Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Patungan Beli Kapal Selam, Apa Mungkin?

28 April 2021   02:02 Diperbarui: 29 April 2021   17:54 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Himpunan Anak-anak Masjid (HAMAS) Jogokariyan menggalang dana beli kapal selam baru sebagai bentuk keprihatinan atas musibah Nanggala-402, Minggu (25/4/2021). [dok masjid Jogokariyan]. Gambar via .ayoyogya.com

Musibah haru biru yang menimpa TNI khususnya Angkatan Laut (AL) telah memicu masyarakat berduyun-duyun memberi dukungan dari sekadar kirim doa, tahlil, menulis belasungkawa, ikut prihatin sampai memikirkan bagaimana membeli kapal selam yang baru.

Soal beli kapal selam tak semudah membeli mobil mewah atau atau kapal pribadi. Bukan karena harganya "bikin pingsan" tapi karena musti dipesan sesuai dengan rencana, spesifikasi, kebutuhan dan tujuan. Perlu waktu setidaknya setahun lebih jika semuanya sudah tersedia.

Namun penggalangan dana warga secara patungan (urunan) untuk beli kapal selam jangan ditertawakan sebagai bentuk irasional dan lelucon karena dana yang berasal dari gotong royong masyarakat terbukti "senjata" ampuh untuk mengatasi sebuah kebutuhan dalam kondisi darurat sekalipun.

Pajak yang dipungut dari rakyat adalah bukti kongkrit tak terbantahkan. BPJS juga salah contoh lain bergotong royong dalam kesehatan. Selain itu, secara tidak langsung dana simpanan haji (mungkin) bisa jadi masuk kategori tersebut. 

Terlepas dari siapa pertama yang menggagas ide  penggalangan patungan dana untuk "Beli Kapal Selam" sesungguhnya BUKAN mimpi di siang bolong atau angan-angan.

Jika warga atau rakyat berkehendak dan kompak dan pelaksanaannya prosedural apapun bisa terlaksana, tidak perlu lama-lama hanya beberapa bulan saja, mungkin 6 - 8 bulan bisa terealisir. 

Berikut ini adalah satu fakta.

Pada tahun 1948 sejumlah rakyat Aceh pernah patungan beli pesawat terbang. Warga menyerahkan uang beberapa ratus rupiah hingga beberapa gram emas yang digalang oleh panitia yang ditunjuk Pemerintah Daerah Istimewa Aceh guna membeli sebuah pesawat untuk pemerintah pusat yang belakangan disebut cikal bakal maskapai pesawat Garuda Indonesia.

Tidak sampai 4 bulan dana terkumpul (emas dan uang) sebesar 120 ribu ringgit atau setara 20 kg emas ketika itu. Entah seperti apa mekanisme penyerahan ke pemerintah pusat ketika itu, belakangan pemerintah RI telah berangkat ke Burma (Myanmar) membeli sebuah pesawat Dakota seharga 120 ribu ringgit Malaysia.

Lalu jika kita kini ingin meniru seperti itu urunan beli kapal selam mungkin saja ada dugaan irasional, lucu dan kepedulian sesaat atau jangan-jangan cuma hangat-hangat (bulu) ayam?

Tidak sepenuhnya begitu. Faktanya pengurus masjid Jogokariyan, Yogyakarta selangkah lebih maju menggalang dana. Dalam saja sehari saja mampu menggalang dana 300 juta rupiah (tiga ratus juta rupiah). Dana itu BUKAN seluruhnya dana dari jamaah masjid tersebut tapi dari warga yang melintas dan lingkungan setempat.

Fantastis bukan. Lebih ajaib lagi, dana itu telah diserahkan ke pihak berkompeten di jajaran Angkatan Laut. Sumber : Kompas.com

Bagaimana jika masjid lain mengikuti langkah tersebut?

Selama penggalangan patungan dana ini TIDAK untuk mengambil keuntungan pribadi atau kelompok, terkordinir, kemudian penyaluran dan pertanggung jawabannya prosedural tentu saja ini adalah langkah sangat baik.

"Ah, ribet amat. Mau bantu kumpul dana aja kok nyelimet begitu kayak ngurusin perusahaan BUMN, ogah ah..!!!" kata seseorang kesal merasa dicurigai.

Memang harusnya begitu karena mengelola dana masyarakat musti transparan dengan syarat minimal seperti disebutkan di atas. Kalau tidak mau seperti itu jangan lakukan penggalangan dana. Selalu ada kekuatiran itu bakal terjadi meskipun tanpa disadari.

Penggalangan dana secara secara agresif bahkan destruktif dapat menimbulkan antipati warga, opini minor, jelek dan kontraproduktif dengan tujuan yang ingin dicapai.

Dimana-mana nanti marak terlihat fenomena pengumpul dana beli kapal selam. Sering ditemukan deretan orang berbaris di pinggir jalan memegang kotak bertuliskan "Beli kapal Selam." Perlu diwaspadai jika ada kelompok yang mencari pekerjaan atau mendapatkan benefit di balik topik "Beli Kapal Selam."

Meskipun TNI AL tidak berharap pada cara beli kapal selam seperti itu tapi (mungkin) terharu melihat antusiasme masyarakat memberi dukungan mendalam akhirnya tergugah melihat kepedulian warga.    

Berapakah jumlah masjid di seluruh tanah air?

Menurut informasi Republika data yang digunakan dari Sistem Informasi Masjid (SIMAS) per 29/3/2021 tercatat ada 598.291 masjid dan mushala yang ada di Indonesia.

Mungkin itu terlalu banyak untuk diikut sertakan, sebut saja setengahnya, 300 ribu masjid saja. 

Jika itu pun masih berlimpah ruah mari seleksi dengan sangat hati-hati, sebut 10 ribu masjid saja. Jika 10 ribu masjid itu mampu mengumpulkan dana 300 juta dalam 6 bulan, bisa jadi dana terkumpul mencapai 3 triliun lebih. 

Tapi uang 3 triliun ini BELUM cukup membeli sebuah kapal selam kelas Chang Bogo buatan PAL dan perusahaan Korea Selatan yang dibandrol 4 triliun per unitnya, apalagi membeli class Kilo, terlebih lagi class seawolf. Dari mana sumber dana lainnya untuk menutupi kekurangan itu?

Masih ada sumber lain. Gereja, Kelenteng, Vihara dan LSM serta donatur lainnya pasti tidak akan tinggal diam. Saudara-saudara dari berbagai agama di tanah air pasti akan turun tangan. Jangan kaget dengan hasilnya nanti. Bukan saja menggenapkan untuk mencapai 4 triliun tapi mungkin bisa menambah hampir setara 1 unit kapal selam lagi.

Sebagian orang berandai-andai, mengolah data pemasukan dana dengan mengalikan jumlah penduduk Indonesia dikenakan 17.100 rupiah saja pada 270,6 juta rakyat Indonesia, sudah cukup untuk membeli sebuah kapal selam kelas Chang Bogo seharga 4,6 triliun per unit.

Jadi kesimpulannya niat baik pengumpulan dana patungan beli kapal selam oleh siapapun pelaksananya musti memiliki cara pengumpulan, penyaluran dan pelaporan prosedural (baku) jika tak cocok disebut profesional. Jangan sampai menciptakan pekerjaan dan bergaji di sana di balik topik Beli Kapal Selam secara patungan.

Jika terjadi tindakan kriminal oleh petualang di balik niat baik tersebut pasti akan diproses pihak berwajib. 

Institusi TNI AL sendiri juga tidak berkenan JIKA ada yang merusak citranya secara terselubung dibalik isu beli kapal selam, sekalipun untuk membantu TNI AL.

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun