Mohon tunggu...
Muhamad Habib Koesnady
Muhamad Habib Koesnady Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Teater

Mempelajari Seni

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Pascapandemi: Sudah Waktunya Guru Berhenti Mengajar

19 Desember 2022   21:01 Diperbarui: 19 Desember 2022   21:08 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang terjadi pada anak-anak, setelah 2 tahun tidak berangkat ke sekolah? Presentase anak usia 5 tahun ke atas yang mengakses internet menurut tujuan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021 dipimpin oleh aktivitas media sosial (88,99%); mendapatkan informasi (66,13%); hiburan (63,08%). Sedangkan mengakses internet untuk tujuan tugas sekolah ada di peringkat ke-4 dengan presentase sebesar 33,04%. Selain itu, survey yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 11 Januari-24 Februari 2022 menyatakan 76,63% anak usia 13-18 tahun mengaku meningkatkan frekuensi penggunaan internetnya. Dari data tersebut di atas, menunjukan bahwa anak-anak jauh lebih kepo dari apa yang ditugaskan. Mereka menggunakan internet untuk tugas sekolah “hanya” 33,04%. Meskipun tentu angka ini bukan angka yang kecil. Namun jika dibandingkan dengan tujuan mendapatkan informasi (66,13%), mencari tugas sekolah hanya separuhnya saja. Belum lagi jika dibandingkan dengan aktivitas media sosial yang mencapai 88,99%.

Memaksimalkan penggunaan teknologi dalam proses pendidikan adalah niscaya. Dalam hal ini, justru kadang-kadang guru yang mesti menyesuaikan. Saya saja, guru yang terhitung muda, perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian supaya tetap relevan bagi anak-anak. Supaya penetrasi saya pada aktivitas internet anak-anak, tidak membuat mereka justru canggung. Misalnya seperti pada pemberian tugas yang mesti menggunakan akun sosial media mereka. Ketika mereka diminta untuk memposting karya mereka di Sosial Media, apakah mereka merasa nyaman? Apakah karya tersebut menjadi karya yang membanggakan mereka? Atau justru malah membuat mereka canggung dengan karya tersebut dan—parahnya—menganggap postingan tersebut adalah “aib” bagi mereka. Hal tersebut bisa saja terjadi ketika karya yang ditampilkan belum cukup bagus.

Maka, dari awal saya sudah mewanti-wanti mereka untuk menggunakan effort sebesar-besarnya dalam membuat proyek karya. Saya pun harus memberikan umpan balik yang baik, yang dapat menstimulasi mereka menuju karya yang baik/bagus. Hal ini disebut latihan. Latihan dalam mempersiapkan proyek ini berimplikasi pada alokasi waktu pembelajaran yang cukup panjang. 

Tidak jarang anak-anak mengeluhkan kekurangan waktu dalam menyelesaikan proyek. Akhirnya, saya memutuskan menggunakan waktu dalam mata pelajaran teori. Karena saya pikir, jika karya ini berhasil, karya ini dapat menjadi portofolio yang baik buat anak-anak. Entah nanti dapat berguna ketika melanjutkan di perguruan tinggi dan/atau ketika melamar pekerjaan. Ketika mereka diminta menunjukan portofolio karya, mereka tinggal membuka internet untuk menunjukan bukti karya yang pernah mereka buat. Bahkan beberapa karya pilihan dipublikasikan di akun Youtube SMKN 13 Jakarta. Algoritma internet akan lebih mengenali nama mereka, jika nama mereka sering ditulis pada platform tersebut.

Jika ada yang bertanya mengenai waktu pada mata pelajaran teori yang digunakan untuk berlatih, saya menggunakan internet (kembali) sebagai strategi. Saya menyediakan materi teori di internet: di akun Youtube pribadi saya dan/atau di video yang saya sebarkan melalui Google Drive/Classroom dengan asumsi bahwa anak-anak memiliki kebiasaan berselancar di internet. Sebagian besar waktu saya gunakan untuk melatih anak-anak dalam membuat proyek karya. Tentu saja hal ini menuntut peran aktif anak-anak untuk berselancar di internet dalam memperdalam pengetahuan teori. Dengan pola yang seperti itu, praktis saya “berhenti mengajar” pada mata pelajaran teori. Pertanyaannya, apakah cara saya ini relevan bagi semua jenis mata pelajaran? Jika tidak, tentu dapat diabaikan. Tetapi jika iya, apakah ini waktunya guru “berhenti mengajar” pelajaran teori?


Tentu saja segala hal yang telah saya sebutkan di atas baru bisa berjalan dengan baik jika semua civitas academica diberikan akses yang baik pada internet. Ini adalah prasyarat mutlak. Jika tidak, segala hal yang telah saya tulis, dapat dilupakan perlahan-lahan. Mungkin kita dapat kembali menjadi “kita yang lama”; kita yang sebelum pandemi.

Sumber data:

- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/24/bps-8899-anak-5-tahun-ke-atas-mengakses-internet-untuk-media-sosial

- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/06/10/penggunaan-internet-paling-meningkat-di-kalangan-remaja-ini-penyebabnya

Yogyakarta, 20 November 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun