Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kemenkes Ubah lagi Istilah dalam "Dunia Corona"

15 Juli 2020   03:23 Diperbarui: 25 Juli 2021   13:11 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : The Simsons/Fox editi Dok abanggeutanyo

Dengan terbitnya Keputusan Menteri Kesehatan (Menkes) terbaru nomor HK.01.07/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19, kepmen sebelumnya HK.01.07/247/2020 dicabut dan disebutkan dengan tegas "tidak berlaku lagi." 

Peraturan Menkes lama yang tetapkan pada 9 April 2020 lalu itu akhirnya terhenti setelah sempat "bernafas" selama 3 bulan lebih 4 hari atau 93 hari. Padahal Kepmenkes nomor 247 tersebut telah jadi acuan bagi Pemerintah pusat, Pemprov, Pemkot/Pemkab dan seluruh Fasilitas pelayanan kesehatan seluruh Indonesia dalam pencegahan Covid-19.

Keputusan Menteri Kesehatan terbaru yang dikukuhkan pada 13 Juli 2020 lalu itu tampaknya adalah sebuah analisis dan kajian terkini atas berbagai hal seputar Covid-19 selama 6 atau 7 bulan terakhir, antara lain penjelasan lebih aktual tentang sejarah (latar belakang), indikator penanganan, surveilans epidemiologi, diagnosis lab, manajemen klinis, pengendalian penularan, penyediaan sumber daya dan  lain-lain.

Di dalam keputusan terbaru Menkes setebal 207 halaman tersebut tampak betapa paniknya penyusunan Kemenkes sebelumnya yang menerbitkan aturan-aturan yang kurang komprehensif serta istilah-istilah yang membingungkan seputar "dunia corona" atau Covid-19, sesuatu yang tergolong masih baru bagi sebagian orang pada saat itu.

Kesan tergesa-gesa juga dapat dilihat secara sederhana dalam perbandingan kualitas Kepmenkes 247 lalu dengan 413 terbaru berikut ini:

Pada bagian terdepan Kepmenkes nomor 247 sebelumnya di halaman 8 langsung berbicara masalah dan pengertian Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Orang Dalam Pemantauan (ODP), Orang Tanpa Gejala (OTG) dan mekanisme pengawasan di tempat-tempat fasilitas umum. 

Di dalam kepmenkes 413 terkini istilah PDP, ODP dan OTG dihilangkan sama sekali diganti dengan Suspek (ganti istilah PDP), Kasus kontak erat (ganti ODP), Kasus Terkonfirmasi tanpa gejala (ganti OTG) sebagaimana dilansir oleh Kompas.com edisi 14/7/2020.

Di dalam kepmenkes 247 lalu penjelasan dan tatacara masih normatif mirip skripsi kesehatan masyarakat dan dilengkapi formulir laporan penanganan seadanya untuk PDP, ODP dan OTG.

Di dalam kepmenkes 413 sudah lebih konprehensif mencakup formulir pemulasaran jenazah, formulir penemuan kasus pada pelaku perjalanan, Formulir penyelidikan epidemiologi, Formulir permohonan pemeriksaan, Register pemeriksaan Lab,Contoh surat pernyataan pemeriksaan kesehatan yang dikeluarkan oleh lembaga fasilitas layanan kesehatan dan masih banyak lainnya.

"Oleh-oleh" terpenting yang disajikan dalam permenkes terkini adalah pesan penting untuk kita renungkan yaitu sebab utama penyebaran Covid-19 ditularkan dari orang yang bergejala (simptomatik) ke orang lain yang berada dalam jarak dekat melalui droplet."

Selain itu disebutkan juga penularan bisa terjadi akibat permukaan yang telah terkontaminasi oleh droplet (partikel berisi air berdiameter 5-10 mikorn) yang salah satunya "meluncur" keluar dari saluran pernapasan kita.

Intinya Permenkes nomor 247 lalu itu benar-benar memperlihatkan kepanikan yang bikin pemerintah daerah menerjemahkannya juga dengan cara panik, jadi semua ikut serba panik termasuk masyarakat.

Dampaknya terjadi mis komunikasi dan kurang senada dan seirama dalam literasi pengenalan covid-19 pada masyarakat dan dalam layanan kesehatan sesama lembaga penyedia layanan kesehatan itu sendiri.

Beberapa lembaga kesehatan menerbitkan keputusan-keputusan yang membingungkan jika tak pantas disebut kontroversial misalnya tentang mana yang lebih terpercaya antara rapid test dan swab test. Belum lagi soal harga dan lebih-lebih lagi soal "vonis" kematian pada sejumlah jenazah yang disebutkan covid-19 padahal belum melaksanakan swab test.

Standarisasi uji sampel ini pun kesannya membingungkan. Ada yang mengatakan cukup 1 kali ada yang mengatakan 2 kali (swab test) dan masih banyak yang lainnya termasuk istilah-istilah yang juga tak kalah membingungkan.

Bingung karena ada beberapa istilah yang ditetapkan pada masa itu seperti PDP, ODP, OTG dan lainnya adalah singkatan yang hampir mirip dan tidak memiliki makna. Orang "dipaksa" kerja keras mengingat apa maksud singkatan tersebut.

Belum lagi singkatan-singkatan itu sangat tidak memenuhi kaedah ilmu pengetahuan yang syarat minimalnya adalah musti dapat dipelajari dan universal.

Dalam istilah dunia kesehatan, orang yang kemungkinan mengidap sebuah gejala penyakit disebut suspect (suspek). Istilah ini sudah baku dan universal. Sayangnya para ahli kita menggunakan singkatan "PDP." Lebih menyedihkan lagi singkatan itu berpotensi menjadi jenis frase baru "pedepe" yang jelas-jelas tidak memiliki makna.

Tentang hal ini telah pernah penulis lontarkan melalui sebuah artikel pada 27 Maret 2020 di sini. Saat itu penulis menilai ada indikasi betapa paniknya otoritas yang berkompeten terlibat dalam pembuatan istilah-istilah yang tidak mempunyai makna dan tidak universal dalam hal literasi tentang dunia corona virus dan covid-19.

Hampir 100 hari setelah itu atau ketika hampir saja seluruh masyarakat menghapal istilah-istilah tersebut dan mengikuti protokol kesehatan pencegahan covid-19 berdasarkan berbagai formulir yang disediakan di seluruh tanah air kini istilah-istilah tersebut bahkan formulir tersebut (bakal) tidak digunakan lagi, digantikan dengan istilah dan formulir terbaru.

Gambar ilustrasi : Menkes Terawan Agus Putranto saat mengikuti KTT ASEAN Virtual. Foto: Dok. Kemlu. via Kumparan.com. Diedit oleh Penulis
Gambar ilustrasi : Menkes Terawan Agus Putranto saat mengikuti KTT ASEAN Virtual. Foto: Dok. Kemlu. via Kumparan.com. Diedit oleh Penulis
Siapakah yang akan dibuat bingung setelah ini?

Tak tahulah, tapi yang jelas pemerintah (terbukti) menyadari kekeliruannya dengan merevisi hampir sebagian besar aturannya sendiri dalam permenkes terkini menjadi lebih spesifik, rinci dan mungkin komplit meskipun harus menghilangkan beberapa kekeliruan yang ada di dalamnya.

Revisi atau terobosan Kemenkes ini jelas tidak ada kaitannya dengan daya serap anggaran kesehatan baru mencapai Rp 4,48 triliun atau setara 5,12 persen dari total pagu Rp 87,55 triliun hingga awal Juli 2020 lalu.

Semoga kasus ini jadi contoh pelajaran bagi siapapun yang getol bikin istilah-istilah dan singkatan yang tidak baku atau tidak universal dalam penyusunan undang-undang atau keputusan atau literasi dan pedoman apapun.

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun