2. Menggapai Cinta Tuhan dengan Puasa
Di dalam "Syarab al-'Asyiqin", Hamzah Fansuri menggambarkan bahwa puasa adalah jalan untuk mencapai fana' fillah (melebur dalam Tuhan). Dengan menahan nafsu dan ego, seorang hamba dapat meraih cinta Ilahi. Beliau menulis:
"Puasa itu bukan sekadar lapar,
Tetapi memutuskan dunia dengan sabar,
Menahan diri dari nafsu yang liar,
Menggapai cinta Tuhan yang Maha Besar."
--- Syarab al-'Asyiqin
Makna ini menunjukkan bahwa puasa seharusnya tidak sekadar ritual formalitas, tetapi perjalanan spiritual menuju Allah.
3. Puasa sebagai Penyerahan Total kepada Allah
Dalam kitab "Al-Muntahi", Hamzah Fansuri menggambarkan bahwa puasa adalah sarana untuk melepaskan diri dari ego dan mengikhlaskan hati sepenuhnya kepada Allah. Menurut beliau, orang yang berpuasa dengan benar akan merasa dekat dengan Tuhan, karena puasa mengajarkan kerendahan hati dan kesederhanaan.
Beliau menulis:
"Janganlah engkau merasa puas,
Dengan lapar dan haus yang keras,
Jika hatimu masih liar dan buas,
Itu bukanlah puasa yang ikhlas."
--- Al-Muntahi
Pelajaran dari Hamzah Fansuri: Puasa Fisik dan Puasa Hati
Dari pandangan Hamzah Fansuri, kita bisa mengambil pelajaran bahwa puasa tidak boleh hanya dimaknai sebagai menahan makan dan minum, tetapi juga menahan hati dari segala bentuk keburukan. Puasa fisik dan puasa hati harus berjalan beriringan agar mendapatkan manfaat spiritual yang hakiki.
Puasa versi Hamzah Fansuri ini mengajarkan kita untuk lebih sadar bahwa membersihkan hati dan jiwa dari hawa nafsu adalah bagian dari ibadah yang sangat penting. Jangan sampai kita hanya lapar dan haus, tetapi hati tetap penuh penyakit.
Kesimpulan
Puasa menurut Hamzah Fansuri adalah sarana penyucian jiwa, penghambaan total kepada Allah, dan perjalanan menuju cinta Ilahi. Melalui ajaran-ajaran beliau, kita diingatkan bahwa puasa bukan sekadar rutinitas tahunan, tetapi momen introspeksi diri dan peningkatan kualitas spiritual.