Mohon tunggu...
Abdulazisalka
Abdulazisalka Mohon Tunggu... Tutor - Tinggal di The Land of The Six Volcanoes . Katakan tidak pada Real Madrid.

Membacalah, Bertindaklah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menakut-nakuti Anak, Antara Tuman dan Kesalahan "Parenting"

11 Desember 2020   08:26 Diperbarui: 12 Desember 2020   21:59 1538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kredit foto: rubberduck1951, via pixabay

Mendidik anak bukan perkara mudah. Perlu pengetahuan dan pengalaman yang baik. Membuat anak nurut atau patuh butuh seni dalam berkomunikasi.

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, pepatah masa lampau ini memang sering terbukti benar. Karakter anak, kelak tak jauh beda dari orang tuanya. Walau faktor lingkungan eksternal juga mempengaruhi, tapi yang paling menentukan adalah faktor internal keluarga.

"Ayo cepet makan dik, kalau susah makan nanti mama panggilin hansip biar dimarahin lhoo, mau?"

Orang tua, tak jarang menakut-nakuti anaknya dengan kalimat-kalimat seram. Jangankan orang tuanya sendiri, seorang paman, kakak, dan kerabat lainnya juga sering menebar ketakutan kepada anak kecil agar nurut.

Si kecil memang kadang terkesan menyebalkan. Siap punya anak, berarti siap bertanggung jawab. Tak hanya sampai disitu, orang tua juga harus siap mendidik dan bersabar dalam menyikapi sikap anak yang unik itu.

Ilustrasi contoh kalimat menakut-nakuti dan mengancam anak-anak/dokpri
Ilustrasi contoh kalimat menakut-nakuti dan mengancam anak-anak/dokpri

Mengapa orang tua sering menakut-nakuti anak agar patuh dan mau menurut?

Menakut-nakuti buah hati, adalah manajemen paling mudah. Tebar ketakutan, maka anak akan langsung patuh. Tak perlu skill khusus untuk melakukannya. Hasilnya cepat dan sangat praktis. Cara mengancam ini sangat efektif dan gurih untuk mengendalikan anak.

Tuman adalah kata paling tepat untuk menggambarkan kita yang sering melakukan hal tersebut. Karena dirasa cukup gampang, akhirnya kebiasaan itu kita ulang terus menerus tanpa pernah mencoba memahami dampak jangka panjangnya.

Hal ini telah dilakukan turun menurun. Mungkin dari sebelum buyut saya lahir, sampai ia punya cicit sekarang. Tuman ini penyakit, bila tak diobati efeknya bisa blunder. Hal yang tak perlu terjadi, justru terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun