Mohon tunggu...
Abah Ucup
Abah Ucup Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pengajar yang menjaga keresahannya

Semakin dewasa kesukaan semakin absurd

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pernyataan Sikap Para Civitas Akademika atas Praktik Demokrasi (Sebuah Opini)

7 Februari 2024   08:39 Diperbarui: 7 Februari 2024   11:05 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru kemudian ketika situasi perekonomian Indonesia hancur diterpa krisis ekonomi 1996-1998 dan ketika sebagian besar elit politik dan militer memutuskan hubungan dengan Presiden Soeharto sebagai puncak kekuasaan barulah kelompok akademik berani bersikap secara terbuka dan satu dalam menyuarakan keadaan. Baik rezim Orde Lama maupun Orde Baru sama-sama rezim yang tidak tahan atas kritik. 

Dari sejarah kita dapat melihat, meskipun tidak dapat mengeneralisasikannya, sebab setiap peristiwa sejarah memiliki keunikannya sendiri, keterlambatan sikap para civitas akademika di Indonesia memang sering kali berulang. Tidak ada yang mengetahui secara pasti, bahkan sejarah tidak ada yang mencatat mengapa sikap terlambat itu selalu terjadi? Yang ada hanya dugaan-dugaan dalam melihat sikap terlambat tersebut. Apakah sikap keterlambatan ini hanya terjadi pada kaum akademik di Indonesia? Sepertinya tidak.

Sejarah dunia mencatat jika memang perubahan (baca: revolusi) memang dilakukan oleh kelas menengah. Akan tetapi kelas menengah tidak hanya kaum akademik, melainkan juga termasuk para pemilik modal. Dan meskipun kelas menengah adalah roda penggerak atas perubahan, akan tetapi 'bahan bakar' nya bukanya mereka, melainkan kelas bawah (proletariat), seperti buruh dan petani.

Kehati-hatian adalah hal yang secara naluriah dimiliki oleh manusia. Apalagi jika ancaman yang mengintai sampai mempertaruhkan kepentingan dan bahkan membahayakan nyawanya. Perubahan yang terjadi dalam sejarah manusia terjadi bukan tanpa 'ongkos'. Harga dari sebuah perubahan tidak lah murah.

Oleh karena itu maka perlu pemikiran dan kesiapan yang matang untuk melakukan sebuah perubahan. Maka dari itu sikap kehati-hatian mutlak untuk diperlukan. Alhasil karena kehati-hatian ini mengakibatkan keterlambatan gerak. Padahal dalam menyikapi suatu kondisi momentum sangat diperlukan untuk melihat apakah sikap ini memberikan dampak yang signifikan atau tidak. 

Kembali kepada keterlambatan dan ketidak kompakan pernyataan sikap sekelompok civitas akademika Indonesia atas praktik demokrasi yang terjadi di Indonesia, mungkin saja terjadi karena sikap kehati-hatian.  Alhasil setelah pernyataan sikap ini digulirkan terjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Akan tetapi yang terpenting apakah pernyataan sikap ini memberikan efek atau tidak? Nampaknya keterlambatan ini tidak memberikan dampak yang signifikan, meskipun hanya sebuah hipotesis dan baru mungkin bisa dilihat faktanya pasca pesta demokrasi usai. Ada kecenderungan jika pernyataan sikap yang terlambat ini hanya merupakan usaha untuk menggugurkan kewajiban dari sebagai kelompok akademik atas kondisi yang terjadi. Dari pada tidak sama sekali. Dan tentu saja 'ongkos' yang harus dibayar sangat lah mahal.

Seandainya jika pernyataan sikap ini dinyatakan sejak awal, mungkin koreksi atas penegakan demokrasi bisa dilakukan. Saat ini ibarat pepatah 'nasi sudah menjadi bubur', praktik demokrasi saat ini sudah sedemikian rusak. Dunia internasional bahkan sudah secara jelas mengkoreksi penyimpangan yang sedang terjadi di Indonesia. Bahkan hukuman dari pengadilan etika yang telah dilakukan hanya dianggap angin lalu bagi para pelanggar dan parahnya tanpa terlihat rasa malu sedikit pun di wajah para pelanggar.

Semoga ke depan para civitas akademika bisa lebih cepat dan jelas dalam bersikap untuk merespon segala kondisi yang tidak sesuai. Hal ini tidak lain dan tidak bukan karena para civitas akademika, kaum akademis, para intelektual adalah penjaga suluh peradaban suatu bangsa, yang mana termasuk moral dan etika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun