Suatu hari sehabis bangun tidur, Jalayin sempoyongan. Kepalanya pusing. Badannya lemas. Tampaknya kegiatan dua hari yang lalu menguras banyak tenaga dan fikirannya, belum lagi ia punya kebiasaan terlambat makan dan terlambat istirahat. Badannya ia porsir sedemikian rupa sehingga 'alarm menyerah' di badan pun aktif. Jalayin pun sakit.
Tanpa fikir panjang, Jalayin minta bantu kepada Jundap untuk mengantarkannya ke klinik terdekat. Jundap yang baik hati pun menolong temannya, dibawanya Jalayin ke klinik.
Pada kondisi sakit, sempat-sempatnya Jalayin bikin puisi. Dasar Jalayin.
"Kebaikanmu kepada orang lain layaknya bunga wangi yang indah. Suatu saat kebaikan itu akan kembali. Entah yang memetik dirimu atau anakmu. Yang pasti keluargamu kelak akan merasakan bunga wangi itu."
Sesampai di klinik, Jundap izin pulang karena ia juga butuh istirahat sehabis pulang kerja.
Di tengah kesendiriannya itu, Jalayin menelepon kekasihnya, Raniya. Bahwa ia sedang sakit dan letih. Awalnya Jalayin tidak ingin memberitahu karena takut Raniya jadi khawatir tapi jika difikir jangka panjang lebih baik dikasih tahu.
Benar saja, Raniya pun cemas dan khawatir, Raniya pun langsung bergegas menuju klinik.
Jalayin tersenyum di tengah sakitnya. Ia bersyukur banget bisa mempunyai kekasih seperti Raniya. Jalayin pun teringat Kata -kata yang dijadikan motto ikatan cinta mereka.
 "Salah satu unsur cinta dewasa adalah empati. Kalau kekasih kita haus, kita yang gugup mencarikan air minum. Kalau kekasih kita terluka, perasaan kita yang mengucurkan darah."
Tidak hanya itu saja, Raniya mempunyai pemahaman yang bagus tentang konsep Syariat dan Hakikat. Â Hal itu pula yang semakin membuat Jalayin jatuh cinta dan kesemsem. Belum lagi senyuman manisnya seakan bagai mutiara yang terpancar indah.
"Mas Jal. Semoga cepet sembuh ya. Jangan lupa konsep syariat dan hakikat ya Mas. Bahwa secara hakikat andai kita sabar maka sakit akan menjadi penggugur dosa. itu tawaran yang luar biasa dari Allah asal jangan mengeluh dan tetap berprasangka baik sama Allah."