Di balik singgasana emas,
terduduklah ia dengan adikara,
bukan tangan besi yang bicara,
melainkan hati yang menjaga,
agar rakyat merasa sejahtera.
Cerita ini menegaskan bahwa adikara bukan sekadar kedudukan atau gelar, melainkan perjalanan penuh ujian. Ia adalah jalan panjang menuju kebijaksanaan, di mana konflik dan perjuangan membentuk pemimpin sejati.
Kata adikara adalah contoh bagaimana sebuah istilah mampu menjembatani masa lalu dan masa kini. Dari akar Sanskerta hingga pemakaian modern, makna kata ini tetap relevan untuk menggambarkan wewenang dan kekuasaan yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Dalam keseharian, meski jarang terdengar, adikara mengingatkan kita bahwa otoritas tidak boleh dipisahkan dari keadilan dan kebijaksanaan.
Dengan memahami makna kata ini, kita tidak hanya memperkaya kosakata, tetapi juga merenungkan kembali bagaimana kekuasaan seharusnya dijalankan: bukan untuk menindas, melainkan untuk menuntun dan melindungi. Pada akhirnya, adikara adalah cermin yang mengingatkan bahwa kekuatan sejati bukanlah pada tangan yang berkuasa, melainkan pada hati yang mampu mengayomi. Ia adalah bahasa, sekaligus nilai, yang tak lekang oleh waktu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI