Mohon tunggu...
Abd Muhyi
Abd Muhyi Mohon Tunggu... Universitas pamulang

Fakultas Ekonomi dan bisnis akuntansi perpajakan.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

pengaruh perang tarif impor amerika vs china terhadap indonesia

13 Mei 2025   22:30 Diperbarui: 13 Mei 2025   22:14 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Ketika dua Jagoan ekonomi dunia, Amerika Serikat dan Tiongkok saling adu pukul dengan menaikkan tarif impor barang dagangan, dampaknya jelas tidak bisa diabaikan oleh negara lain, termasuk indonesia. Ibaratnya, kalau ada keributan besar di pasar, pedagang kecil di sekitarnya pasti ikut merasakan getarannya.

Perang dagang ini bisa jadi pedang bermata dua buat indonesia. Di satu sisi, mungkin ada peluang bagi produk dalam negeri untuk mengisi celah pasar yang di tinggalkan barang impor AS dan Tiongkok yang jadi mahal. Tapi disisi lain, indonesia juga bisa terjebak dalam pusaran ketidakpastian ekonomi global, apalagi rantai pasok yang melibatkan indonesia ikut terganggu.

Fenomena perang dagang AS dan Tiongkok membawa beberapa konskuensi bagi indonesia.

Pertama, Depresiasi Rupiah. Ketidakpastian ekonomi global yang di picu perang dagang dapat melemahkan nilai tukar Rupiah. Ketika tensi dagang meninggi, para investor cenderung mencari tempat berlindung yang lebih aman, dan dolar AS sering menjadi pilihan utama. Nah, kalau permintaan dolar AS mendadak naik daun mata uang negara lain termasuk rupiah bisa jadi tertekan dan nilainya merosot alias depresiasi.

Dan juga berpotensi meningkatkan biaya impor bahan baku, energi dan mengurangi keuntungan perusahaan, yang pada akhirnya berdampak negatif pada penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) badan. Pendapatan negara pun akan menurun karena dampak perang tersebut.

Sebagai contoh, jika akibat kenaikan tarif yang diberlakukan oleh AS ke Tiongkok menyebabkan penurunan permintaan pada barang-barang Tiongkok yang kebetulan mengandung bahan baku dari Indonesia, maka secara tidak langsung dapat merugikan ekspor Indonesia. Namun jika AS mengalihkan pembelian ke produk Asia dari pada produk Tiongkok, dan dengan asumsi bahwa produk Asia mengandung bahan baku Indonesia, hal tersebut dapat menguntungkan ekspor Indonesia secara tidak langsung. Jika AS memutuskan untuk mengkonsumsi barang dalam negeri dan mengurangi impor dari Tiongkok atau negara asing lainnya, maka bahan baku yang diekspor indonesia ke cina untuk diolah dan diekspor kembali ke AS tidak akan ada lagi.

Tarif tinggi yang dikenakan Amerika terhadap produk Tiongkok membuka kesempatan emas bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan pasar tersebut. Sektor manufaktur kita, terutama elektronik dan otomotif, punya potensi besar untuk meningkatkan volume ekspor ke Amerika. Bahkan, data sudah menunjukkan adanya peningkatan ekspor produk elektronik kita ke sana.

Perusahaan-perusahaan di Indonesia yang punya keterkaitan rantai pasok dengan Amerika Serikat atau Tiongkok bisa mengalami penurunan kinerja akibat perang tarif ini. Kalau laba perusahaan menurun, otomatis setoran Pajak Penghasilan (PPh) badan juga bisa ikut berkurang. Sektor manufaktur yang banyak bergantung pada impor bahan baku dari Tiongkok, misalnya, bisa tertekan dan akhirnya mempengaruhi profitabilitas mereka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun