Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bali Menurut Orang Lokal

27 Mei 2023   07:27 Diperbarui: 27 Mei 2023   07:38 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Nasi Jinggo (www.kooliner.com)

Bali adalah sebuah kepingan hidup bagi penulis. Meminjam istilah Steve Job, sebuah dot (titik) yang menyambungkan titik-titik lainnya sehingga menjadi jalan hidup seperti saat ini. Pernah mengalami tinggal di Bali, tepatnya Denpasar, selama dua belas minggu pada tahun dua ribuan akhir. Jadi ketika ada isu-isu tentang Bali, maka membuka kembali memori tentang Bali yang aku kenal. Setelah tinggal di Bali, belajar bahasa di Udayana, kemudian tes bahasa di IDP, maka jalan hidup penulis pun mengembang sehingga bisa mengunjungi negeri-negeri yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan bisa berkunjung.

Ramah orang asing dan kurang ramah terhadap turis lokal. Pada saat itu, warga Bali, sebagian, seringkali bersikap angkuh kepada turis pribumi. Saat bertanya bisa kah menyewa motor? mereka memprioritaskan turis asing, bahkan menerima pembayaran dengan dollar Amerika. Setelah pandemi, dan industri pembayaran serta keuangan melaju pesat, ternyata muncul masalah-masalah yang merugikan Bali. Penyalahgunaan visa turis, kejahatan turis, turis mengambil alih lapangan kerja warga lokal. Saya kira saat ini pemerintah perlu lebih serius untuk memperbaiki kondisi Bali seperti yang sering disampaikan oleh media Kompas. Karena hal ini akan mempunyai efek domino kepada industri pariwisata di berbagai daerah lainnya.

Kampus Udayana yang teduh dengan banyak pohon, kantin dalam kampus yang memiliki harga terjangkau oleh peserta program proyek pemerintah, mendapatkan kos-kosan yang juga masih terjangkau di dekat kampus. Seorang teman Dosen UGM, sekarang sudah menjadi doktor lulusan Jepang, membawa sepeda motor dari Yogyakarta. Sering dipinjamkan kepada penulis untuk wisata kecil keluarga. Bersama anak dan istri menuju Pantai Sanur menikmati matahari terbenam. Terima kasih teman! Menikmati makanan di warung dekat Masjid di Denpasar, yang menggunakan kupon. Pemiliknya adalah warga keturunan Arab. Kemudian, bersama-sama menyewa mobil menuju pemandangan sunset di ujung pulau, dengan driver Pak Khae dosen dari Unhas Makassar, kalau tidak salah menuju arah Pura Besakih, menggunakan Google Maps, yang saat itu masih belum begitu bagus, malah tersasar, sehingga sunset nya tidak ketemu, karena tersesat dijalan. Paling memorable adalah diantar bu Dewi dan Bu Wiwit untuk keliling Bali bermobil, ini baru aman. Karena diantar oleh pemilik pulau hehe. Menikmati Ubud dan beberapa destinasi lainnya. Mengalami pula saat harus tinggal di kos-kosan dekat Pasar, mematikan lampu, bahkan tidak ada listrik, ketika ada perayaan Hari Nyepi. Melihat langit yang tanpa listrik saat itu, merupakan ketakjuban baru di tengah perasaan masyarakat modern yang terikat teknologi. Tentu saja saat itu harus menimbun makanan untuk dikonsumsi di kos-kosan sempit kami.

Banyaknya turis Rusia yang membawa budaya mereka dalam kehidupan di Bali, membuat budaya lokal tersingkirkan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu bahu membahu membuat rekayasa sosial, agar kesederhanaan masyarakat Bali dapat bertahan dari gempuran budaya luar yang merusak. Walaupun sekarang ini terlihat seperti perilaku kuratif saja, namun sangat mendesak untuk dilakukan. Nilai-nilai budaya warga Bali jangan sampai dikalahkan oleh norma-norma Barat dan Asing yang tidak sesuai dengan masyarakat lokal. Pembentengan tersebut harus benar-benar dilakukan dengan serius, sehingga Bali kembali menjadi destinasi wisata yang menyenangkan bagi semua orang. Pernah terdengar juga berita yang kurang bagus dari turis asal China. Kedatangan mereka tidak berdampak kepada warga lokal karena berbagai hal. Kejadian sebelum pandemi. Bali adalah bagian dari Indonesia yang perlu penanganan khusus dalam mengelola pariwisata. Jangan sampai semuanya terjual demi pariwisata. Pelaku ekonomi, pemerintah dan berbagai pihak lainnya harus menjaga Bali agar tetap menjadi destinasi wisata yang memberikan daya magis, menarik untuk kembali. Warga Australia juga banyak memiliki keterkaitan dengan Bali, karena jarak dan biaya. Kalau dahulu warga Australia yang berbisnis di Bali, masih terdengar samar-samar. Tetapi sekarang dengan adanya kasus warga Rusia, semua semakin terbuka, bahwa banyak warga asing yang menyalahgunakan izin berwisata, dan mereka berasal dari berbagai negara.

Pemerintah Indonesia perlu memperbaiki kondisi pariwisata di Bali. Selain itu juga belajar dari kasus di Bali, untuk mengembangkan pariwisata di daerah-daerah lainnya. Indonesia memiliki beragam lokasi wisata. Jika tidak dikelolan dengan baik, maka akan merugikan pemerintah dan masyarakat lokal. Danau Toba sudah menjadi lokasi balap internasional di danaunya, ada Sirkuit Mandalika di Nusa Tenggara, Banyuwangi, IKN, dan lain sebagainya. Lokasi wisata pantai sangat banyak, namun belum dikembangkan secara optimal. Demikian pula spesifikasi tempat lainnya.

Sudah lama penulis tidak ke Bali. Biasanya ke Bali karena ada tugas pekerjaan. Terakhir ke Bali mendampingi pelajar dalam perjalanan dengan bis. Jakarta ke Bali, sampai ke Singaraja, kampus Universitas Pendidikan Ganesha. Pada tahun dua ribu belasan. Saat itu ada pantai baru yang menjadi destinasi wisata baru. Warga lokal seperti kita akan menyerbu Krisna atau toko Joger Bali. Mungkin sekarang Bali sudah semakin ramai, semakin padat, dan semakin multikultural. Penulis mengamati dari berita dan cerita yang muncul. Memang Bali itu seperti Jogja, memiliki daya tarik magis tertentu. Membuat jatuh cinta. Saat dahulu ke Bali, menikmati Nasi Jinggo dekat kampus Universitas Udayana, gelap temaram dan ngobrol absurd bersama teman senasib dari berbagai kampus adalah memori yang tak terlupakan. Apakah sekarang masih ada nasi jinggo dan apakah masih bisa nongkrong di emperan?

Terakhir muncul berita ada kampus milik Muhammadiyah di Bali. Ini juga pencapaian baru. Walaupun masih dalam proses berkembang. Muhammadiyah sudah mengelola perguruan tinggi di daerah yang muslim sebagai minnoritas. Namun belum muncul di Bali. Kini Muhammadiyah muncul di Bali, semoga menjadi kontribusi bagi saling toleransi antar umat beragama di Bali. Institut Teknologi dan Bisnis Muhammadiyah Bali (ITBMB) berlokasi di daerah Jembrana, Bali. Tinggal menunggu waktu untuk berjuang menjadi salah satu perguruan tinggi Muhammadiyah/'Aisyiyah yang berkemajuan. Tercapai dengan kerja keras pada pengelolanya. Menjadi minoritas akan mendorong untuk bekerja lebih spartan, sehingga dapat bertahan dari berbagai tantangan yang lebih banyak daripada di lokasi mayoritas muslim. Saat ini mengelola perguruan tinggi perlu siasat, tidak sekedar menjalani rutinitas. Tantangan sangat banyak. Perguruan tinggi negeri memiliki Sebagian besar sumber daya, dan privilege dari pemerintah untuk buka sampai lima gelombang pendaftaran. Perguruan tinggi yang tidak siap untuk bersaing, lebih baik mengundurkan diri dari peperangan, atau berkoalisi dengan perguruan tinggi lainnya (merger). Atau, bisa juga perguruan tinggi memperluas kolaborasi dengan berbagai pihak. Diatas nya penta helix masih ada helix lainnya. Selain dalam negeri, kolaborasi dengan luar negeri juga saat ini sangat memungkinkan. Membuka strategi berjejaring. Membuat jejaring dengan sesama Perguruan Tinggi Muhammadiyah 'Aisyiyah (PTMA), perguruan tinggi swasta lainnya, perguruan tinggi negeri, dunia usaha dan dunia industri, pemerintah pada berbagai tingkatan, organisasi non pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat dalam dan luar negeri, individu dan sebagainya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun