Mohon tunggu...
Aaron Bentlee Chow
Aaron Bentlee Chow Mohon Tunggu... Siswa

-

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Adikara: Kekuasaan yang Menuntun, Bukan Menindas

26 Agustus 2025   08:21 Diperbarui: 26 Agustus 2025   08:21 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa sering kali menyimpan jejak sejarah dan kebudayaan yang panjang. Setiap kata memiliki makna yang bukan hanya sekadar bunyi, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai dan pemikiran suatu masyarakat. Salah satunya adalah kata “adikara”, sebuah istilah yang sarat dengan makna otoritas dan kekuasaan.

Kata adikara berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu gabungan dari kata adi (yang berarti utama, pertama, atau paling tinggi) dan kara (yang berarti tangan, pelaku, atau kekuatan). Jika digabungkan, adikara dapat dimaknai sebagai “kekuasaan tertinggi” atau “wewenang yang besar.” Dalam literatur klasik, kata ini kerap digunakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki kedudukan tinggi, baik dalam bidang pemerintahan, agama, maupun kehidupan sosial.
Penggunaan kata Sanskerta dalam bahasa Indonesia memang cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan nilai, filsafat, dan pemerintahan. “Adikara” adalah salah satu contoh kata yang menyerap kekayaan tradisi India, kemudian diolah dan disesuaikan dengan konteks Nusantara. Dalam naskah-naskah Jawa Kuno, istilah ini kadang muncul untuk menegaskan kedudukan seorang raja atau pejabat tinggi kerajaan.

Dalam konteks modern bahasa Indonesia, adikara masih dipakai, meskipun jarang muncul dalam percakapan sehari-hari. Biasanya kata ini lebih sering kita temui dalam tulisan akademis, sastra, atau pidato yang bernuansa resmi. Misalnya, ketika menyebut “adikara seorang pemimpin,” artinya adalah kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki untuk mengatur rakyatnya.

Contoh lain, seorang guru bisa dikatakan memiliki “adikara” dalam ruang kelas, bukan karena ia berkuasa secara absolut, melainkan karena ia diberi wewenang untuk mengatur jalannya proses belajar-mengajar. Begitu pula seorang hakim di pengadilan, ia memiliki “adikara” untuk menjatuhkan keputusan yang mengikat. Dengan demikian, kata ini mengandung dimensi tanggung jawab, bukan sekadar dominasi.

“Adikara bukan hanya tentang kekuasaan, melainkan juga tentang tanggung jawab atas wewenang yang dipercayakan.

Penggunaan kata ini bisa membantu kita memahami bahwa otoritas sejati bukanlah alat untuk menindas, melainkan sarana untuk menjaga keseimbangan dan keteraturan dalam masyarakat.

Dalam dunia sastra, adikara sering dipakai sebagai simbol. Seorang raja dalam puisi Jawa klasik mungkin disebut memiliki adikara yang memancar laksana matahari, memberi kehidupan sekaligus menuntut tanggung jawab.
Namun, mari kita bercerita tentang sosok imajiner yang dijuluki Sang Adikara.

Di sebuah kerajaan yang terletak di tepi samudra, lahirlah seorang putra bangsawan yang sejak kecil dikenal memiliki keberanian dan kebijaksanaan di atas usianya. Ia bukan hanya pandai bicara, tetapi juga mampu mendengarkan keluh kesah rakyat jelata. Karena sifat itu, rakyat menjulukinya sebagai sang adikara kecil, meskipun ia belum memegang tampuk kekuasaan.

Ketika dewasa, konflik pun muncul. Ia harus berhadapan dengan para bangsawan lain yang hanya memandang kekuasaan sebagai jalan untuk menimbun harta dan kehormatan. Ia diuji antara memilih jalan cepat merebut kuasa dengan tipu daya atau menapaki jalan panjang: membangun kepercayaan rakyat dengan kerja nyata. Pertarungan batin ini menjadi inti kisahnya.

“Adikara sejati bukanlah tahta yang diwariskan, melainkan wewenang yang diraih dengan pengorbanan dan kejujuran.”
Akhirnya, Sang Adikara memenangkan hati rakyat. Kekuasaan pun datang kepadanya, bukan karena ia merebut, melainkan karena rakyat yang mengangkatnya. Dengan itu, ia membuktikan bahwa adikara sejati lahir bukan dari rasa takut, tetapi dari cinta yang dipelihara dalam keberanian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun