Intinya Permenkes nomor 247 lalu itu benar-benar memperlihatkan kepanikan yang bikin pemerintah daerah menerjemahkannya juga dengan cara panik, jadi semua ikut serba panik termasuk masyarakat.
Dampaknya terjadi mis komunikasi dan kurang senada dan seirama dalam literasi pengenalan covid-19 pada masyarakat dan dalam layanan kesehatan sesama lembaga penyedia layanan kesehatan itu sendiri.
Beberapa lembaga kesehatan menerbitkan keputusan-keputusan yang membingungkan jika tak pantas disebut kontroversial misalnya tentang mana yang lebih terpercaya antara rapid test dan swab test. Belum lagi soal harga dan lebih-lebih lagi soal "vonis" kematian pada sejumlah jenazah yang disebutkan covid-19 padahal belum melaksanakan swab test.
Standarisasi uji sampel ini pun kesannya membingungkan. Ada yang mengatakan cukup 1 kali ada yang mengatakan 2 kali (swab test) dan masih banyak yang lainnya termasuk istilah-istilah yang juga tak kalah membingungkan.
Bingung karena ada beberapa istilah yang ditetapkan pada masa itu seperti PDP, ODP, OTG dan lainnya adalah singkatan yang hampir mirip dan tidak memiliki makna. Orang "dipaksa" kerja keras mengingat apa maksud singkatan tersebut.
Belum lagi singkatan-singkatan itu sangat tidak memenuhi kaedah ilmu pengetahuan yang syarat minimalnya adalah musti dapat dipelajari dan universal.
Dalam istilah dunia kesehatan, orang yang kemungkinan mengidap sebuah gejala penyakit disebut suspect (suspek). Istilah ini sudah baku dan universal. Sayangnya para ahli kita menggunakan singkatan "PDP." Lebih menyedihkan lagi singkatan itu berpotensi menjadi jenis frase baru "pedepe" yang jelas-jelas tidak memiliki makna.
Tentang hal ini telah pernah penulis lontarkan melalui sebuah artikel pada 27 Maret 2020 di sini. Saat itu penulis menilai ada indikasi betapa paniknya otoritas yang berkompeten terlibat dalam pembuatan istilah-istilah yang tidak mempunyai makna dan tidak universal dalam hal literasi tentang dunia corona virus dan covid-19.
Hampir 100 hari setelah itu atau ketika hampir saja seluruh masyarakat menghapal istilah-istilah tersebut dan mengikuti protokol kesehatan pencegahan covid-19 berdasarkan berbagai formulir yang disediakan di seluruh tanah air kini istilah-istilah tersebut bahkan formulir tersebut (bakal) tidak digunakan lagi, digantikan dengan istilah dan formulir terbaru.
Tak tahulah, tapi yang jelas pemerintah (terbukti) menyadari kekeliruannya dengan merevisi hampir sebagian besar aturannya sendiri dalam permenkes terkini menjadi lebih spesifik, rinci dan mungkin komplit meskipun harus menghilangkan beberapa kekeliruan yang ada di dalamnya.