Nah, inilah yang membahayakan bagi seorang guru. Merasa bahwa kita yang mencetak siswa kita sendirian. Sorry yeee, kerja guru adalah kerja kolektif kolegial. Tanpa rekan guru yang lain, tidak mungkin kita akan mencetak peserta didik kita hingga berhasil meraih cita-citanya.Â
Baca juga : Guru, Kelas Menengah yang Susah Kaya!
Bahkan, tanpa kehadiran kita, dunia akan baik-baik saja. Tanpa kehadiran kita, siswa siswi kita akan sukses mencapai cita-citanya, karena ada guru lain yang akan menggantikan kita. Everything will be ok without us. Percayalah, jangan sesekali mengaku guru senior, kecuali kalau orang lain yang mengatakan kita senior, itu lain lagi ceritanya.Â
Pengakuan diri bahwa kita lebih senior dibanding yang lain, adalah cermin kesombongan yang akan menjatuhkan kita karena malas untuk belajar dan mengalami ketertinggalan. Saya sendiri, menjadi guru honor sejak usia 20 tahun, dan diangkat sebagai guru PNS sejak usia 29 tahun, seringkali malu jika ada guru yang lebih muda usianya menyebut saya guru senior, soalnya ilmu saya hanya segini-gininya, masih jauh dari kata sempurna.Â
Dengan putusan MA yang memberikan kesempatan kepada guru-guru berusia di atas 50 tahun untuk mendaftar Calon Guru Penggerak, semoga akan mendatangkan banyak pendaftar dari kalangan guru yang lebih berpengalaman. Semoga pula tidak ada lagi guru yang nyinyir dengan program CGP ini, dengan mengatakan bahwa Guru Penggerak menciptakan gap di kalangan guru. Saya rasa itu hanyalah perasaan yang timbul dari negative thinking saja.Â
Program CGP hanya penamaan sebuah program saja. Betul sekali bahwa semua guru adalah penggerak bagi lingkungannya. Namun jika program ini digagas oleh Menteri Nadiem Makarim dengan nama Guru Penggerak, tidak ada yang salah koq. Apa bedanya dengan Diklat CKS? Semua guru adalah bakal calon kepala sekolah, namun tidak semua guru ikut Diklat CKS. Toh, hal ini tidak menimbulkan jurang pemisah antara guru yang mengikuti Diklat CKS dan guru yang tidak lolos kan? Sekali lagi ini, ini hanya soal penamaan program saja.Â
Ada lagi yang membandingkan guru dengan TNI dan Polri. Disebutkan bahwa di TNI dan Polri tidak ada perbedaan status prajurit seperti halnya di kalangan guru, yang mana ada guru penggerak sebagai pembeda. Lho...setahu saya, di TNI pun sebetulnya ada beberapa penghargaan berupa wing bagi prajurit yang telah dinyatakan lulus dalam menguasai berbagai keterampilan, misalnya menembak, terjun payung, dan lain sebagainya. TNI dan Polri pun menyediakan kesempatan pendidikan tingkat lanjut bagi mereka yang lolos seleksi.Â
Ada pula guru yang menyebutkan bahwa biaya Pendidikan Guru Penggerak yang besar, sebaiknya diperuntukkan bagi kesejahteraan guru honor dan untuk dipakai mengurus rakyat. Hmmm, sepetinya orang ini tidak paham akan pentingnya pengembangan Sumber Daya Manusia. Investasi peningkatan kualitas SDM akan berimbas pula terhadap kemajuan ekonomi sebuah negara. Hanya saja, prosesnya tidak akan instan seperti kita makan cabe.Â
Saya yakin, meski masih muda, menteri Nadiem Makarim beserta orang-orang di sekelilingnya adalah orang-orang cerdas yang memiliki konsep dan tujuan pasti dalam merancang program CGP. Pengalamannya sebagai seorang penggagas dan pemilik perusahaan penyedia layanan jasa transportasi online, membuktikan bahwa untuk mencapai kesuksesan, dibutuhkan terobosan dan inovasi yang tidak biasa.Â
Baca juga : Mengedukasi Mereka Agar Tak Gengsi Bertani
Terlepas dibubarkan atau tidaknya PGP ke depan, saya tidak ambil pusing, karena seyogyanya kita sebagai pelaksana kebijakan di tingkat bawah hanya menuruti dan mentaati aturan saja. Namun saya meyakini, program apapun yang digulirkan oleh pemerintah, pasti telah melalui kajian mendalam dari para ahli, dan sedikit banyak akan berdampak positif terhadap kemajuan pendidikan di negeri ini.Â