Mendadak ada suara gerindil tirai pembatas dapur berbunyi. "Srek srek" dua kali terdengar. Bergeser tirai, sesaat kemudian istriku pun hadir. Kehadiran yang dinanti. Ada rasa khawatir menyakiti dia jika dini hari ini saya bangunkan. Tidur dengan keadaan terlelap sekali. "Ayah sudah bangun, Alhamdulillah berarti sudah jauh lebih baik ya. Maafin tadi ya ga sempet ditemenin", paparnya sambil berusaha membenahi posisi duduk.
Sesuai dugaan terhadap kebiasaan menghadapi pagi, istri mulai keluarkan jurus perintah ini dan itu. Namun beberapa pekerjaan sudah beres lebih awal, malah istri balik bertanya. "Ayah kapan beres-beresnya, ga usah terlalu cape ya agar dapet pulih sempurna. Ingat kerjaan lain pun menuntut hak yang sama", seolah berceramah di depan kelas.Â
Maklum istri saya seorang guru Sekolah Dasar. "Menunggu waktu daripada hanya duduk diam saja mendingan beberes yang bisa dilakukan. Ayah tidak menguras tenaga", jawabku meyakinkan kekhawatirannya.Â
Tanpa diduga sebelumnya, pelukan hangat istri terasa begitu damai. "Thank you honey, I Love You", terdengar sura merdu mesra di telinga kanan. Ucapan tulus, spontan, ringan namun terasa erat keberadaannya di hati saya. Seolah menjadi bagian dari organ hati ini saking ngeblend.
Sajian minuman panas teh Prendjak yang bercampur air rebusan serai sudah saya siapkan. Satu teko teh ukuran kecil sudah duduk manis di atas anyaman kain khusus buat teko. Aroma air rebusan serai menyeruak mengisi sepenuhnya ruang dapur yang berukuran kecil. Maklum rumah tipe 21. Lumayan menambahi amunisi semangat berkarya demi keluarga.
"Yuk, kita minum lemon tea. Kita awali hari dengan bahagia", ajak saya tak kalah mesra. Berlanjut menambahi irisan buah lemon ke dalam gelas masing-masing. Berdua di ruang makan yang tak jauh dari dapur dan kamar mandi. Menikmati sajian sederhana, mewah di hati.Â
Sebentar tapi terasa sangat lama sekali. Sepertinya keharmonisan membesar, bahkan bertambah berkah. Lebih romantis dari hotel berbintang, walau belum pernah menginap di hotel. Ngarep sih.
Naluri ibu juga seorang istri mulai keluar. "Kita harus atur waktu supaya semua kebutuhan di pagi hari ini terpenuhi", ujarnya beberapa saat kemudian. Seolah aturan main dibacakan. Dengan kekuatan jari jemari ditambah gesit badan bergerak, kesibukan pagi hari menjadi ramai. Kompor menyala kembali, kran air seperti biasa menemani gelas kotor yang tadi dipakai. Tak ketinggalan mesin cuci.Â
Semua pakaian kotor setelah dipilah masuk ke mesin cuci. Pijit-pijit tombol mesin cuci. Nit, nit, nit tiga kali bunyi tombol mesin cuci terdengar nyaring menjadi penambah kesibukan pagi hari.
Anak-anak pun terbangun hanya dengan sapaan khas ibunya. "Teteh, Aa, dan Ade, rejeki pagi ga boleh dipatok ayam", ucapnya mengingatkan. Waktu libur sekolah seolah mengajak bermanja-manja dengan selimut namun kewajiban tetap harus dilaksanakan.