Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mencaci yang Dibalut Pembenaran dan Kebencian

19 November 2018   03:59 Diperbarui: 19 November 2018   04:29 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kita mungkin sering kali menjumpai di media sosial baik itu bentuk vidio, tulisan, ucapan yang membuat kita marah sebab hal itu memacu adrenalin kita dikarenakan menyangkut kebenaran yang terhujam dalam diri.

Jika misalnya menurut sangkaan kita yang memang belum mau belajar klarifikasi alias tabayun tentu mengambil tindakan hujatan, cacian, umpatan dan kata senonoh bisa keluar dari ucapan kita atau ketikan jari kita di kolom komentar. Alasannya jelas dikarenakan kebenaran kita terusik atau ketidasetujuan kita makin melebar.

Misalnya kasus RS yang melakukan oplas tapi berbohong katanya dikroyok pihak tertentu. Ramai-ramai netizen menyalahkan pihak yang disangkakan RS tanpa kita mau tabayun dan mendoakan. Cacian dan umpatan keluar. Setelah RS ketahuan berbohong, ia pun mengaku. Lalu bagaimana dengan yang sudah terlanjur mencaci, mengumpat dan memaki? Bukankah dosa demikian tetap menjadi pertanggungjawaban? Lalu apa bedanya kita dengan orang yang dzolim, jika perilaku kita dzolim ?

Demikian juga kasus pembakaran bendera tauhid, ramai-ramai kita memaki, menghujat dan mencaci atas dasar kebenaran kita terusik. Sayangnya respon kita justru sama-sama dzolim. Memaki, mencaci dan menghujat. Lalu apa bedanya kalau begitu?

Lalu bagaimanakah seharusnya muslim berposisi saat mendapati sebuah informasi yang viral dan kontroversi?

Dari Abu Sa'id Al Khudri radhiyallahu 'anhu dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.'." (HR. Muslim)

Tentu kita faham bahwa kedzoliman atau kemungkaran harus dilawan dengan tangan ( kekuatan ) kalau tidak mampu ucapan kalau tidak mampu hati. Baik tangan, ucapan dan hati semua sama-sama punya tujuan yang sama yakni endingnya kebaikan dan kesadaran dari orang yang mungkar. Dalam artian menyadarkan orang tersebut adalah pokoknya.

Pun demikian bukan lantas kita menjadi apatis alias bodo amat dan tidak perduli. Justru kita memang harus melawan kemungkaran. Apatis sama saja bahayanya dengan sikap makian, cacian dan hinaan sebab sama saja tidak ada niatan untuk perduli dengan orang yang dzolim.

Sedangkan budaya semacam cacian, makian, umpatan atau kata-kata senonoh nyatanya memang bertentangan dengan akhlak seorang muslim. Bahkan dengan orang yang mungkar sekalipun, kita dituntut mendoakan supaya ia sadar. Dan wujud mendoakan itu bisa lewat tangan ( kekuatan ), ucapan dan hati.

Artinya jika kita melihat sesuatu yang berwujud kemungkaran adalah dengan dasar kasih sayang dan kebijaksanaan. Goalnya adalah kita mengajak yang mungkar untuk taubat dan menjadikan hal itu sebagai pembelajaran sebab setiap kejadian adalah ilmu, setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolahan. Tinggal berapa pekanya akal dan hati menangkap hal tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun