

Hanya dengan hujan
air mata akan saru,
mengubur malu dalam ratapan pilu

SEDUHAN KOPI TERAKHIR

Tiap bertamu ke rumahnya selalu

Seduhan kopi hasil racik jari-jemari lentik

kucicip dengan tawa menggelitik.

Hingga suatu masa berjeda. Dan aku kembali menyaba rumahnya sebagaimana sejarah berulang.

Namun kala itu semua buyar. Ambyar. Dari bibirnya sekelumit kabar menampar amat kasar, "Aku udah dilamar..."

Seketika hadirku bukan lagi tempat bersandar, mungkin hanya teman mampir sekedar.

Padahal sudah terlampau liar imajinasi. Seduhan kopi sentuhan tanganmu kiranya kekal abadi. Namun urung, ia sebatas pengisi masa pencarian jati diri.

Dua gelas kopi ini seolah sedang bersaksi tentang segudang cerita yang kau tangisi.

Begitulah takdir. Dan hari itu, tawa semu dan senyum menipu menghabiskan seduhan kopimu untuk yang terakhir.

Selamat berbahagia. Semoga dengan yang baru engkau menuai cerita ceria

PERAMAL MENGENDUS

Penasaran ditebus tegur sapa
Keraguan pupus oleh tatap muka

Anggah-ungguh menghunus
Sebelah mata hangus

Aku ingin memberangus kejauhan
Peramal mengendus
Kita bersanding di batu nisan

SOEKARNO DAN DJUANDA

Kita saling berjuang
Aku Soekarno
Engkau Juanda

Kita saling berlabuh
Aku Priouk
Engkau Perak

Kita saling memuaskan
Aku Kalijodo
Engkau Dolly

Tapi Kita tak menunggal
Antara Kita ada Dia

Ssstt...
Aku hanya berkhayal
Jangan dulu berpraduga

SANG IHYA

Napasku terbangun
Di antara fajar dan terbit
Dunia menuntut raga menurut

Sepertiga hari pikiran dimanja
Di tiga waktu yang hampa
Hati mendapat sisa
Begitu senja berganti senja

Sang Ihya menepi
Di salah satu gudang uji
Cinta, hati, warisan dari suci Membagi tiga membelah hari

Kepala di sepertiga
Masa depan setelahnya
Merenung diri bersamanya
Adalah sisa hari dari sang Ihya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun